Sugapa, Intan Jaya — Suara tembakan kembali pecah di langit Intan Jaya, Papua Tengah. Empat warga sipil dilaporkan meninggal dunia dalam operasi militer yang digelar aparat keamanan di Kampung Zoambili, wilayah Ndogi, Distrik Sugapa, pada Jumat, 7 November 2025.
Kematian itu menambah panjang daftar korban konflik bersenjata di wilayah yang sejak lama dilanda kekerasan antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata TPNPB-OPM.
Operasi Berdasarkan SK Bupati
Operasi ini dipimpin oleh Komandan Operasi Habema dan disebut berlandaskan Surat Keputusan (SK) Bupati Intan Jaya yang ditandatangani Aner Maiseni bersama Elias Igapa pada 14 Maret 2025.
SK tersebut memberi dasar hukum pelaksanaan “operasi militer sementara” di sejumlah distrik, termasuk Hitadipa dan Sugapa.
Namun kebijakan itu justru dinilai memperburuk situasi keamanan dan memperpanjang penderitaan masyarakat sipil.

Dampak Kemanusiaan Sejak Operasi Dimulai
Data lapangan yang dihimpun berbagai sumber mencatat korban terus berjatuhan sejak operasi dimulai awal November.
- Kampung Zoambili, Distrik Sugapa (7 November 2025): Empat warga sipil meninggal dunia.
- Kampung Sugapa Lama, Distrik Hitadipa: Tujuh orang tewas—empat di antaranya anggota TPNPB-OPM dan tiga lainnya warga sipil—sementara dua warga mengalami luka tembak.
- Kampung Soagama: Sebelas orang dilaporkan terdampak, terdiri dari tiga warga sipil dan tujuh anggota TPNPB-OPM yang menjadi korban.
Sejak awal November, sedikitnya 39 orang dilaporkan tewas akibat serangkaian operasi militer di Intan Jaya, termasuk dari kalangan non-kombatan.
Desakan Cabut SK Operasi
Meluasnya kekerasan membuat masyarakat setempat mendesak Bupati Aner Maiseni segera mencabut SK operasi militer tersebut.
Mereka menilai kebijakan itu gagal memulihkan keamanan, justru memperparah ketegangan antara warga dan aparat.
“Operasi ini bukan membawa damai, tapi menambah duka. Korban terbanyak justru rakyat biasa,” tulis sebuah pernyataan warga yang beredar di media sosial lokal.

Sikap Bupati Aner Maiseni
Sebelum insiden di Zoambili, Bupati Aner Maiseni pernah mengecam kekerasan bersenjata yang menewaskan warga sipil pada 28 Oktober 2025.
Ia menyerukan semua pihak untuk menghentikan kekerasan.
“Hentikan semua kekerasan terhadap rakyat. Jangan jadikan rakyat sebagai korban. Kalau kalian berjuang, jangan bunuh saudara sendiri,” ujarnya kala itu.
Bupati juga menyampaikan penyesalan atas pola penegakan hukum yang dianggap tidak humanis dan meminta aparat menegakkan hukum secara beradab, adil, dan berperikemanusiaan.
Operasi Habema dan Klaim Keamanan
Hingga kini, Satgas Komando Operasi (Koops) Habema masih melanjutkan operasi di sejumlah titik.
Pihak TNI mengklaim telah berhasil “mengamankan” beberapa lokasi yang sebelumnya disebut markas kelompok bersenjata, termasuk Kampung Soanggama, pada 15–17 Oktober 2025.
Dalam rilis resmi, TNI menyebut situasi di wilayah tersebut kini “aman dan kondusif”.
Namun di lapangan, laporan warga dan kelompok masyarakat sipil menunjukkan perbedaan mencolok dalam klaim jumlah korban.
Versi aparat menyebut korban sipil minim, sementara laporan komunitas lokal dan gereja menegaskan banyak warga yang turut menjadi korban, termasuk perempuan dan anak-anak yang mengungsi ke hutan.
Kematian empat warga di Zoambili mempertegas bahwa kekerasan bersenjata di Intan Jaya belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Seruan masyarakat agar pemerintah meninjau ulang pendekatan militer di Papua kembali menggema, terutama terhadap keputusan daerah yang menjadi dasar legitimasi operasi.
“Selama operasi dijalankan dengan senjata, bukan dialog, maka rakyat sipil akan terus menjadi korban,” tulis salah satu tokoh gereja di Intan Jaya dalam pesan di media sosial.
