titastory, Ambon – Aktivitas tambang batu kapur (gamping) milik PT Batulicin Beton Asphalt (BBA), anak perusahaan dari konglomerat nasional PT Jhonlin Group milik Haji Isam, kembali menuai sorotan. Sejak beroperasi di Desa Nerong dan Mataholat, Pulau Kei Besar, September 2024 lalu, perusahaan ini tercatat telah mengangkut 263 ribu ton material—tanpa mengantongi izin eksploitasi resmi maupun dokumen Amdal.
Padahal, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap kegiatan tambang wajib memiliki dokumen AMDAL, UKL-UPL, atau SPPL.
Ketua DPRD Maluku, Benhur Watubun, angkat bicara. Ia menegaskan, proyek strategis nasional (PSN) tidak bisa dijadikan dalih untuk menabrak undang-undang.
“Bayangkan, belum ada izin eksploitasi tapi mereka sudah keruk 263 ribu ton material. Itu tidak bisa dibenarkan,” kata Benhur dalam pernyataan tegasnya.

Benhur menilai tindakan perusahaan bukan hanya mencederai aturan hukum, tetapi juga merugikan daerah dan mempermalukan institusi pemerintah daerah.
“DPRD tidak main hukum rimba. Kami bertindak berdasarkan hukum sah negara ini. Jangan karena embel-embel PSN lalu seenaknya kerja tanpa izin,” ujarnya.
Ia juga menuntut kejelasan dari PT BBA terkait titik pemuatan material yang dikabarkan dikirim ke Merauke. Hingga kini, tidak ada keterangan resmi soal lokasi dan legalitas aktivitas pengangkutan tersebut.
“Kalau merasa proyek strategis nasional, bukan berarti boleh langgar aturan. Kalau mau ubah aturan, cabut dulu undang-undangnya. Sepanjang belum ada itu, kami tetap berpegang pada aturan yang berlaku,” sambungnya.

DPRD Maluku, kata Benhur, akan terus mengawasi dan menindak setiap aktivitas tambang yang tidak sesuai prosedur hukum, termasuk menelusuri potensi kerugian negara dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.