TITASTORY.ID,- Ketua tim Kuasa hukum masyarakat adat Bati Kelusi dan Bati Tabalen, Irwan membantah pernyataan yang disampaikan Bupati Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Abdul Mukti Keliobas yang dirilis salah satu media cetak di Kota Ambon. Dimana, pernyataan Keliobas yang menyatakan bahwa persoalan pemasangan sasi adat sudah diselesaikan atau clear, dinilai merupakan bentuk dari pembohongan publik.
Ditegaskan , pernyataan Bupati adalah bentuk pembohongan publik, karena tidak sesuai fakta.
“Ini pembohongan publik karena pernyataan yang disampaikan melalui media secara resmi tidak sesuai fakta, karena sasi adat oleh masyarakat adar bati Kelusi dan Tablean tetap berjalan, ” tegasnya.
Dia bilang, hingga saat ini pihaknya masih tetap melakukan upaya hukum untuk memperjuangkan, dan mengadvokasi hak dari pada kliennya, yakni masyarakat adat Bati Kelusi dan Bati Tabalen .
“Kami tim kuasa hukum pada hari minggu (31/7/2022) telah bertemu dengan pihak perusahaan untuk melakukan audens sesuai permintaan waktu pukul15:00 WIT di kantor perwakilan PT BGP Indonesia Kufar Kecamatan Tutuk Tolo, Kabpaten SBT”
Pertemuan dilakukan, katanya melibatkan pihak Humas Perusahaan dan juga SO dari Kementerian Pertahanan RI. Dalam peretemuan itu telah menyampaikan sejumlah point-point penting salah satunya adalah membayar denda adat sebesar Rp3 Miliar atas beropersinya PT BGP Indonesia di atas tanah adat bati tanpa mendapatkan persetujuan masyarakat adat Bati.
Irwan juga mengatakan, saat menjabarkan apa yang menjadi keinginan masyarakat adat Bati, juga disampaikan point terkait upaya hukum yang sudah dan yang akan ditempuh dalam waktu dekat, baik itu mengajukan laporan ke pihak kepolisian, atas tindakan PT BGP Indonesia, sekaligus mengajukan keberatan ke Kementrian SDM, BPH, SKK Migas, Pertamina, sekaligus mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Ambon.
“Dari pertemuan tersebut, pihak perusahaan sempat menjelaskan terkait proses dan tahap awal saat perusahaan masuk ke SBT, bahkan sudah dilakukan sosialisasi dengan masyarakat, sudah prosesi adat sebagai bentuk persetujuan masyarakat adat atas beroperasinya perusahaan PT BGP Indonesia,” ungkap Irwan.
Bahkan, lanjutnya, dalam pertemuan tersebut, perusahaan sempat mengungkapkan bahwa pihaknya sudah mengantongi sejumlah izin, baik itu izin dari Kementrian, Pemerintah Provinsi Maluku, pun izin dari Bupati SBT.
“Mereka paparkan bukti izin, namun ketika di minta bukti fisik izin-izin yang di sebutkan, lagi dan lagi pihak perusahaan PT BGP Indonesia tidak mampu menunjukan bukti yang di sampaikan degan sejumlah dalil.” ungkap Irwan.
Tegasnya pula, bahwa, pihak perusahaan harus bisa membedakan antara prosesi upacra adat dan sosialisasi atas beroperasinya suatu perusahaan di wilayah hukum adat dengan masyarakat adat tertentu, belum atau sudah mengantongi izin.
“Adalah dua hal yang berbeda, dan kondisi ini tentunya cukup di khawatirkan sebagai anak daerah. Apabila pihak perusahaan tidak menghiraukan atau mengakomodir tuntutan masyarakat adat Bati Kelusi dan Bati Tabalen, menutup kemungkinan akan terjadi konflik internal di tengah” masyarakat,” terangnya.
Irwan menegaskan, semua yang terjadi diduga karena lemahnya kontrol Pemerintah Daerah SBT terhadap hak-hak masyarakat adat, di mana kedudukan masyarakat hukum adat di Kabupaten SBT ini sangat rentan secara ekonomi, hukum, sosial budaya maupun hak asasi manusia.
Untuk mendapatkan hak masyarakat hukum adat itu sendiri Pemerintah Daerah harus mengakui terlebih dahulu legalitas formal. Ini bertujuan untuk mengakui keberadaan mereka sah sebagai masyarakat hukum adat yang di atur oleh negara, juga menjaga agar tidak terjadi konflik internal maupun konflik dengan pihak lain.
Sebelumnya, puluhan masyarakat adat Bati Kelusy dan Bati Tabalean, sudah menggelar prosesi adat sasi di lokasi bor perusahaan Migas, PT. Balam Energy Limited dan PT. Bureau Geophysical Prospecting (BGP).
Pemasangan larangan secara adat ini dipimpin oleh Yunus Rumalean, salah satu tetua adat Bati Tabalean, Kecamatan Kian Darat, Kabupaten Seram Bagian Timur, rabu (26/7/2022). Prosesi adat dilakukan dengan memasang janur kelapa atau tunas kelapa sebagai tanda larangan untuk beraktivitas di lokasi itu. Selain janur, sejumlah berang merah atau kain merah dipasang mengelilingi tanda yang dipasang. Kelimodar, pemuda Bati sempat histeris saat pemasangan janur sasi oleh tetua adat.
Selain tetua adat, pemasangan sasi ini juga dilakukan oleh para tokoh agama, kepala dusun, pemuda, serta masyarakat dari kedua negeri.
Yunus Rumalean, salah satu tetua adat Bati Tabalean mengatakan proses pemasangan sasi adat ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap perusahaan migas yang telah menerobos masuk ke petuanan adat mereka tanpa meminta izin.
Dia menjelaskan, dua perusahaan migas itu dengan sengaja dan tanpa meminta izin melakukan aktivitas di petuanan adat mereka, sehingga dengan melaksanakan prosesi sasi adat ini, akan bisa melindungi tanah ulayat serta hasil bumi gunung Bati dari kejahatan perusahaan itu.
“Katong sasi adat tanah ini, sebagai bentuk melindungi katong pung tanah deng gunung bati,”kata Yunus Rumalean, usai menancapkan janur kelapa di lokasi itu.
Yunus bilang, perusahaan harus ganti rugi karena mencoba melakukan pengeboran tanpa meminta izin. Ia berharap setelah ini, kedua perusahaan harus angkat kaki dari petuanan mereka.
“Secepatnya angkat kaki, dan jangan lagi melakukan operasi di sini selamanya,”kata sejumlah tokoh adat serentak.
Aktivitas pengeboran yang dijalankan oleh perusahaan migas selama ini, menurut masyarakat desa tanpa izin dan pemberitahuan apa pun. Padahal kata mereka seharusnya sebelum melakukan aktivitas mereka harus melakukan pertemuan dan persetujuan dari kedua Negeri.
Sebelumnya, masyarakat dibuat resah dengan aktivitas kedua perusahaan migas yang melakukan pengeboran di petuanan adat Bati Kelusi dan Bati Tabalean.
Atas aktivitas pengeboran itu, masyarakat adat setempat meminta perusahaan untuk mengganti rugi, karena telah melakukan pelanggaran di tanah ulayat mereka.
“Perusahaan sudah melanggar dan mencoba merusak tanah bati, olehnya itu harus bayar denda satu lubang bor, satu miliar,”kata warga serempak. (TS-02)
Discussion about this post