titaStory.id,ambon – Pelaksanaan Loka Karya dalam rangka Pemantapan Program 2023 dan Rencana Kerja Pusat Kolaborasi Riset (PKR) tahun 2024 dengan mengusung tema, “Implementasi Kalesang Teluk Ambon (Ambon Bay Care) dan Pengembangan Kemitraan Riset Budidaya di Maluku, seolah menjadi tantangan semua pihak. Bahkan ini Pemerintah Kota Ambon pun bakal diperhadapkan dengan pekerjaan besar atas kondisi Ekosistem di Teluk Ambon.
Dr. Femmy Hukom, Koordinator Penelitian Pengelolaan Teluk Ambon pada Pusat Kolaborasi Riset Ekosistem (PKRE) Perairan Indonesia Timur, dalam pidato pembukaan Lokakarya, senin (25/09/2023) menerangkan, agenda selama 3 hari ini memiliki tujuan untuk menghimpun pemangku kepentingan dan periset untuk menyatukan visi dan misi pada saat implementasi Program Kajian Ekosistem Teluk Ambon guna Pemanfaatan yang Berkelanjutan, pemantapan Kemitraan Riset Budidaya di Maluku serta Rencana Kerja PKR 2024.
” Tujuan pelaksanaan Lokakarya ini adalah, menghimpun pemangku kepentingan dan periset untuk menyatukan visi dan misi pada saat implementasi Program Kajian Ekosistem Teluk Ambon guna Pemanfaatan yang Berkelanjutan, pemantapan Kemitraan Riset Budidaya di Maluku serta Rencana Kerja PKR 2024,” jelasnya.
Mewakili Ketua PKR, dirinya pun menerangkan Lokarya yang di pusatkan di Ruang Rapat Utama, Bubara KKB BRIN Atjeb Swartana Ambon dari Senin -Rabu (25-27/09)2023) terorientasi pada sejumlah sasaran yang ingin dicapai. Capaiannya adalah: (1) Mengurai dan mencari solusi terhadap terhadap tiga masalah utama Ekosistem Teluk Ambon yaitu, Sendimentasi, Eutrofikasi dan Masalah Sampah sehingga tercapainya Pengelolaan Ekosistem Teluk Ambon yang berkelanjutan. (2) Memantapkan Rencana Implementasi Aplikasi dan Website “Kalesang” Teluk Ambon (Ambon Bay Care), (3) PKR sebagai Fasilitator dalam membangun kemitraan Riset Budidaya FPIK Unpatti dengan Investor Perikanan Budidaya Baramundi dari Norwegia dan Indonesia yang akan berinvestasi sebesar Rp 500 Milyard, guna pengembangan Pusat Riset Budidaya FPIK Unpatti di Negeri Hila, Kecamatan Salahuttu, Kabupaten Maluku Tengah. (4) Mengkonsolidasi masukkan dari berbagai pemangku kepentingan dalam upaya Pemantapan Program Riset kelautan pada tahun 2024.
Dia menerangkan, dalam lokakarya dilakukan pemaparan dari 22 Narasumber, dan akan serta diikuti oleh sekitar 50 orang peserta baik Anggota PKR maupun Undangan lainnya.
Dia pun menerangkan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Universitas Pattimura (Unpatti) Maluku, memiliki Pusat Kolaborasi Riset (PKR) yang berlokasi di wilayah Timur Indonesia. Dimana wadah ini merupakan salah satu engagement BRIN dengan kampus-kampus di Indonesia, yang sangat memungkinkan memiliki sebuah PKR.
Katanya, PKR tidak hanya terkait aktivitas risetnya tapi juga skema-skema untuk pengembangan kapasitas SDM dengan mobilitasnya sehingga hal yang perlu dikuatkan adalah bidang riset pada bidang maritim dan laut dalam sebagai salah satu flagship (bendera) dalam mengeksplorasi laut.
Tekannya, kampus merupakan talent pool, tempat dosen dan mahasiswa bersama-sama melakukan riset, sehingga dapat saling menguatkan dalam pencapaian target blue economy, pembangunan berkelanjutan yang berasal dari potensi laut dengan melakukan pelestarian sumber daya laut. Baik itu di daerah, maupun secara nasional.
Dengan mengandalkan skema capacity building yang juga dapat dimanfaatkan oleh dosen, dan tenaga pendidik di perguruan tinggi, para pendidik ini pun memiliki kesempatan untuk bisa melanjutkan ke jenjang fungsional dalam peningkatan karier profesionalnya yang tentunya yang berterkaitan dengan kegiatan riset.
Berkaitan dengan Loka Karya sesuai tema yang ada, lagi lagi Hukom menerangkan, ada 3 Ekosistem Perairan di Teluk Ambon yakni, Mangrove, Lamun dan Terumbuk Karang yang sangat disayangkan dipenuhi sampah dan berdampak pada kerusakan ekosistem sehingga menimbulkan keprihatinan terhadap kondisi Teluk Ambon.
Lanjut dikatakan, dengan menghadirkan akademisi, peneliti dan pencinta lingkungan diharapkan dapat menghasilkan pemikiran, tidak hanya terkait dengan pengelolaan sumber daya hayati, tetapi dapat melihat kondisi kota Ambon ke depan, dan nantinya akan disampaikan pikiran-pikiran strategis yang dibagikan di lokakarya ini dan akan menjadi salah satu program kerja dari PKR sistem perairan di kawasan Timur Indonesia.
Jadi poinnya, kolaborasi atau PKR Unaptti dan BRIN tidak akan berhasil jika Pemerintah kota Ambon tidak turut berperan, terfokus pada penataan kota yang tegas dalam peruntukannya, serta pentingnya peran aktif masyarakat dalam hal pengelolaan sampah. Sehingga Loka Karya ini hanya pemantik untuk melihat kondisi terkini dan penanganannya,” tegasnya.
Sementara itu, Dr. James Abrahamsz, selaku pembicara dalam loka karya menerangkan, Pemerintah Indonesia terus mengejar upaya penerapan pengelolaan wilayah perairan melalui metode other effective area-based conservation measures (OECM). Metode tersebut dinilai relevan dengan kondisi wilayah perairan Indonesia yang memiliki spesifikasi berbeda dengan yang ada negara lain.
“OECM sendiri merupakan area selain dari kawasan lindung yang secara geografis ditetapkan, diatur dan dikelola melalui suatu cara (measure), dan dalam jangka panjang mencapai hasil yang positif dan berkelanjutan untuk konservasi keanekaragaman hayati, “paparnya.
Saat ini, tegasnya, luasan kawasan konservasi wilayah perairan Indonesia sudah mencapai 23,14 juta hektare. Luas tersebut ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia dan dikelola secara bersama oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Pemerintah Provinsi. Untuk menerapkan OECM di perairan Indonesia, diperlukan aturan khusus yang bisa menjelaskan pengaturan tambahan yang mendalam dan spesifik.
“Dengan demikian, upaya konservasi terhadap wilayah laut dan keanekaragaman hayati bisa tetap berjalan tanpa ada permasalahan,” ungkapnya.
Dia pun menjelaskan, ada tiga kawasan konservasi yang telah dicadangkan, sehingga dirinya pun melayangkan Rekomendasi Pengembangan dan butuh Intervensi Strategis PKR. Kawasan konservasi itu adalah, Penetapan Jenis Kawasan Konservasi, Penyusunan Rencana Zonasi dan Pengelolaan.
Dia pun menerangkan, paling banyak Kawasan konservasi perairan dikembangkan di Maluku, namun KKM (Kawasan Konservasi Maritim) sama sekali belum ada, bahkan yang berbasis Adat, sama sekali belum ada di Indonesia.
Banyak Kawasan Konservasi Perairan ada di Maluku, namun kawasan konservasi maritim tidak ada di Maluku, bahkan lebih luas kawasan konservasi berbasis adat pun belum ada di Indonesia. ” ujarnya.
Dia pun berharap, metode OECM yang perlu menjadi pertimbangan dalam memperbanyak fungsi Kawasan konservasi. (TS 02)
Discussion about this post