titastory, Ambon – Sidang perkara pembakaran dan perusakan aset milik PT Waragonda Mineral Pratama dengan terdakwa Husain Mahulauw alias Husen kembali digelar di Pengadilan Negeri Ambon, Selasa, 30 September 2025. Agenda sidang kali ini adalah pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam tuntutannya, JPU Rian Joze Lopulalan dari Kejaksaan Negeri Masohi menuntut terdakwa dengan hukuman delapan tahun penjara. Jaksa menerapkan pasal alternatif, yakni Pasal 187 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, atau Pasal 170 ayat 1 KUHP tentang perusakan bersama.

“Berdasarkan keterangan saksi, alat bukti, dan hasil pemeriksaan di persidangan, terdakwa terbukti melakukan pembakaran dan pengrusakan aset milik PT Waragonda,” ujar Rian Joze Lopulalan saat membacakan tuntutan di persidangan.
Kronologi Peristiwa
Peristiwa pembakaran terjadi pada Minggu malam, 16 Februari 2025, sekitar pukul 22.00 WIT, di kawasan pertambangan PT Waragonda Mineral Pratama di Negeri Haya, Kecamatan Tehoru, Maluku Tengah.
Menurut kesaksian Muhamad Saufa, Direktur PT Waragonda Mineral Pratama, ia tidak menyaksikan langsung peristiwa itu tetapi menerima laporan dari karyawannya. Dalam laporannya disebutkan massa dari Negeri Haya, yang dipimpin terdakwa, membakar gedung mes, kantor, gudang suku cadang, serta merusak alat berat dan kendaraan milik perusahaan.
Kesaksian lain datang dari Al Mijan Key, petugas keamanan perusahaan yang sedang bertugas malam itu. Ia mengaku melihat terdakwa menyiramkan solar dari botol air mineral besar ke bangunan perusahaan sebelum massa mulai membakar.
“Walaupun listrik padam saat kejadian, nyala api membuat saya bisa melihat jelas perbuatan terdakwa,” kata Al Mijan Key di persidangan.
Kesaksian itu dikuatkan oleh Tawakal Somalua, warga yang juga berada di lokasi saat kejadian.
Klaim dan Kerugian
PT Waragonda mengklaim tidak pernah merusak tanda sasi adat Negeri Haya maupun melakukan kegiatan yang menyebabkan abrasi di pesisir pantai Negeri Haya. Menurut saksi, abrasi sudah terjadi sebelum perusahaan beroperasi di wilayah itu.
Kerugian akibat aksi pembakaran dan perusakan diperkirakan mencapai Rp4,5 miliar, meliputi:
* Gedung mes, kantor, dan gudang suku cadang yang terbakar habis,
* Satu unit mobil dump truck, satu unit mobil Toyota milik karyawan, dan satu unit sepeda motor yang hangus,
* Serta kerusakan pada alat berat seperti excavator, loader, crane, dan forklift akibat lemparan massa.
Sejak insiden itu, PT Waragonda menghentikan operasi dan memberhentikan sebagian besar karyawannya, yang 90 persen di antaranya berasal dari Negeri Haya. Mereka yang masih bekerja hanya menerima separuh gaji.
Posisi Terdakwa
Dalam tuntutannya, JPU menegaskan bahwa Husain Mahulauw tidak dapat disebut sebagai pejuang lingkungan hidup. Ia dinilai tidak pernah berkomunikasi dengan pihak perusahaan untuk menyelesaikan masalah secara damai maupun memberi ganti rugi atas kerusakan yang terjadi.
Berdasarkan kesaksian dua saksi kunci dan alat bukti yang diajukan, JPU meyakini Husain Mahulauw bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 187 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Jaksa menuntut agar terdakwa dijatuhi hukuman 8 tahun penjara, dikurangi masa tahanan yang telah dijalani.
 
            
 
                             
                             
                             
                            