titaStory.id,ambon– Masalah sampah di Kota Ambon, Maluku seperti tidak ada habisnya, sementara Pemerintah Kota Ambon sebagai pihak yang memiliki kewenangan penuh dalam mendesain pola penanganan pun seakan hanya terfokus pada pelayanan yang bisa menghasilkan PAD, tanpa memikirkan master plan perencanaan jangka panjang dan regulasi hukum yang tepat sasaran dalam hal menangani persoalan sampah, khususnya sampah plastik di Kota Ambon.
“Pemerintah Kota Ambon belum mempunya master plan serta regulasi hukum pelarangan penggunaan plastik seperti di Bali. Kesadaran soal bahaya penggunaan plastik itu hanya datang dari komunitas-komunitas dan NGO yang bergerak di Bidang Lingkungan. Demikian diungkapkan Faisal Marasabessy, selaku
Wakil Ketua Bidang Sosial Politik Generasi Muda Pembangunan Indonesia (GMPI) Maluku
Dijelaskan,persoalan sampah saja tidak selesa selesai. Fakta yang terjadi penumpukan sampah hampir ada di semua kompleks di kota Ambon. Jangankan penyelesaian sampah yang ada persoalan utang piutang Pemerintah Kota Ambon ke Pemilik lahan TPA Toisapu tak kunjung selesai.
Mirisnya, “ungkap Marasabessy, Pemerintah Kota Ambon justru lebih fokus pada penarikan retribusi sampah ketimbang mencari solusi pengelolaan sampah.
Dirinya pun menyingung terkait hadirnya Peraturan Walikota (Perwalkot) Ambon nomor 4 tahun 2023, tentang Penetapan Pelayanan Tarif Retribusi sampah/kebersihan yang diduga merupakan peraturan dadakan tanpa sosialisasi.
“Ini yang harus ditanyakan, kenapa Perwali 9 lembar itu hanya aktif di Kawasan Pasar Mardika, sedangkan Perwali itu tidak berlaku di kawasan Pasar Batu Merah,” ucapnya kepada titaStory.id, kamis (31/08/2023).
Tandasnya, dengan Perwaliannya yang dadakan itu, Pemkota Ambon lebih sibuk menarik pundi-pundi rupiah dari Pedagang Pasar sebesar Rp. 5000/karcis, atas nama Perwali Dadakan. Penarikan itu dimulai dari Lapak, Kios, Ruko hingga PKL di lahan dan kawasan Mardika, dari pagi hingga pasar malam. Padahal para pedagang sudah membayar pajak Tahunan yang bisa jadi didalamnya tertera retribusi kebersihan dan lainnya.
Dia juga menerangkan, Pasar Mardika sebagai titik sentral penarikan retribusi justru memperlihatkan adanya penumpukan sampah setiap harinya.
Padahal berita-berita narsistik PJ Walikota yang selalu tampil bak inovator itu, yang katanya sudah dapat bantuan 1 Dum Truck sampah yang didatangkan dari Belanda namun tidak ada tanda tanda sampah di Kota Ambon berkurang.
” Diberitakan berulang kali seolah itu satu prestasi besar. Padahal sampah tak kunjung selesai,” terangnya.
Saat yang sama, Marasabessy pun menyentil soal upah dan kesejahteraan petugas kebersihan sampah. Bahkan ” jedanya,”rumor yang beredar biaya operasional mereka tidak cukup, para supir truk armada sampah itu kerap mengisi bahan bakar memakai uang pribadi mereka.
“Jika kita kalkulasikan. Lewat Perwali 9 Lembar itu Petugas Satpol PP kota Ambon menarik retribusi Rp. 5000 bila di kali dengan jumlah pedagang di kawasan Mardika. Semisal Rp.5000 X 3000 Pedagang = Rp.15.000.000 per harinya dikali 30 Hari maka ada Rp. 450.000.000 per bulan di kali 1 tahun = Rp. 5.400.000.000. ” rincinya.
Lalu,” tekannya, dari besaran dana fantastis retribusi itu harusnya bisa mensejahterakan petugas kebersihan dan menambah jumlah petugas, kesejahteraan terhadap supir-supir truk, serta penambahan armada.
Karena bila kita lihat armada-armada itu tidak layak dipakai, dan juga bisa bayar hutang Pemkot ke Pemilik Lahan Toisapu. (TS 02)
Discussion about this post