titastory.id, seram timur – Gelombang dan angin kencang masih melanda perairan di sebagian wilayah di Maluku. Ganasnya gelombang tinggi dan angin kencang menyebabkan nelayan lokal di Pulau Gorom sulit untuk melaut.
Lain halnya dengan Darmin Ena (39), lelaki asal Desa Suwakul, Pulau gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur nekat melaut mesti cuaca tidak bersahabat.
Sore itu, ditepi pantai langit tampak cerah, terdengar gemuruh angin yang berhembus dari arah timur. Dedaunan pohon mangrove ikut berjatuhan. Tepat dibelakang rumahnya, Darmin sedang sibuk membereskan alat pancingnya. Hari itu, darmain libur melaut karena menghormati perayaan HUT kemerdekaan RI yang ke -79.
“Musim angin timur memang cuaca ekstrim hanya nelayan punya keberanian yang bisa melaut,” ucapnya dengan senyum.
Biasanya, di bulan Agustus terjadi peralihan angin barat ke angin timur. Pengaruh iklim seperti angin kencang dan gelombang tinggi jadi penyebabnya. Cuaca buruk membuat nelayan jarang melaut, sehingga penghasilan mereka ikut menurun drastis di musim ini.
“Separuh teman-teman berhenti melaut. Sedangkan saya tetap melaut karena demi kebutuhan hidup,” singkat Darmin sambil menggerakan tangan menggulung senar alat pancingnya di tepi pantai, Sabtu (17/8/2024).
Meski cuaca tidak bersahabat, Darmin rela menerjang ombak demi kebutuhan hidup sehari-hari. Ikan hasil tangkapan dijual per harinya ia bisa meraup Rp 300 ribu. Namun pengaruh cuaca ekstrim menyebabkan penghasilan Darmin menurun.
Namun harga itu tak sebanding dengan modal yang ia keluarkan, hanya cukup untuk membeli bahan bakar minyak.
“Biasanya sekali pergi mancing bisa dapat dua ratus sampai tiga ratus ribu bahkan lebih, itu kalau cuaca bagus. Kalau sekarang hanya bisa dapat modal beli minyak,”. tuturnya.
Menurutnya, kondisi kehidupan masyarakat pesisir dan nelayan di daerah itu tidak mendapat perhatian dari pemerintah.
Pemerintah daerah setempat, kata dia, pernah berencana memberikan bantuan perahu jenis fiber dan peralatan pancing namun sampai sekarang tak kunjung terealisasi.
“Waktu itu sudah lama, dari kementrian datang foto ambil gambar katanya untuk dapat bantuan fiber dan alat pancing tapi sampai sekarang tidak muncul,” ungkapnya.
Berbagai macam persoalan mulai dari akses bantuan bagi nelayan di pulau kecil hingga sulitnya bahan bakar yang menjadi kendala bagi nelayan kecil untuk melaut.
Rata-rata nelayan di daerah itu tidak menikmati BBM subsidi dari pemerintah yang diperuntukan khusus untuk nelayan. Mereka hanya membeli eceran dengan harga yang bervariasi Rp 15 ribu sampai Rp 18 ribu per liter.
“Disini tidak ada minyak murah untuk nelayan kalau di daerah lain ada. Kami hanya dapat dipedagang eceran kalau pertileit 15 ribu dan pertamax 18 ribu per liter,” katanya.
Nasib nelayan masih menjadi salah satu permasalahan serius di tanah air, slogan negara maritim hanya menjadi simbol bagi negara. Mayoritas masyarakat yang tinggal di pesisir mempunyai profesi sebagai nelayan tapi mereka masih termarginalkan, jauh dari kata sejahtera.
“Kesejateraan nelayan dan masyarakat pesisir sudah saatnya merdeka. Asalkan pemerintah mau serius memperhatikan nasib kami,” tutupnya.
(TS-07)
Discussion about this post