Pembalakan Liar di Hutan Aru Kian Marak, Warga: Kami Sudah Jadi Korban

15/07/2025
Kayu yang ditampung untuk siap diangkut ke Dobo, Sabtu (12/7/2025), Foto: Johan/titastory.

titastory, Kepulauan Aru – Aktivitas pembalakan liar di kawasan hutan produksi yang dikonversi (HPK) di Desa Lau-Lau, Kecamatan Pulau-Pulau Aru, Kepulauan Aru, Maluku, terus berlangsung. Warga Desa Kobraur mengeluhkan dampak lingkungan dan ekonomi yang mereka alami akibat aktivitas tersebut.

Pantauan titastory.id pada Sabtu (12/7) menunjukkan tumpukan kayu olahan berupa swalap dan papan yang siap diangkut ke Dobo. Kayu-kayu itu ditampung di sebuah lokasi yang berjarak sekitar satu kilometer dari muara Sungai Sely Mar.

Setiap hari, deru mesin gergaji terdengar dari dalam hutan, disertai suara pohon-pohon tumbang. Aktivitas ini tak hanya mengganggu habitat satwa liar, tetapi juga mempengaruhi penghidupan warga, terutama perempuan pencari kerang di pesisir Desa Kobraur.

Pohon kayu ulin/kayu besi yang baru ditebang. Foto : Johan/titastory

“Dong (mereka) tebang hutan, dong yang untung. Yang punya petuanan juga untung karena dapat uang. Sedangkan katong (kita) ibu-ibu di desa Kobraur jadi korban,” kata Leny Mangar, warga Kobraur, kepada titastory.

Menurut Leny, rusaknya hutan berdampak langsung pada siklus air di wilayah mereka. Saat hujan deras, limpasan air dari hutan yang rusak membuat kerang di pesisir mati membusuk karena tergenang lumpur.

“Kalau hujan lalu air hener, berarti katong punya hasil ini banyak yang hancur,” ujarnya.

Warga menyebut dalam satu hari terdapat dua kali pengangkutan kayu dari Sungai Sely Mar ke Dobo. Aktivitas ini, menurut mereka, sudah berlangsung sejak tahun 2020.

Keterlibatan Pemegang Izin dan Dugaan Kongkalikong

Bob Gaspers, pemilik UD Sinar Kasih, mengakui bahwa dirinya bersama Buce, pemilik UD Petra, adalah pemegang izin penebangan di kawasan hutan Desa Lau-Lau. Bob berdalih, aktivitas penebangan dilakukan di sekitar kawasan areal penggunaan lain (APL), bukan di kawasan hutan lindung.

Namun, warga Kobraur meragukan klaim tersebut. Mereka menduga adanya praktik kongkalikong antara pemilik izin dan pemilik petuanan yang menjadikan hutan adat sebagai sumber keuntungan pribadi, tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi warga lain.

Seorang pekerja asal Buano menyebut bahwa aktivitas penebangan dijalankan atas seizin Antoni Sely, warga Desa Lau-Lau yang disebut sebagai pemilik lahan. Ia menyebut kayu hasil penebangan dikirim ke Bob Gaspers di Dobo.

“Kalau katong biasa kerja dengan tuang (pemilik) lokasi, dia pu (punya) nama Antoni,” ungkapnya.

Penebangan dilakukan dengan sistem sewa mesin gergaji. Warga menduga sistem sewa ini melibatkan pihak pemegang izin sebagai penyandang dana di balik praktik tersebut.

Rel pengangkutan kayu menuju pelabuhan pengangkutan kayu ke Dobo. Foto : Johan/titastory.id

Desakan Warga untuk Penindakan Tegas

Warga Desa Kobraur mendesak pemerintah daerah dan penegak hukum agar segera turun tangan menghentikan aktivitas pembalakan liar yang telah merusak wilayah tangkap dan mata pencaharian mereka.

“Kalau bisa pemerintah lihat kami orang kecil (miskin) ini. Tolong kasih ketegasan, atau surat apa pun, pokoknya lakukan upaya agar aktivitas penebangan liar ini dihentikan. Karena kami yang rugi,” kata salah seorang warga yang enggan disebut namanya.

Sejauh ini belum ada tanggapan resmi dari pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum terkait aktivitas ini. Namun warga berharap kasus ini tidak berlarut dan menjadi bencana ekologis yang lebih besar.

Penulis : Johan Djamanmona
Editor : Christ Belseran

 

error: Content is protected !!