PB PMII Desak Pemerintah Bongkar Pagar Laut Ilegal di Tangerang

13/01/2025
Jejeran bambu yang ditanam layaknya pagar di Pesisir Laut, Tangerang, Banten. Foto : Ist

titastory, Jakarta – Keberadaan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, memicu kontroversi dan protes luas dari berbagai elemen masyarakat.

Struktur bambu yang berdiri tanpa izin tersebut menimbulkan persoalan serius dari segi sosial, ekonomi, dan lingkungan, terutama bagi komunitas nelayan tradisional yang bergantung pada wilayah pesisir untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) melalui Ketua Bidang Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat, Arafat menegaskan bahwa pemasangan pagar laut tidak hanya melanggar hak asasi masyarakat pesisir, tetapi juga bertentangan dengan prinsip keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.

Pagar Laut,  jejeran babu di Pantai Tengerang, Banten. Foto : Ist

Kasus ini menunjukkan pentingnya penguatan pengawasan ruang laut untuk mencegah konflik kepentingan di wilayah pesisir.

Menurut dia, diperlukan langkah tegas dan kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait agar hak-hak masyarakat pesisir terlindungi sehingga keberlanjutan ekosistem laut tetap terjaga.

Secara hukum perkara ini secara sah melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Aturan tersebut mengharuskan setiap aktivitas pemanfaatan ruang laut mendapatkan izin resmi dari pemerintah serta mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan.

Arafat, Ketua Bidang Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat, Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII). (Foto: Istimewa)

“Namun, hingga saat ini, pemerintah belum mengidentifikasi pelaku di balik pemasangan pagar laut ini,” tegasnya.

Sementera itu, dari perspektif sosial, pemasangan pagar laut menciptakan ketimpangan struktural yang memarginalkan akses nelayan kecil terhadap sumber daya laut.

Ketua Ombudsman RI Perwakilan Banten sebelumnya telah menyatakan bahwa, pagar ini menutup jalur utama nelayan menuju lokasi tangkap ikan dan mengancam keberlangsungan mata pencaharian ribuan keluarga pesisir.

Dengan sulitnya akses ke perairan yang menjadi sumber tangkapan, hasil produksi ikan menurun bakal mempengaruhi roda perekonomian lokal, termasuk pasar ikan dan aktivitas perdagangan lainnya.

“Secara ekonomi, pemasangan pagar berdampak langsung pada pendapatan nelayan,” ungkapnya.

Sementara dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas tersebut tak kalah serius menjadi perhatian, diantaranya, struktur bambu yang tertanam di dasar laut berpotensi mengubah pola arus laut, merusak habitat ikan, dan mengganggu ekosistem mangrove serta terumbu karang yang menjadi penopang keanekaragaman hayati pesisir.

“Kajian lingkungan yang mendalam diperlukan untuk mengevaluasi sejauh mana kerusakan ekosistem terjadi akibat pagar tersebut,” tuturnya.

Dengan berbagai dampak yang telah terjadi, polemik pagar laut ini menjadi pengingat pentingnya kebijakan pengelolaan wilayah pesisir yang adil, transparan, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.

Karena hal itu, PB PMII mendesak pemerintah khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk segera membongkar pagar laut ilegal tersebut dan memastikan akses masyarakat pesisir dipulihkan.

Mereka juga mendesak aparat penegak hukum mengusut tuntas pihak-pihak yang terlibat dalam pemasangan pagar laut dan memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,

Selain itu, pemerintah diminta untuk meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas ilegal di wilayah pesisir dan laut agar kejadian serupa tidak terulang.

Penulis : Edison Waas
error: Content is protected !!