titastory.id,- MESS Honai Mahasiswa Papua di Kawasan Blok IV BTN Wayame, Desa Wayame, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, di Serbu dan digeruduk oleh aparat TNI-Polri serta masyarakat sekitar, sejak senin (30/11/2020) malam.
Situasi memanas, setelah aparat TNI-Polri dibantu RT dan masyarakat kawasan blok IV RT 011 RW 06 Desa Wayame mencoba menerobos masuk ke dalam mess Honai milik mahasiswa Papua.
Awalnya, Sekretaris Desa, Ketua Rukun Tetangga (RT), Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pattimura dan warga RT 06 bersama aparat TNI dan Polri mendatangi asrama mahasiswa di Jalan Putuhena Kota Ambon Maluku pada pukul 10.15 WIT.
Saat itu, warga melihat mahasiswa Papua mulai berkumpul di asrama menjelang pergantian hari 1 Desember2020.
“Mereka memaksa untuk masuk, katanya mau memeriksa warga baru di kompleks. Katanya ada seseorang yang dicurigai masuk ke mess kami,” kata Natan seorang mahasiswa Papua.
Karena terus memaksa, mahasiswa sempat adu mulut dengan warga. Bahkan aparat TNI-Polri yang berada di dalam sekiretariat sempat di usir mahasiswa.
Warga yang bertemu mahasiswa Papua sempat bersitegang karena mahasiswa menilai warga tak bersikap sopan saat hendak datang bertamu. Warga yang datang langsung mendobrak pintu pagar dan pintu asrama sehingga terjadi perang mulut antara mahasiswa dan warga.
“Setelah perang mulut akhirnya warga dan TNI-Polri meninggalkan sekretariat kami, namun mereka masih berada di depan. Meski begitu sempat ada kata-kata kotor dan ancaman dari mereka” tutur Ia.
Mahasiswa meminta warga segera meninggalkan asrama karena waktu sudah larut malam dan bukan lagi jam untuk bertamu. Warga pun keluar dan berkumpul di depan asrama.
“ Awalnya kami kira sudah selesai, namun kami melihat masa mulai bertambah banyak dan memenuhi depan sekretariat kami,” cerita Natan.
Empat jam kemudian sambungnya, warga melakukan penyerangan asrama Papua dengan menggunakan batu pada pukul 03.00 dini hari WIT.
“kami sendiri ketakutan dan menahan diri. Kami sempat padamkan lampu. Sementara kondisi di sekitar asrama masih dijaga aparat kepolisian dan TNI dan warga,” terangnya.
Atas penyerangan yang dilakukan oleh orang tak dikenal itu, sejumlah fasilitas berupa kursi yang berada di teras sekretariat rusak. “ada barang yang dirusak, yakni kursi. Selain itu, mungkin mereka melampar batu, tapi diatas atap senk,”katanya.
Arbi, seorang mahasiswa yang berada di dalam sekretariat mengaku penyerangan oleh orang tak dikenal itu dilakukan oleh puluhan orang. “ada puluhan orang. Namun herannya ada aparat TNI-Polri disitu. Mereka melampar sekretariat dengan batu dan juga ada cacian dan kata-kata kotor yang dilontarkan kepada kami,” tutur Arbi.
Sejak peristiwa sejak pukul 10.30 WIT, senin malam, mahasiswa tidak bisa melakukan aktifitas lainnya di luar sekretariat.
“Dari pukul 10.30 senin malam sampai mungkin pukul 03.00 selasa sore baru kami bisa keluar. Coba dihitung berapa jam, sekitar 17 belas jam kami berada di dalam sekretariat diintimidasi dan dilarang untuk beraktifitas,” tandasnya.
Arbi mengatakan akibat tak bisa melakukan aktifitas, kami kehabisan makanan dan juga air di dalam sekretariat. Kami Lapar dn haus, tapi mereka tidak berpikir soal itu karena mereka sementara berjaga di depan rumah sekretariat,” jelasnya.
Karena tak bisa melakukan aktifitas, para mahasiswa ini terpaksa untuk membuat selebaran bantuan pada spanduk di media sosial yang isinya “ tolong kami lapar tidak bisa keluar karena dikepung TNI-Polri, Air minum kami habis butuh minum,kehadiran TNI-Polri membuat kami tertekan karena kami diintimidasi.
Peristiwa ini membuat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia turun langsung ke lokasi untuk menemui para mahasiswa Papua.
Benny Sarkol, Ketua Komnas HAM Maluku kepada wartawan usai mendengar keterangan mahasiswa mengatakan langkah yang diambil secara cepat oleh Komnas Ham Perwakilan Maluku tidak berdasarkan pengaduan semata.
“Kami mengikuti informasi dari media dan juga informasi media sosial sehingga kami langsung turun turun ke lapangan sehingga kami hadir di sini untuk minta informasi dari adik-adik merasa terancam dan tidak nyaman,” kata Sarkol.
Sarkol juga mengatakan, Komnas HAM dalam menyelesaikan sengketa tidak bertemu satu pihak saja seperti mahasiswa namun juga bertemu pihak lainnya seperti pihak RT, Kepala Desa, Kapolda.
“Kami akan bertemu semua pihak, agar informasi bisa kami dapat dan dijadikan sebagai laporan untuk ditindaklanjuti oleh pihak yang berwajib,”kata ia.
Sarkol juga menegaskan jika ada terjadi pelanggaran hukum, dirinya berharap rekomendasi dari Komnas HAM sendiri akan diserahkan kepada penegak hukum lainnya seperti kepolisian untuk menegakan hukuman.
“ini masih merupakan awal, dan kita punya informasi yang lengkap ada indikasi bahwa ada terror tekanan dan sebagainya, kalau memang terbukti kami akan konfirmasi pihak terkait dan membuka diskusi dengan aparat kepolisian, dalam hal ini Polda Maluku,” tegas Sarkol.
Tiga tim kuasa hukum mahasiswa papua yang berasal dari lembaga bantuan hukum (LBH) Pelita harapan dan LBH Ansor Ambon langsung turun melakukan pendampingan kepada mahasiswa Papua.
“Tentunya ini merupakan intimidasi dan pelanggaran HAM terhadap rekan-rekan mahasiswa Papua oleh aparat TNI-Polri. Tentu kami akan melakukan langkah hukum dan juga monitoring perkembangan-perkembangan jangan sampai ada tindakan-tindakan susulan kepada teman-teman papua ini,” kata Al Walid Muhammad Ketua LBH Ansor Ambon, Alfred Tutupary Kantor LBH AVT Law Office serta Jhon Berhitu Koordinator LBH Pelita Harapan kepada awak media di lokasi mess Honai mahasiswa Papua, Wayame.
Sementara itu, RT 011 RW 06 Desa Wayame, Dolvis Dacosta membantah informasi yang beredar di media mainstream maupun bahwa aparat TNI dan Polri mengepung seketariat Hanoi milik warga Papua adalah hoax dan tidak benar.
“Beta (saya) harapkan bahwa informasi yang mereka viralkan di media sosial itu adalah hoax dan tidak benar. Jadi apa yang beta sampaikan ini adalah benar. Dan boleh tanya masyarakat di sekitar komplek mahasiswa Papua itu,” terang Dacosta.
Meski demikian, kata Dacosta bahwa dirinya bersama aparat masuk bersama dengan TNI-Polri di sekretariat milik mahasiswa Papua.
“Beta hanya memastikan ke sekretariat mahasiswa papua itu, karena ada seseorang yang kita curigai masuk ke dalam rumah tersebut,”ungkap Ia.
Sementara itu Pihak Polresta Ambon, melalui rilis yang dikirim membantah adanya intimidasi aparat keplisian kepada mahassiwa papua.
“Aparat kepolisian hanya menjaga situasi keamanan di sekitar lokasi mess mahasiswa Papua untuk mengantisipasi agar tidak terjadinya tindakan pelemparan dan penyerangan kembali oleh masyarakat Desa Wayame,” tulis Paur Humas Polresta Ambon, Izack Letemia.
Dikatakan, tindakan penyerangan yang dilakukan oleh OTK akibat adanya Postingan Salah seorang Mahasiswa dalam akun media sosialnya memposting bahwa warga Wayame, salah seorang Dosen, RT setempat dan Perangkat Desa telah mengintimidasi mahasiswa Papua disertai dengan Video di dalam postingan tersebut.
“jadi atas dasar itu wrga Wayame khususnya RT 011 RW 06 Marah dan langsung mengamuk,” tandasnya.
Sebelumnya kata Izack, Perangkat Desa Wayame , Bhabinkamtibmas, dan Bhabinsa di usir keluar dari mess mahasiswa Papua karena tidak di izinkan masuk untuk menanyakan identitas terhadap tamu yang berada di mess Mahasiswa Papua tersebut.
“sekitar Pukul 21.50 Wit Pejabat Desa Wayame beserta Staf didampingi Oleh Babinkamtibmas dan Babinsa Desa Wayame menyambangi sekretariat mahasiswa papua yang berada di blok IV untuk menanyakan identitas orang asing yang berkunjung ke mess Papua itu,” terang Izack
Natan coordinator sekretariat menduga intimidasi dan penyerangan tersebut terkait menjelang 1 Desember tanggal yang disebut aparat pemerintah sebagai hari kemerdekaan Papua Barat.
Sebelumnya aksi damai yang direncanakan oleh Mahasiswa Papua 1 Desember selasa (1/12/2020) di kawasan Gong Perdamaian Dunia, Kota Ambon Maluku akhirnya batal.
Para mahasiswa ini akan berdemonstrasi terkait dugaan pelanggaran HAM dan Demokrasi sekaligus memperingati tanggal 1 Desember sebagai tanggal momentum kemerdekaan Papua Barat.
“ kami menyesal, karena Indonesia adalah Negara Demokrasi, tetapi kenapa begitu takut. Kami diintimidasi bahkan melakukan tindakan penyerangan kepada kami, aksi itu sangat memalukan,” sesal Natan Weya, mahasiswa Unpatti Ambon. (TS-01)
Foto Utama : Kiri-Kanan : Sejumlah Mahasiswa Papua Kelaparan dan Meminta Bantuan Makanan dan Minuman Setelah mereka 17 jam tidak bisa beraktivitas dan keluar dari Mess Honai Papua karena digeruduk aparat TNI-Polri di depan Mess dan Suasana Penjagaan Aparat Kepolisian di Depan Jalan Menuju Mess Mahasiswa Papua di Kawasan Blok IV BTN Wayame, Desa Wayame, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon.
Discussion about this post