titastory id, ternate –Tindakan tak terpuji ditunjukkan sejumlah oknum anggota polisi yang ditugaskan di Polda Maluku Utara. Mereka diduga sengaja menghalang – halangi kerja jurnalis untuk melakukan liputan di Pengadilan Negeri Ternate terkait sidang lanjutan kasus dugaan suap dan gratifikasi mantan gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba (AGK)
yang digelar, Kamis,( 25/7 2024).
Sidang tersebut menghadirkan saksi, Eliya Gabrina Bachmid, yang adalah istri Wakil Direktur Polairud Polda Malut, AKBP Eddy Daulay dan kakaknya, Olivia Bachmid, istri dari tersangka gratifikasi Muhaimin Syarif. Keduanya dihadirkan oleh JPU KPK untuk memberikan keterangan di Pengadilan.
Peristiwa ini terjadi saat sejumlah wartawan mencoba mengambil foto saksi Eliya Gabrina Bachmid dan Olivia Bachmid yang keluar dari ruang persidangan.
Namun upaya para jurnalis yang sedang mencoba mengambil dokumentasi kedua saksi sebagai bagian dari kerja peliputan, dihalang-halangi oleh beberapa oknum polisi berpakaian preman, yang berdinas di Polairud Polda Malut.
Dalam insiden ini, bahkan ada pula oknum polisi yang mencoba merampas ponsel wartawan yang mengambil gambar saksi, hingga ponsel terjatuh.
Tidak sampai di situ, ibu bhayangkari ini juga sempat menyiram air ke arah jurnalis. Perlakuan Eliya dan “pengawalnya, ke para pemburu berita ini pun lantas dilaporkan para awak media yang tergabung dalam Komunitas Jurnalis Liputan Hukum dan Kriminal ke Polda Maluku Utara.
Ketua Komunitas Jurnalis Liputan Hukum dan Kriminal Malut, Yasim Mujair kepada awak media menegaskan, perbuatan para oknum Polairud sangat disayangkan, apalagi pers adalah mitra polisi.
“Atas kejadian ini, kami meminta Kapolda Maluku Utara segera mencopot Wadir Polairud, yang diduga sengaja memerintahkan anak buahnya untuk menghalangi wartawan di lokasi persidangan,” ucapnya.
Kejadian ini mendapat respons dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang sedang berada di Kota Ternate bersama Human Right Working Group (HRWG) dalam rangka melakukan sosialisasi kertas polisi (poice paper) ke pimpinan dan anggota Polisi di Maluku Utara.
“Kebetulan hari ini, Tim Kompolnas berada di Ternate bersama HRWG ada di Maluku Utara untuk agenda sosialisasi policy paper ke pimpinan dan anggota kepolisian tentang Perlindungan Hukum untuk Jurnalis dan Kebebasan Pers dari Kekerasan. Dan sudah ditanyakan soal keluhan jurnalis di Maluku Utara, “ jelas Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, Jumat (26/07/2024).
Poengky sebut, tindakan kekerasan berlebihan yang diduga dilakukan oleh oknum polisi yang menghalangi tugas jurnalis dalam mengambil gambar saksi di Pengadilan usai memberikan keterangan, bahkan sempat merampas ponsel salah satu jurnalis dan saksi EB sempat menyiramkan air ke salah satu jurnalis adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan.
“Kompolnas telah mendapatkan konfirmasi dari Kabid Humas Polda Maluku Utara bahwa Polda telah memanggil dan memeriksa anggota kepolisian, yang diduga menghalangi kerja jurnalis. Sehingga masalah ini harus akan diproses sesuai kode etik kepolisian,” katanya.
Indarti juga mendorong agar EB sosok Ibu Bhayangkari dan suaminya yang adalah anggota Polri untuk turut diperiksa.
“Jadi, selain mengusut dugaan kekerasan terhadap jurnalis, kami juga menyoroti dugaan keterlibatan saksi EB dalam kasus AGK. Kompolnas berharap tindakan tegas dari Polda Maluku Utara dapat memberikan efek jera sehingga kejadian serupa tidak terulang di masa depan,” jelasnya.
Aliansi Jurnalis Independen Maluku Utara, Ikram Salim, menegaskan, Indonesia merupakan negara Demokrasi yang menjamin kemerdekaan pers sebagaimana dengan amanat Pasal 28f UUD 1945 dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Tindakan penghalangan kerja jurnalistik jelas-jelas bertentangan dengan semangat demokrasi dan kemerdekaan pers,” tegasnya.
Ia menyampaikan, tindakan Polisi dan pejabat dengan mengusir serta intimidasi secara verbal merupakan tindakan merusak citra demokrasi Indonesia khususnya pada perlindungan dan jaminan ruang aman untuk jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Lanjutnya, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran UU Pers Pasal 18 ayat (1). Dimana, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 5 ratus juta.
“AJI Mengecam tindakan intimidasi dan penghalang-halangan kerja jurnalistik berupa tidak memberikan akses untuk meliput atau mewawancarai narasumber kasus korupsi anggaran negara yang bersumber dari pajak rakyat,” tekannya.
Selain itu, dia juga meminta agar semua pihak dapat menghormati dan memberikan perlindungan hukum terhadap Jurnalis yang melaksanakan tugas profesinya berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Jurnalis memiliki hak dan mendapatkan perlindungan hukum dalam hal sedang menjalankan fungsi, hak, kewajiban dan perannya yang dijamin Pasal 8 UU Pers. Perlindungan hukum itu dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.
“AJI juga mendesak semua pihak termasuk pemerintah berhenti menghalang-halangi dan membatasi pertanyaan jurnalis yang berujung menghambat hak publik untuk mendapat informasi terutama kasus korupsi yang terjadi di Maluku Utara,” cetusnya.
“AJI mendesak Kapolda Malut mengambil langkah hukum memproses semua anggota Polisi yang terlibat dalam upaya menghalangi jurnalis saat meliput di PN Ternate,” pungkasnya. (TS 10)
Discussion about this post