Miris!! Berjuang Untuk Lingkungan Hidup, 11 Penjaga Hutan Adat Maba Sangaji Dijadikan Tersangka, Trend Asia: Putusan PN Soasio Melegitimasi Kriminalisasi Warga Adat

16/06/2025
Warga Maba Sangaji yang ditahan Polisi karena melakukan aksi protes terhadap aktivitas perusahan tambang nikel di wilayah hutan adat dan Sungai Sangaji yang dirusak perusahaan PT Position. Foto: Istimewa

titastory, Tidore – Putusan Pengadilan Negeri (PN) Soasio, Tidore Kepulauan Maluku Utara, telah menetapkan 11 warga Maba Sangaji—yang protes terhadap tambang PT  Position—resmi berstatus tersangka setelah prapradilan digelar pada 16 Juni 2025. Meski prosedur penangkapan dalam tiga dari lima perkara dinyatakan tidak sah, hakim tetap mempertahankan status tersangka, sementara satu perkara lagi ditolak karena dinilai berada di luar yurisdiksi PN Soasio. Akibatnya, kesebelas warga ini tetap dapat dipenjara—bahkan meski proses praperadilan mengecam langkah polisi.

Arko  Tarigan, Juru Kampanye Mineral Kritis dari Trend Asia, menyebut keputusan ini sebagai “SLAPP” (Strategic Lawsuit Against Public Participation) karena diduga sengaja membungkam warga yang memperjuangkan lingkungan dan hak adat. Arko mengutip UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 66, yang menyatakan bahwa “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”

11 orang warga Maba Sangaji yang ditetapkan tersangka karena dianggap melakukan aksi protes terhadap aktivitas perusahan tambang nikel di wilayah hutan adat dan Sungai Sangaji yang dirusak perusahaan PT Position. Foto akun facebook @Bibilly Kolektif

Sementara itu, Wetub Toatubun dari YLBHI menilai putusan hakim sarat kontradiksi. “Satu hakim mengatakan PN Soasio tidak berwenang, tapi hakim lain sebaliknya,” ujarnya, menyoroti ambiguitas putusan terkait wewenang pengadilan terhadap perkara ini, padahal Maba Sangaji masuk wilayah hukum PN Soasio.

Trend Asia mencatat bahwa penetapan tersangka berasal dari pendakwaan dengan pasal-pasal berat: UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951, UU Minerba, dan KUHP—walau warga menegaskan tindakan mereka murni untuk menjaga hutan dan air adat dari eksploitasi perusahaan nikel yang beroperasi tanpa izin dan tanpa musyawarah dengan masyarakat adat.

Hasil putusan ini memberi preseden berbahaya terhadap kriminalisasi masyarakat adat yang mempertahankan wilayah dan lingkungan hidup mereka. Arko Tarigan menegaskan, “ini membungkam hak masyarakat adat.” Putusan sarat ambiguitas ini, menurut YLBHI, seharusnya mendorong hakim membatalkan semua status tersangka, bukan menguatkannya.

Aksi protes di depan pengadilan Soasio Tidore dari gabungan mahasiswa di Maluku Utara untuk menuntut hakim Pengadilan untuk membebaskan 11 orang warga adat yang ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Foto: Akun Facebook @SukranSKiye

Aksi protes di Maba Sangaji telah berlangsung sejak akhir 2024, menyusul kegiatan PT Position yang dinilai ilegal dan tidak transparan. Masyarakat mempertanyakan izin pengeksploitasian nikel tanpa persetujuan desa adat. Penahanan dan status tersangka kini membayangi 11 warga yang hanya berusaha mempertahankan lingkungan hidup dan budaya mereka.

Putusan PN Soasio melegitimasi status tersangka bagi warga Maba Sangaji meskipun banyak aspek hukum patut dipertanyakan dan berpotensi digunakan sebagai alat untuk meredam perlawanan masyarakat adat. Proses hukum ini tak hanya menimbulkan ketidakadilan, tetapi juga menegaskan ketegangan antara kepentingan investasi ekstraktif dan hak-hak dasar adat.

error: Content is protected !!