Panggung Bebas: Seni dan Sastra Bangun Kesadaran Jati Diri Maluku

08/10/2025

Ambon, – Panggung Bebas yang digagas Komunitas Kalesang Maluku lahir sebagai respons atas derasnya arus modernisasi dan pergeseran nilai-nilai lokal. Gerakan ini menjadikan seni dan sastra bukan sekadar hiburan, melainkan medium untuk membangkitkan kesadaran sosial dan menjaga jati diri Maluku.

Koordinator Komunitas Kalesang Maluku, Vigel Faubun, menjelaskan kepada Titastory.id, Rabu, 8 Oktober 2025, bahwa Panggung Bebas berpegang pada prinsip kebebasan berekspresi rakyat dan pentingnya membangun dialog secara damai.

“Kegiatan ini berpegang pada prinsip bahwa suara rakyat tidak boleh dibungkam, dan dialog harus dibangun secara damai,” kata Vigel.

Keterangan gambar: Koordinator Komunitas Kalesang Maluku, Vigel Faubun, Foto: Ist

Panggung Bebas yang digelar pada Selasa, 7 Oktober 2025, di Kota Ambon, mengusung tema “Jaga Maluku Muka Blakang”. Tema ini, menurut Vigel, adalah ajakan untuk menoleh kembali ke akar budaya dan sejarah Maluku dalam menghadapi tantangan zaman.

 

Lima Pilar Gerakan:

Dalam panggung bebas ini, Komunitas Kalesang Maluku juga menetapkan lima pilar strategis sebagai arah Gerakan, diantaranya:

  1. Menghidupkan Kembali Budaya Lokal
    Menjaga dan melestarikan budaya Maluku di tengah derasnya arus modernisasi.
  2. Ruang Aspirasi Damai
    Menyediakan ruang terbuka bagi masyarakat menyampaikan aspirasi melalui seni, musik, dan sastra.
  3. Penguatan Identitas Generasi Muda
    Mendorong generasi muda mencintai budaya Maluku agar tidak tercerabut dari akar identitasnya.
  4. Menumbuhkan Kebersamaan
    Membangun semangat solidaritas lintas komunitas, gereja, dan masyarakat umum dalam menjaga tanah dan lingkungan Maluku.
  5. Literasi Budaya dan Sosial
    Menjadikan seni, musik, dan orasi sebagai sarana memperkuat kesadaran dan kepedulian publik.

 

Kritik yang Damai, Identitas Terjaga

Vigel menegaskan, Panggung Bebas bukan wadah perlawanan, melainkan medium untuk mengingatkan dan menyatukan masyarakat Maluku.

“Gerakan ini membuktikan bahwa seni dan sastra dapat menjadi alat yang efektif dan damai untuk memperjuangkan kesadaran sosial dan kelestarian budaya di Maluku,” ujarnya.

Menurutnya, panggung ini juga menjadi ruang berekspresi bagi seniman jalanan dan suara rakyat untuk menyampaikan kritik secara santun kepada pemerintah, sekaligus membangun budaya dialog yang jujur dan saling mendengarkan.

Panggung Bebas menjadi wujud nyata bahwa seni dan sastra bukan sekadar hiburan, melainkan jembatan untuk menjaga jati diri Maluku di tengah gelombang perubahan zaman.

error: Content is protected !!