Momentum Sidang KPAT ke 13, Jemaah Rutong Tonjolkan Dekorasi Berbahan Pohon Sagu

02/03/2025
Pose Tim Media Center KPAT dengan desain "Goti" di acara Sidang Klasis Pulau Ambon Timur di Dalam Gedung Gerja Jemaah GPM Rutung, Negeri, Rutung, Letisel, Kota Ambon.Foto : Ed

titastory, Ambon – Perhelatan Sidang Klasis Pulau Ambon Timur (KPAT) ke 13 tahun 2025 di jemaah GPM Rutung tonjolkan dekorasi “Goti”, sebutan untuk tempat mengelola hasil dari pohon sagu.

Ketua Panitia, Sidang Klasis Pulau Ambon Timur (KPAT) Patrick Moenandar, disela-sela persidangan tingkat klasis lingkup GPM tersebut menekankan bahwa, pemakaian “Goti” bukan tanpa alasan. Pasalnya, gereja harus konsisten dalam memainkan peran untuk pengembangan pangan lokal. Sebab, peran aktif gereja akan berdampak besar pada ketahanan ekonomi umat dan masyarakat dari sisi pemerintahan.

“ Harus tetap konsisten, bahwa isu perubahan iklim tentunya tak terlepas dari usaha bersama dalam kaitan dengan ketahanan pangan. Sehingga pangan lokal itu menjadi salah satu potensi yang akan memberikan daya dukung pada peningkatan ekonomi umat yang juga adalah masyarakat,” kata Patrick pada agenda Sidang KPAT yang dilangsungkan di Negeri Rutong, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon, Minggu (02/03).

Patrick Moenandar, Ketua Panitia Sidang KPAT ke 13 Tahun 2015. Foto : Ed

Dia bilang, sagu merupakan identitas Negeri Rutong, termasuk “Goti” yang sengaja ditonjolkan dalam ibadah adalah sebuah pesan, bahwa potensi pangan lokal harus ditonjolkan dan dikelola untuk pemenuhan ekonomi umat.

“Prinsipnya sebagai tuan rumah pelaksana, tugas pokok panitia adalah memfasilitasi kegiatan persidangan ke 13 di jemaah Rutong. Namun ada pesan yang ingin disampaikan bahwa potensi 30 jemaah dalam lingkup pelayanan klasis itu mesti dikembangkan,” katanya.

Dia berpendapat, jika setiap jemaah, desa atau negeri memiliki potensi yang telah disiapkan oleh alam, ketika dikelola dengan baik dan gereja turut memberikan dorongan baik materi non materi maka akan berdampak pada ketersediaan pangan serta perubahan ekonomi. Sehingga gejolak perubahan iklim dan pemanasan global dapat diimbangi.

“Analisis perubahan iklim mengharuskan kita untuk dapat menyesuaikan diri. Karena perubahan iklim mau tidak mau akan berdampak pada ketahanan pangan. Pola kita sudah harus berubah dari biasanya. Potensi pangan lokal yang ada di hutan, laut yang selama ini dibiarkan tertidur saatnya dikembangkan,“ tuturnya.

Penulis : Edison Waas
Editor : Khairiyah
error: Content is protected !!