titastory.id, maluku utara – Banjir memporak poranda sejumlah daerah di Halmahera Tengah (Halteng). Kawasan yang terdampak sangat parah adalah yang masuk dalam area lingkar tambang. Pembukaan lahan, aktivitas tambang hingga deforestasi secara besar-besaran dan tak terkendali dengan alasan investasi, disebut menjadi penyebab utama dari bencana yang kini harus dirasakan warga. Kondisi ini menjadi perhatian dan menimbulkan keprihatinan dari banyak pihak. Pemerintah kabupaten dan korporasi dituding menjadi biang kerok pengrusakan lingkungan yang berdampak pada penderitaan warga.
Forum Studi Halmahera (FOSHAL) menilai, terjadinya banjir bandang di sejumlah desa lingkar tambang di Halmahera Tengah, Maluku Utara selama lima hari berturut-berturut merupakan bencana ekologis yang diprakarsai oleh pemerintah dan korporasi.
“Mengalamatkan hujan sebagai biang kerok dari peristiwa banjir berulang ini adalah tuduhan yang keliru, juga menyesatkan. Ini seolah-olah mengaburkan fakta, siapa sesungguhnya dalang yang harus dikejar untuk dimintai pertanggungjawaban,” tegas Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye FOSHAL, Julfikar Sangaji, Senin, (22/7/2024).
Ia mengatakan, dibalik desa-desa yang dihajar air bah, sebenarnya ada operasi penambangan nikel yang secara agresif beraktivitas di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) maupun kawasan esensial lainnya.
“Ada PT Tekindo Energi dan PT Weda Bay Nickel. Kedua perusahaan nikel itu terus menggusur hutan, membongkar bukit-bukit, serta mengeruk tanah lalu diangkut ke Kawasan Industri Weda Bay Nickel PT. IWIP untuk diolah. Aktivitas itu sepenuhnya menghancurkan sistem alami pengaturan air,” katanya.
Menurut Julfikar, air akan dengan gampang mengalir ke dataran rendah bersamaan dengan material lumpur tanah yang dibawa menuju badan sungai.
Sehingga, lanjut dia, mengakibatkan sungai mengalami pendangkalan karena erosi. Pendangkalan badan sungai buntut pada penurunan daya tampung serta intensitas alir air, membuat air sering meluap keluar hingga menerjang pemukiman.
“Banjir ini terhitung selama 5 hari berturut-turut yang tak hanya merendam rumah warga dan indekos, namun juga telah mengakibatkan kendaraan-kendaraan ikut terseret arus, bahkan tenggelam. Lahan pertanian juga turut rusak, serta mencemari wilayah pesisir dan laut,” pungkasnya.
Kali Kobe Meluap, Warga Dievakuasi
Kali Kobe yang berada di Kecamatan Weda Tengah, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara meluap hingga menyebabkan banjir di Desa Lilief Waibulan pada Minggu (21/7/2024). Hal ini dipicu oleh intensitas hujan tinggi yang mengguyur wilayah Provinsi Maluku Utara sejak Sabtu (20/7/2024).
Banjir diperparah dengan adanya air pasang laut di daerah tersebut, sehingga ketinggian muka air mencapai satu meter. Kondisi ini menyebabkan BNPB setempat langsung melakukan evakuasi terhadap warga.
Melalui rilisnya, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, Ph.D menyebutkan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Halmahera Tengah masih melakukan berbagai upaya penanganan darurat berupa evakuasi warga terdampak, dan pendataan korban terdampak serta kaji cepat kerugian materil.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau masyarakat Kabupaten Halmahera Utara untuk selalu waspada akan adanya banjir susulan mengingat prakiraan cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan potensi hujan dengan intensitas ringan hingga tinggi pada Senin (22/7/20234).
Ia mengingatkan, jika terjadi hujan lebat lebih dari satu jam, warga diharap mengungsi ke tempat yang lebih aman.
“Sebagai antisipasi dampak banjir, warga dapat menyimpan dan mengamankan barang berharga seperti dokumen ataupun peralatan elektronik dengan membungkus plastik,”pungkasnya.(TS 10)
Discussion about this post