TitaStory,Ambon– Hari ini, tepatnya tanggal 10 Desember 2019, seluruh masyarakat di dunia memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional.
HAM sendiri merupakan seperangkat hak yang melekat pada diri manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME, dimana hak tersebut merupakan anugerah yang wajib dilindungi dan dihargai oleh setiap manusia guna melindungi harkat serta martabat setiap manusia.
Tentunya disetiap Benua, Negara, maupun Daerah memperingatinya dengan cara yang berbeda-beda sesuai kondisi dan masalah yang terjadi.
Tak bisa dipungkiri, Indonesia masih banyak sekali permasalahan yang terjadi berkaitan dengan HAM seperti persoalan intoleranasi, diskriminasi, dan ekstremisme dengan kekerasan yang bisa menggangu pembangunan ekonomi dan politik serta pelanggaran HAM berat dan Konflik Agraria.
Hingga detik ini, belum ada titik terang mengenai kasus Munir Said Thalib, termasuk siapa pembunuhnya. Juga para pembela HAM lainnya yang masih gelap.
Tak hanya kancah Internasional dan Nasional, ditingkat daerah pun terjadi banyak pelanggaran HAM yang belum diselelsaikan.
3 tahun 8 bulan telah berlalu, tokoh pejuang masyarakat itu telah tiada. Tiada bersama keluarga, tiada bersama AMAN Maluku, Tiada bersama masyarakat adat Maluku, dan tiada bagi pegiat kemanuasiaan.
Yohanes Balubun menghembuskan nafas terakhir setelah berjuang melawan maut di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Haulusy Ambon pada tanggal 8 April 2016.
Yohanes Yonatan Balubun, S.H., atau yang biasa dikenal dan dikenang para sahabat dengan nama Yanes Balubun atau dengan sapaan Bung Yanes, lahir di Ambon pada 8 September 1975, adalah sosok pejuang HAM dan Hak Masyarakat Adat dari Maluku yang diduga kuat telah “di-Munir-kan” pada tahun 2016.
Memulai kiprahnya sebagai pembela hak-hak dasar rakyat pada Jaringan Baileo Maluku yang juga aktif dalam mengupayakan resolusi Konflik Maluku 1999 – 2005, Yanes kemudian menjadi Koordinator Advokasi Lembaga HUMANUM dan menginisiasi pembentukan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Maluku. Yanes juga dikenal sebagai perwakilan Maluku dalam Dewan Kehutanan Nasional (DKN).
Mantan ketua AMAN Wilayah Maluku menurut catatan KomNas HAM ditengarai meninggal secara tidak wajar. Ia meninggal pukul 5 pagi pada 8 April 2016 di RSUD Dr. Haulussy, Kudamati Ambon. Yohanes sempat menjalani perawatan dalam keadaan tidak sadarkan diri setelah ditemukan warga pada Kamis dinihari sekitar pukul 01.00 hingga 01.30 WIT di kawasan Pule, Jalan Ina Tuni, Kelurahan Waihoka, Ambon.
Pembela HAM itu ditemukan warga setelah mendengar klakson panjang sepeda motor. Saat itu paha Yanes dalam posisi menekan klakson sepeda motornya di dekat selokan di kawasan kawasan Pule, Jalan Ina Tuni, Kelurahan Waihoka, Ambon. Sedangkan kepalanya mengeluarkan darah sangat banyak. Kesannya seperti ia mengalami kecelakaan lalu-lintas. Namun warga tidak melihat adanya goresan sepeda motor di aspal maupun motor miliknya, sementara banyak darah bergelimang di selokan TKP.
Dari hasil Otopsi dan Rekam Medis Almarhum, membuktikan almarhum sebelum meninggal dunia diduga dianiaya oleh orang tak dikenal dengan dipukul menggunakan benda tumpul.
Fakta penting lainnya adalah, pihak Komnas HAM mendapat bukti bahwa sebelum Yanes meninggal, saat masih hidup sekitar tiga bulan sebelumnya dia mendapat tekanan atau ancaman. Yanes merasa ada pihak-pihak yang sering mengikuti dan mengawasi aktivitasnya, sehingga membuatnya sempat tidak nyaman.
Untuk itu, Mengenang Almarhum, tak bisa dilepaskan dari sepak terjang semasa hidupnya dan perjuangannya untuk hak asasi manusia. Sejarah telah mencatat kegigihannya dalam memperjuangkan yang lemah dan hidup dalam kesederhanaan.
Yohanes Balubun sendiri telah ditetapkan sebagai Human Right Defender ( Pembela HAM ) dan juga dianugerahi sebagai Pahlawan HAM sebagai nominator karya pembangunan bidang lingkungan pada Siwalima Award 2017 oleh Pemerintah Provinsi Maluku.
Berikut merupakan sejumlah kasus yang diperjuangkan oleh Almarhum Yohanes Balubun semasa hidupnya.
- Kasus Sengketa Lahan Masyarakat Adat Tananahu dengan PTPN XIV, pihak yang menjadi korban adalah Masyarakat Adat Negeri Tananahu melawan PTPN XIV, TNI dan Polres Maluku Tengah pada tahun 2012. Kasusnya Telah ditindaklanjuti melalui Pemantauan dan Inkuiri Komnas HAM.
- Kasus Konflik Warga Desa Hila dan Desa Jerusu, Pulau Romang, Maluku Barat Daya dengan perusahaan tambang, PT. Gemala Borneo Utama (GBU). Pihak yang menjadi korban adalah Masyarakat Adat Pulau Romang melawan PT. Gemala Borneo Utama, Pemkab MBD, Polres MTB dan Pemda Provinsi Maluku Tahun 2012. Kasusnya Telah ditindaklanjuti melalui Pemantauan dan Inkuiri Komnas HAM.
- Kasus Sengketa Tapal Batas antara Negeri Adat Haria dan Negeri Porto, Pulau Saparua. Pihak yang menjadi korban adalah Masyarakat Adat Haria dan Porto melawan sebagian Masyarakat Adat Haria, Porto, TNI, Polsek Saparua, Brimob Polda Maluku, Pemkab dan Pemda Maluku pada 26 Maret 2013. Kasus ini Telah ditindaklanjuti melalui Pemantauan dan mediasi Komnas HAM.
- Kasus Sengketa wilayah petuanan Pesisir Masyarakat Adat Paperu dengan PT. Maluku Diving Tourism. Pihak yang menjadi korban Masyarakat Adat Negeri Paperu melawan PT. Maluku Diving Tourism, Polsek Pulau Haruku dan Pemkab Maluku Tengah pada 23 Oktober 2013. Kasusnya Telah ditindaklanjuti melalui Pemantauan dan Inkuiri Komnas HAM.
- Kasus Pemaksaan dan Intimidasi saat Pemasangan meteran Prabayar oleh Zibang Kodam XVI/Pattimura dan PLN di Kompleks OSM. Pihak yang menjadi korban 97 KK Warga Sipil di Asrama Kompleks OSM. Pihak yang dilawan adalah Kodam XVI Pattimura dan PT. PLN Persero Areal Ambon pada tanggal 08 Apr 2015. Kasusnya Telah ditindaklanjuti melalui surat Rekomendasi oleh Komnas HAM ke Gubernur Maluku, Pangdam XVI/ Pattimura di Ambon dan Maneger PT. PLN PERSERO Areal Ambon.
- Kasus Perlindungan hak asasi manusia – masyarakat adat di Kabupaten Kepulauan Aru terkait dengan investasi perkebunan tebu oleh PT. Menara Group. Yang menjadi korban adalah Masyarakat Adat Kepulauan Aru melawan PT. Menara Group, Polres Kep. Aru dan Pemkab Kepulauan Aru pada 23 Oktober 2013. Kasusnya Telah ditindaklanjuti melalui Pemantauan dan Inkuiri Komnas HAM.
- Kasus Sengketa lahan antar Masyarakat Adat Noaulu dan PT. Bintang Lima Makmur antara pihak korban adalah Masyarakat Adat Noaulu, Maluku Tengah melawan PT. Bintang Lima Makmur, Pemkab dan Negeri Sepa pada 01 November 2015. Kasusnya Masih menunggu Laporan Pengaduan berdasarkan Advokasi oleh Aman Wilayah Maluku.
- Kasus Sengketa Dusun Dati Air Mata Desa Tawiri antara pihak korban adalah pemilik lahan Johana Rachel Soplanit melawan LANTAMAL IX Ambon, BPN Provinsi Maluku dan Gubernur Maluku pada 1 desember 2015. Kasusnya Telah ditindak lanjuti melalui Surat rekomendasi ke Komendan Lantamal IX-Ambon dan BPN Provinsi Maluku.
- Kasus Perkembangan kasus Dugaan Tindak Pidana Penipuan Dan Penggelapan dengan korban Sulra Suyanthe Alias Sura melawan Polres Pulau Ambon dan P.P. Lease pada 14 Desember 2015. Kasusnya Telah ditindak lanjuti melalui Surat rekomendasi ke Polres Pulau Ambon dan P.P. Lease.
- Lanjutan Sengketa Lahan OSM, dengan korban 97 KK Warga Sipil melawan Kodam XVI Pattimura dan Pemda Provinsi Maluku pada tanggal 5 april 2016. Kasusnya Telah ditindak lanjuti melalui Surat rekomendasi ke DPRD, Gubernur Maluku dan Kodam XIV Pattimura.
Namun Sumber-sumber lain menyebutkan dari Sepuluh Kasus yang ditangani oleh Almarhum, 2 kasus yang dianggap memberatkan dan selalu ada ancaman dari berbagai pihak diantarannya kasus Sengketa lahan antar Masyarakat Adat Noaulu dan PT. Bintang Lima Makmur dan Sengketa Dusun Dati Air Mata Desa Tawiri. Kedua kasus ini selama almarhum menanngani selalu mendapat ancaman yang sangat serius. ( terlampir dari wawncara setiap saksi motif dan ancaman). (TS-01)
Tulisan ini sebelumnya sudah terbit pada media tabaos.id tanggal 10 Desember 2019
Discussion about this post