titaStory.id,ambon– Sebagai bentuk pemberdayaan perempuan GPM dalam hal ini para pendeta perempuan, pihak Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) akhirnya menjajaki hubungan kerjasama Ecumenical theological education (ETE) atau Pendidikan Teolog Ekumenes dengan World Council of Churches (WCC) atau Dewan Gereja Sedunia yang terbentuk pada Sidang Rayanya yang pertama di Amsterdam, Belanda, pada 23 Agustus 1948.
Bentuk kerjasama dengan WWC adalah bentuk pendampingan atau mentoring kepada teolog perempuan di Provinsi Maluku yang memiliki tujuan dasar yaitu membangun Teolog INA/Perempuan dan Teologi Kebencanaan Berperspektif Feminis.
Ketua Umum Sinode GPM, Pdt.Elifas Tomix Maspaitella kepada titaStory.id via rilisnya menerangkan, agenda kerjasama yang dilakukan dengan WCC bertujuan untuk membentuk pemberdayaan perempuan melalui diskusi dan eksplorasi pengalaman. Dan pengalaman tersebut pun dinarasikan sebagai bagian dari pengalaman teologi yang berperspektif feminis sekaligus dipublikasikan.” terang Maspaitella.
Dijelaskan, kegiatan yang telah dilangsungkan sejak tanggal 11-14 Juli 2023 dan berpusat di Pusat Bina Spiritual dan secara daring akan dimentoring oleh WCC secara virtual atau zoom meeting.
Terangnya, kegiatan ini diikuti oleh 30 perempuan pendeta dari 20 klasis di GPM, akademisi dari fakultas teologi UKIM dan dari Yayasan di lingkup pelayanan GPM.
“Untuk mengikuti kegiatan tersebut, para pendeta telah melakukan persiapan penulisan sejak bulan April 2023 yang akan dimantapkan lagi dalam workshop.” imbuhnya.
Ucapnya, bahwa kegiatan mentoring ini akan menjadi momen untuk GPM, untuk mendengar bukan cuma suara perempuan tapi mendengar perempuan berbicara tentang perempuan.
“Selama ini kita mengatur berbagai macam teori atau mengikuti berbagai macam refleksi tentang teologi feminis dll. Itu semuanya adalah narasi-narasi global bahkan kita hanyut dalam semacam solidaritas pergumulan perempuan-perempuan di luar padahal perempuan-perempuan kita di GPM itu juga punya pergumulan yang luar biasa dan harus juga menjadi narasi yang besar. Dalam kaitan dengan kegiatan ini, saya harus mengatakan kepada peserta bahwa cerita kita itu harus jadi isu oikumene secara internasional. Dan saudara’ yang akan melakukan hal itu,” jelas Maspaitella.
Dia berharap, tidak ada masalah dalam kaitan dengan pendampingan secara online dari WCC, dalam memboboti tulisan-tulisan dari para teolog perempuan agar dapat menghasilkan karya-karya yang baik dan memiliki pengetahuan teologi yang jauh lebih berkembang dalam rangka menghias perkembangan teologi di GPM.
“Kita butuh sebuah paparan atau narasi teologi mengenai perempuan yang ditulis oleh perempuan dari pergulatan konteks sebab sejatinya teman-teman adalah teolog itu sendiri,” imbuhnya.
Harapanya, seluruh artikel yang ditulis oleh para peserta nantinya lebih tersistematis dan lebih koheren kajiannya, supaya benar-benar memberikan wawasan yang luas tentang pergumulan teologi di GPM.
Sementara itu, Wakil Ketua Tim, Pendeta Ruth Saiya menjelaskan, ide utama dari kegiatan ini adalah perempuan pendeta mendapatkan kesempatan untuk belajar baik secara formal maupun informal dalam pengembangan kapasitas, pengayaan terhadap pengalaman berteologi di jemaat, kampus dan masyarakat.
Dirinya pun juga mengatakan, Output dari kegiatan ini adalah bagaimana perempuan teolog dapat menarasikan pengalaman-pengalaman dan menjadikannya sebagai tulisan yang akan berguna untuk saling menghidupkan dan membebaskan. (TS 02)
Discussion about this post