TITASTORY.ID, – Belasan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Ambon, menggelar aksi damai di Kampus Universitas Pattimura (Unpatti), Poka, Kecamatan Teluk Ambon, Maluku, Senin (15/8/2022).
Aksi yang di koordinir Kris Mote ini digelar untuk memperingati 60 tahun perjanjian New York Agreement yang disebut ilegal di tanah Papua. Dengan membentangkan spanduk bertuliskan “ AMP KK Ambon 60 tahun New York Agreement Ilegal di West Papua serta bendera organisasi AMP wara hitam.
Dalam pernyataan, mereka menyampaikan tanggal 15 Agustus 1962 adalah hari yang amat penting dalam sejarah perkembangan politik dan demokrasi serta hak asasi manusia di atas tanah Papua. Pasalnya di tanggal tersebut telah terjadi penandatanganan sebuah dokumen, perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Belanda di bawah naungan Pemerintahan Amerika Serikat.
Menurut mahasiswa, New York Agreement (Perjanjian New York) adalah suatu kesepakatan yang tidak sah, baik secara yuridis maupun moral. Sebab, dalam Perjanjian New York itu membicarakan status tanah dan nasib Bangsa Papua Barat, namun selama prosesnya tidak pernah melibatkan wakil-wakil resmi Bangsa Papua Barat.
Sejak 1 Mei 1963, bertepatan dengan Unites Nations Temporrary Executive Administratins UNTEA) atau Pemerintahan Sementara PBB di Papua Barat menyerahkan kekuasaannya kepada Indonesia.. selanjutnya pemerintah Indonesia mulai menempatkan pasukan militernya dalam jumlah besar di seluruh tanah Papua, mengakibatkan hak-hak politik dan hak asasi manusia dilanggar secara brutal di luar batas-batas kemanusiaan oleh Militer (ABRI) Indonesia.
Disebutkan, pada pasal XVIII ayat (d) dalam New York Agreement yang mengatur bahwa; “Penentuan Nasib Sendiri harus dilakukan oleh setiap orang dewasa laki-laki dan perempuan Papua yang merupakan penduduk asli Papua.
Namun hal tersebut tidak dilaksanakan. Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 sebut mereka, dilaksanakan dengan cara lokal Indonesia, yaitu Musyawarah oleh 1025 orang dari total 809.337 orang dewasa laki-laki dan perempuan. Sedangkan 808.312 orang tidak diberikan kesempatan untuk memberikan hak pilih. Sehingga, dari 1025 orang yang dipilih oleh ABRI untuk memilih, hanya 175 orang saja yang menyampaikan atau membaca teks yang telah disiapkan oleh Pemerintah Indonesia.
Selain itu masyarakat Papua Barat yang ada di luar negeri, yang pada saat penandatanganan New York Agreement tidak diberi kesempatan untuk terlibat dalam Penentuan Nasib Sendiri.
Dalam tuntutannya, mereka pun menyampaikan 12 poin tuntutan yaitu, Menggugat New York Agremeent 15 Agustus 1962, Indonesia, Belanda, Amerika dan PBB segera bertanggung jawab atas kesepakatan ilegal, Cabut tolak Otsus Jilid II, Tolak 3 Daerah Otonomi Baru (DOB). Tarik militer (TNI-Polri) organik dan Non-organik dari seluruh Tanah Papua sebagai syarat damai, Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh, MNC, dan yang lainnya, yang merupakan dalang kejahatan kemanusiaan di atas Tanah Papua. Point ke 7 Indonesia, Belanda, Amerika Serikat harus bertanggung Jawab atas Penjajahan dan pelanggaran HAM yang terus terjadi terhadap Bangsa West Papua, Demiliterisasi West Papua, membuka akses Jurnalis Internasional dan Nasional ke West Papua, Bebaskan Victor Yeimo, Alpius Wonda dan seluruh tahanan politik Papua. Stop teror, intimidasi dan kriminalisasi Mahasiswa Papua, Aktivis Ham, PRODEM dan seluruh aktivis pembelah kemanusian. Dan yang terakhir adalah Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai solusi demokratis bagi Bangsa West Papua ( TS 02)
Discussion about this post