titastory.id,papua barat – Masalah pengrusakan hutan dan lingkungan di Papua Barat telah menjadi kekhawatiran tersendiri di tengah dunia menghadapi ancaman global warming. Kondisi ini menjadi keprihatinan aktivis lingkungan Internasional.
Menyelamatkan hutan tropis ketiga terbesar dunia yang berada di Papua Barat, Pusat Kajian Kejahatan dan Keadilan Iklim Queen Mary University of London, jadi tuan rumah Pengadilan Rakyat Permanen untuk Kekerasan Negara dan Masalah Lingkungan di Papua Barat.
Berbagai LSM Internasional dan organisasi masyarakat sipil dipastikan hadir dalam sidang tersebut. Mereka akan menyampaikan sejumlah data dan bukti tentang berbagai pelanggaran yang terjadi di hadapan delapan hakim dalam sidang yang berlangsung selama tiga hari, sejak 27-29 Juni 2024.
Panel hakim terdiri dari, Teresa Almeida Cravo (Portugal) , Donna Andrews (Afrika Selatan), Daniel Feierstein (Argentina), Marina Forti (Italia), Larry Lohmann (Inggris) , Nello Rossi (Italia), dan Solomon Yeo (Kepulauan Solomon).
Sejumlah individu yang menyaksikan langsung terjadinya pelanggaran HAM dan pengrusakan lingkungan juga ikut dihadirkan.
Pengadilan ini akan mengungkap hubungan erat antara kekerasan negara, degradasi lingkungan, dan pengambilan keuntungan oleh perusahaan-perusahaan transnasional dan lembaga-lembaga lain.
Penuntutan akan dipimpin oleh pengacara yang terdaftar di Belanda, Fadjar Schouten Korwa.
“Dengan keputusan dari Pengadilan Rakyat Permanen yang terkemuka tentang kejahatan terhadap masyarakat adat Papua Barat dan kegagalan negara Indonesia untuk melindungi mereka dari pelanggaran hak asasi manusia dan impunitas, kami berharap akan ada masa depan tanpa ketidakadilan bagi Papua Barat,” kata Fadjar Schouten Korwa, dilansir dari SuaraPapua.Com.
Papua Barat yang merupakan rumah bagi hutan tropis terbesar ketiga di dunia kini terancam oleh pembangunan industri besar-besaran oleh pemerintah. Penindasan negara yang sedang berlangsung dan degradasi lingkungan di wilayah tersebut memiliki dampak yang luas.
Untuk menarik perhatian dunia pada kebutuhan untuk melindungi hutan hujan yang sangat penting, dengan mengeksplorasi hubungan yang mendalam antara demokrasi, kekerasan negara, dan kelestarian lingkungan di Papua Barat.
“Ada banyak alasan yang baik untuk menyelenggarakan acara penting ini di London. Perusahaan-perusahaan yang berbasis di London merupakan penerima manfaat utama dari gas, pertambangan dan industri pertanian di Papua Barat, dan cadangan emas serta logam lainnya yang sangat besar diperdagangkan di London,” kata Profesor Whyte, Direktur Pusat Kajian Kejahatan dan Keadilan Iklim .
Sementara itu, salah satu pengacara di Papua, Gustaf Kawer mengatakan, aneksasi Papua Barat ke dalam Negara Indonesia merupakan bagian dari sejarah panjang pengrusakan lingkungan dan kekerasan negara terhadap rakyat Papua dan sumber daya alamnya.
“Harapan kami adalah setelah persidangan ini memeriksa bukti-bukti dan mendengarkan pernyataan para saksi dan ahli, masyarakat internasional dan PBB akan merespon situasi di Papua Barat dan mengevaluasi negara Indonesia sehingga dapat dilakukan pemulihan terhadap sumber daya alam dan rakyat Papua,”ungkapnya.
Pengadilan Rakyat Permanen untuk Kekerasan Negara dan Lingkungan di Papua Barat juga akan memulai serangkaian kegiatan dan diskusi sepanjang tahun 2024 dan 2025, dengan melibatkan Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan organisasi masyarakat sipil internasional.(TS- 02)
Discussion about this post