titastory.id, ambon – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), masih menemukan berbagai persoalan yang menimpa perempuan adat di Maluku.
Hal ini terlihat dari administrasi kependudukan, dimana hak kebebasan menyakini sebuah tuntutan spiritual leluhur belum diberikan oleh negara.
Terbukti, perempuan dan secara luas masyarakat adat di Maluku, seperi suku Naulu yang berada di pulau Seram, digiring untuk menganut agama tertentu. Ini tentunya merupakan sebuah pemaksaan, bagaimana hak kebebasan menyakini sebuah agama sebagai hak mendasar dihambat.
“Hal itu terjadi karena pemaksaan dari politik identitas yang masih ada negeri ini,”ungkap Komisioner Komnas Perempuan, Dewi Kanti kepada wartawan usai konferensi internasional tentang demokrasi keseharian kalangan warga rentan, dalam The International Conference and Consolidation on Indigenous Religions (ICIR) ke-6 2024. Kegiatan ini berlangsung di Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Ambon, Rabu (23/10/2024).
Dikatakan, administrasi kependudukan yang digiring untuk menjadi agama tertentu, berdampak kepada hak-hak sipil. Misalnya KTP, berkembang menjadi perkawinan adat yang tidak tercatat, kemudian status hukum dari anak-anak adat menjadi tidak terlegitimasi.
“Hal ini membuktikan, negara ini masih melihat sebelah mata, bagaimana subjek masyarakat adat, subjek hukum, karena legal standingnya tidak diberikan oleh negara “ungkapnya.
Belum lagi Hak Ulayat, aset-aset dari komunalitas masyarakat adat yang tidak bisa diberikan, sehingga harus di daftarkan pada negara. Padahal masyarakat adat sudah ada sebelum negara terbentuk.
“Ini pola pikir birokratis yang sangat melanjutkan rezim administratif. Sehingga menghambat hak konstitusional masyarakat adat, yang harus dilindungi dan dipastikan oleh negara,”tegasnya.
Sebagai tindak lanjut, Komnas Perempuan terus mendorong bagaimana upaya-upaya prespektif para pengambil keputusan clear pada konstitusi, yang sudah menjamin masyarakat adat.
Pihaknya juga akan melakukan dialog dengan kementerian lembaga untuk bisa memberikan prespektif terkait pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM), terutama hak asasi perempuan yang tidak bisa dianggap sebelah mata. Perempuan sejatinya merupakan guru bangsa, sebagai pemegang pengetahuan peradaban Indonesia, dan menjadi perawat keteladanan bagi keluarga.
Komnas Perempuan juga membutuhkan dukungan lintas jaringan masyarakat sipil, untuk mendorong dan mengingatkan terus bangsa ini, agar tidak lupa pada akar kebudayaan. Bahwa masyarakat adat adalah pembentuk identitas jati diri bangsa ini.
“Ketika masyarakat adat tercerabut secara sistemik, terstruktur dan masif melalui sistem, maka hancurlah identitas bangsa ini,”pungkasnya.(TS-11)
Discussion about this post