titastory.id, jakarta – Yayasan Pantau kembali menggelar pelatihan jurnalisme sastrawi XXXI, di Jakarta, juni 2024. Pelatihan ini bertujuan meningkat mutu jurnalisme di Indonesia.
Pelatihan yang digelar Pantau melibatkan 15 peserta dari seluruh wilayah di Indonesia, yang berasal dari berbagai latar belakang seperti jurnalis, aktivis lingkungan, pers mahasiswa, perwakilan kaum minoritas, aktivis perempuan serta Lembaga bantuan hukum (LBH) merajuk simpul kebersamaan.
Dua Jurnalis Maluku dari media titastory.id terpilih menjadi peserta dalam pelatihan. Mereka adalah Edison Waas dan Johan Djamanmona. Keduanya dinyatakan lolos setelah melewati seleksi yang sangat ketat oleh panitia pelaksana kegiatan.
Media online titastory.id web portal berita berbasiskan jurnalisme warga atau citizen journalism yang menyajikan berbagai peristiwa dan fakta yang terjadi di masyarakat.
Nama titastory diambil dari dua kata yakni tita dan story. Dua ejaan kata dari bahasa Ibu Maluku dan Inggris ini didefinisikan sebagai pesan dan cerita. Pesan atau Kabar yang di tulis dalam sebuah cerita atau sebuah karya jurnalistik untuk melayani publik dengan mengangkat suara terpinggirkan.
titastory selain menyediakan berbagai berita straight dan soft news namun juga menyediakan domain investigasi dan indept yang bertujuan untuk menyuarakan suara publik dan kaum terpinggirkan.
Diampu Andreas Harsono dan Janet Steel, dua Jurnalis titastory dan belasan peserta lain selama dua pekan belajar di Kelas Pantau digelar di Kantor Yayasan Pantau, Kebayoran Lama, Kota Jakarta Barat. Satu dari sekian kelas yang sudah puluhan tahun diadakan demi menjaga marwah dan kiblat jurnalis yang memegang teguh etik.
“Saya dan Johan Djamamona, dari Maluku hadir dan ikut memberi warna sebagai perwakilan dari redaksi titastory.id,” kata Edison.
Di susunan redaksi Edison Waas adalah Koordinator Liputan (Korlip). Ia berasal dari negeri (desa) Hatalai di Kota Ambon. Sedangkan Johan berasal dari Kabupaten Kepulauan Aru.
Keduanya berkeinginan kuat untuk belajar jurnalisme sastrawi yang didalamnya terdapat materi kepenulisan, cara menulis, struktur menulis, cara wawancara, hingga menulis feature dari suatu peristiwa.
Kedua jurnalis asal Maluku ini berharap, pelatihan Jurnalisme Sastrawi selama 2 minggu dari tanggal 4-15 Juni ini bisa memberikan dampak bagi mereka ke depan nantinya.
“Kami menemukan segumpal mutiara yang tersaji lewat ucapan dari Andreas dan Janet dan pemikiran cerdas dari rekan rekan sekelas” Kata Edison
” Kami bersyukur ada di kelas ini, selain ilmu yang didapat dan simpul jaringan mulai terbentuk,” Tambahnya
Sementara itu, Johan Djamanmona menjelaskan sebuah kesempatan yang berharga saat terpilih menjadi peserta dalam kegiatan “Jurnalisme Sastrawi” yang diselenggarakan oleh Yayasan Pantau. Kelas ini katanya diadakan untuk memperkenalkan metode jurnalisme yang dipakai media-media di Amerika, sekaligus memperkuat para jurnalis supaya mampu menyampaikan peristiwa berdasarkan fakta sebagai kesucian jurnalisme.
Selaku jurnalis baru, kata Johan, kelas Jurnalisme Sastrawi sangat berguna. Dapat membangun gaya penulisan yang bisa dinikmati dan mengedukasi masyarakat ditengah gempuran media mainstream yang tidak jarang berhamburan hoaks serta informasi pecah-belah.
“Sebagaimana motto titastory.id sebagai media independent yang ingin menyuarakan kebenaran maka hasil dari kegiatan saya akan implementasikan. Membela hak masyarakat adat dan kalangan akar rumput,” katanya.
Materi Jurnalisme Sastrawi
Selama dua pekan lamanya para peserta kelas jurnalisme sastrawi XXXI diajarkan dan diasah kemampuannya oleh dua pengajar atau instruktur yang berasal dari Jurnalis Senior dan Penulis berpengalaman.
Kedua Instruktur tersebut adalah Andreas Harsono dari Human Rights Watch, salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen, Institut Studi Arus Informasi, serta Yayasan Pantau, anggota International Consortium of Investigative Journalists, mendapatkan Nieman Fellowship di Universitas Harvard. Menyunting buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat. Menulis antologi “A9ama” Saya Adalah Jurnalisme.
Pengajar lainnya adalah Janet Steele dari George Washington University, spesialisasi sejarah media, mengajar mata kuliah narrative journalism. Menulis buku Wars Within: The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s Indonesia, Email dari Amerika serta Mediating Islam: Cosmopolitan Journalisms in Muslim Southeast Asia.
Dalam pelatihan ini para peserta diajarkan sejumlah materi antara lain: Etika Dalam Jurnalisme, Riset dan Persiapan Pra-Liputan, Menemukan ide, Mencari dan Verifikasi Data, Menyusun TOR, Teknik Wawancara yang baik, Wawancara anak, Liputan Trauma, Syarat Sumber Anonim, Jenis dan Struktur Penulisan, Alur Penulisan, Penokohan dan Sudut Pandang, Perkakas menulis, Digital Story Telling.
Tentang Kelas Pantau
Dilansir dari laman pantau.or.id,sejak 2001, Janet Steele dan Andreas Harsono, mengampu sebuah kelas di Yayasan Pantau soal bagaimana menulis panjang, substansial dan memikat. Mereka mengikuti gerakan dari Tom Wolfe pada 1960-an yang menggabungkan disiplin jurnalisme, riset akademis dan daya pikat sastra.
Sejak 1980an, surat kabar maupun website di Amerika banyak memakai elemennya ketika kecepatan video membuat media cetak tampil dengan laporan mendalam. Kini website The New York Times, The New Yorker, masuk ke format penulisan panjang. Ini belum lagi industri buku.
Yayasan Pantau adalah sebuah lembaga yang bertujuan mendorong perbaikan mutu jurnalisme di Indonesia melalui program pelatihan wartawan, konsultan media, riset, penerbitan, serta diskusi terbatas.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, Yayasan Pantau sudah membuka kelas pelatihan kepenulisan maupun jurnalisme sejak 2001 hingga sekarang. Kelas Pantau selalu berupaya menghadirkan program-program pelatihan yang bermutu dengan instruktur serta narasumber yang berpengalaman di bidangnya.
Ia dirancang buat aktivis, blogger, wartawan, aktivis maupun profesional lain, yang ingin belajar jurnalisme –lakukan wawancara, riset dan verifikasi—agar bisa menulis feature atau komentar. Ia juga berguna untuk mereka yang rencana menulis panjang. Ada dua jenis kelas, yakni Jurnalisme Narasi dan Sastrawi.
Kelas Jurnalisme Sastrawi dan Jurnalisme Narasi dibuat mingguan agar peserta punya waktu mengendapkan materi belajar, membaca, dan mengerjakan pekerjaan rumah disela kesibukan kerja. Kursus ditekankan pada diskusi dalam kelas dan latihan. Pekerjaan rumah termasuk mencari dan menajamkan riset, latihan wawancara, liputan di lapangan, serta bikin deskripsi, feature, maupun profil. Tugas akhir kursus ini adalah sebuah naskah panjang. (TS-01)
Discussion about this post