Perampasan Tanah di Penu: Warga Melawan Dugaan Mafia Lahan dan Permainan Kotor Perusahaan

by
27/03/2025
Potret Pemukiman Warga di Peisisir Pantai Desa Penu, Taliabu Timur, Kabupaten Taliabu, Maluku Utara. Foto: Media Online Seputar Taliabu.Com

titastory, Taliabu – Keresahan menyelimuti Desa Penu, Kecamatan Taliabu Timur, Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara. Kehadiran PT Cakra Arif Bestari Makmur (CABM) yang berencana membangun smelter bijih besi di wilayah tersebut justru membawa persoalan pelik bagi masyarakat setempat. Alih-alih mendatangkan kesejahteraan, aktivitas perusahaan itu diduga telah memicu konflik sosial serta dugaan perampasan lahan oleh mafia tanah.

Hasil investigasi bersama yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Penu mengungkap adanya berbagai penyimpangan serius dalam proses pembebasan lahan. Tak tanggung-tanggung, kerugian desa akibat praktik yang dinilai cacat prosedur itu ditaksir mencapai Rp11 miliar. Beberapa oknum dari PT CABM disebut-sebut sebagai dalang utama dalam permainan kotor ini.

“Kami tak akan diam melihat desa kami dirugikan. Jika PT CABM merasa dirugikan seperti yang diklaim pihak mereka, maka selesaikanlah secara transparan. Sampai ada kejelasan dan keadilan, kami pastikan aktivitas mereka di desa ini dihentikan,” ujar Rizal Mahmudin, salah satu warga yang aktif menyuarakan penolakan terhadap perusahaan.

Investigasi yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Penu juga menemukan bahwa sejumlah lahan di kawasan Area Penggunaan Lain (APL) desa tersebut diklaim secara sepihak oleh oknum mafia tanah. Modusnya, mereka menguasai lahan yang masih berupa hutan, lalu menjualnya kepada perusahaan dengan harga tinggi. Akibatnya, warga yang memiliki kebun justru tak bisa memperluas lahan garapan mereka sendiri.

“Sebagai warga, tentu tindakan ini meresahkan. Ada orang-orang yang tak pernah berkebun, tiba-tiba mengklaim lahan ratusan hektare. Kami yang bertahun-tahun menggarap tanah malah kehilangan hak kami,” kata Hesein, warga Penu.

Tak hanya merugikan warga, dugaan permainan kotor ini juga menimbulkan konflik horizontal. Sejumlah warga diadu domba, memecah solidaritas masyarakat desa. PT CABM dituntut untuk bertanggung jawab atas situasi yang semakin memanas ini. Selain menuntut transparansi, warga juga meminta pemerintah daerah dan aparat penegak hukum turun tangan untuk mengusut tuntas praktik yang merugikan mereka.

Desakan ini semakin menguat seiring dengan kian terbukanya fakta-fakta baru tentang modus perampasan lahan yang melibatkan banyak pihak. Masyarakat Penu bersiap untuk memperjuangkan hak mereka, memastikan desa mereka tak menjadi korban eksploitasi korporasi dan mafia tanah yang berkeliaran tanpa kendali.

Kondisi permukiman rumah warga Desa Penu, Taliabu Timur yang terendam banjir, Sabtu (5/3/2021). Foto: Riski/TIMES Indonesia

Sebelumnya diberitakan sejumlah pemuda Desa Penu, Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara, menggelar aksi protes di depan mess PT Cakra Arif Bestari Makmur (CABM) pada Senin (24/3/2025). Mereka menuntut perusahaan tambang itu lebih transparan dalam berkomunikasi dengan masyarakat dan segera menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas pertambangan.

Aksi tersebut berawal dari kekecewaan warga terhadap PT CABM yang dinilai kerap menghindari pertemuan dengan masyarakat. Menurut para demonstran, perusahaan hanya mau berdialog di mess mereka, bukan di tempat yang lebih netral seperti desa. Sikap ini dianggap sebagai bentuk arogansi dan pengabaian terhadap suara masyarakat lingkar tambang.

“Kami sudah cukup bersabar. Perusahaan ini beroperasi di tanah kami, tapi mereka bertindak seolah-olah kami yang bergantung pada mereka. Jika mereka terus menghindar, maka kami akan mengerahkan massa lebih besar,”ujar Koordinator Aksi, Arafat Soleman, dalam orasinya.

Sejumlah pemuda Desa Penu, Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara, menggelar aksi protes di depan mess PT Cakra Arif Bestari Makmur (CABM) pada Senin (24/3/2025). Foto: Ist

Arafat menegaskan bahwa PT CABM harus bertanggung jawab atas kerusakan alam yang terjadi akibat aktivitas pertambangan. Ia menyebut, selama ini banyak warga yang mengandalkan hasil bumi untuk biaya pendidikan dan kehidupan sehari-hari. Namun, eksploitasi tambang telah merusak ekosistem dan mengancam sumber penghidupan masyarakat.

“Kami menuntut transparansi. Perusahaan harus membuka ruang dialog yang adil, bukan mengatur pertemuan sepihak di wilayah mereka sendiri,” kata Arafat.

Aksi protes yang dilakukan para pemuda Desa Penu ini baru tahap awal. Jika tuntutan mereka terus diabaikan, Arafat memastikan gelombang demonstrasi yang lebih besar akan digelar, termasuk aksi di kantor pusat PT CABM di Jakarta.

“Kami tidak akan tinggal diam saat hak-hak masyarakat terus ditekan. Perusahaan harus berubah, atau perlawanan akan semakin besar,” tegasnya.

Penulis: Redaksi
error: Content is protected !!