titastory, Ambon – Pernyataan Wakil Gubernur Maluku, Abdullah Vanath, dalam sebuah jumpa pers mengenai inflasi selama Ramadan memicu beragam reaksi di media sosial. Beberapa pihak menilai pernyataannya bernada merendahkan komunitas Muslim, sementara yang lain menganggapnya sebagai bentuk komunikasi biasa yang bertujuan menjaga stabilitas ekonomi daerah.
Dalam pernyataan resminya, Abdullah Vanath menyoroti pola konsumsi masyarakat Muslim selama Ramadan yang dapat berkontribusi terhadap inflasi.
“Jadi orang Islam ini, siang dong tar makang tapi malam dong (mereka) makan banyak. Uang tar (tidak) ada tapi beli baju baru banyak,” ujarnya dalam konferensi pers tersebut di Kantor Gubernur Maluku, Rabu, (5/3) pekan lalu.

Vanath menjelaskan bahwa fenomena ini menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Maluku. “Keadaan seperti ini bisa menimbulkan inflasi. Bapak Gubernur perintahkan ini harus dipantau di 11 kabupaten/kota,” katanya. Ia menambahkan bahwa pemantauan harga bahan pokok dilakukan secara ketat oleh pemerintah daerah untuk mencegah lonjakan harga yang tidak terkendali.
Djong WanTer (Vanath Raden Mas Tomagola), seorang pemuda asal Maluku Tengah, melalui unggahannya di Facebook, menegaskan bahwa pernyataan Wagub tersebut tidak bermaksud mendiskreditkan kelompok tertentu, melainkan bagian dari strategi pengendalian inflasi di Maluku.
Pemuda yang juga sastrawan Maluku ini juga menyoroti keterkaitan antara bulan puasa dan peningkatan konsumsi bahan makanan, pakaian, serta jasa transportasi, yang bisa berdampak pada inflasi.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi pada Maret 2024 yang bertepatan dengan Ramadan tercatat sebesar 3,05%. Faktor utama pemicunya adalah meningkatnya permintaan bahan pokok, pakaian, dan jasa transportasi. Djong WanTer menilai bahwa langkah pemerintah dalam memantau harga dan pasokan barang adalah tindakan yang diperlukan untuk menghindari lonjakan harga.
Namun, pernyataan Wagub Maluku ini mendapat sorotan tajam dari beberapa pengguna media sosial, salah satunya akun Facebook bernama Tamrin Laode. Video pernyataan Vanath yang dipotong menjadi hanya 40 detik beredar luas, memicu interpretasi bahwa pernyataannya berisi sindiran terhadap komunitas Muslim. Djong WanTer menyesalkan minimnya literasi media di kalangan warganet yang langsung bereaksi tanpa melihat konteks pernyataan secara utuh.

“Mirisnya, MINIM LITERASI ini hanya terjadi di kalangan pengguna FB yang termakan postingan provokasi,” tulisnya. Ia juga mengajak masyarakat untuk melihat video lengkap yang berdurasi lebih dari lima menit sebelum mengambil kesimpulan.
Selain Djong WanTer, akun Facebook lainnya, Ichy Assifa Amahoru, juga membela pernyataan Wagub. Menurutnya, gaya bicara Abdullah Vanath yang santai dan cenderung bercanda telah disalahartikan.
“Pak Wagub itu memang suka bercanda. Sebelum pernyataan itu, beliau menyampaikan bahwa Gubernur Maluku memberi perhatian penuh pada bulan puasa. Tapi kita hanya fokus pada bagian ‘orang Islam bla bla bla’,” tulisnya.
Ichy menjelaskan bahwa substansi pernyataan Wagub adalah kekhawatiran akan kenaikan harga akibat meningkatnya permintaan di bulan puasa, bukan bermaksud merendahkan komunitas Muslim. “Positifnya, pemerintah sedang menjaga kestabilan ekonomi agar tidak terjadi inflasi yang tidak terkendali,” tambahnya.
Menanggapi polemik ini, Ichy juga memberikan saran kepada istri Wakil Gubernur, Any Vanath, agar lebih sering mengingatkan suaminya dalam memilih diksi saat berbicara di depan publik. “Karena masih ada orang yang gampang tersinggung, apalagi ini masih dalam suasana pasca-Pilkada yang panas,” katanya.
“Toma maju Pak Gub & Wagub bikin bae par Maluku Tanah Pusaka,” tulis Ichy Assifa Amahoru menutup status pandangan pribadinya di beranda facebooknya.
Kontroversi ini mencerminkan tantangan komunikasi pejabat publik di era digital, di mana pernyataan yang tidak tersampaikan dengan hati-hati bisa dengan mudah dipotong dan dijadikan bahan polemik di media sosial. Di sisi lain, hal ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat untuk meningkatkan literasi media agar tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak utuh.
Penulis: Redaksi