titaStory.id,ambon – Indikasi adanya penyalahgunaan kewenangan dan jabatan hingga berimplikasi pada kerugian negara pada proyek pembanguan Rumah Sakit Pratama di Kawasan Letwurung, Kecamatan Babar Timur, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) mencuat. Mencuatnya persoalan ini lantaran Rumah Sakit (RS) Letwurung yang dibangun di tahun 2017 tidak digunakan alias dibiarkan telantar. Penyebabnya karena RS tersebut belum terdafatar dan belum terakreditasi.
Bahwa kuat dugan pembangunan sarana kesehatan tersebut menggunakan anggaran DAK Afirmasi yang bersumber dari Kementerian Kesehatan RI. Sayangnya anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan 6 buah Puskesmas malah digunakan untuk pembangunan RS Pratama Letwurung.
Pembangunan RS tersebut berakibat pada indikasi kerugian negara mencapai Rp22.338.601.275, dimana besaran anggaran yang dialokasikan untuk kepentingan pembangunan Puskesmas yang diduga kuat sengaja dialihkan oleh Mantan Bupatti MBD, BNO. BNO selaku kepala daerah kalah itu mengabaikan kesepakatan Desk DAK yang sudah disepakati dengan Kementerian Kesehatann yakni anggaran DAK Afirmasi untuk pembangunanan 6 Puskesmas dengan nilai anggaran sebesar Rp. 43.093.749.470.
Dalam kaiatan dengan indikasi penyalahgunaan kewenangan dan penggeseran anggaran DAK yang tidak sesuai peruntukannya, Praktisi Hukum Maluku, Fredi Moses Ulemlem, S.H., M.H kepada titaStory.id menerangkan, pergeseran anggaran untuk kepentingan pembangunan Rumah Sakit Letwurung telah menyalahi prosedur dan masuk dalam ketegori rugikan negara. Pasalnya, “ungkap Ulemlem “, pengucuran anggaran miliaran rupiah tersebut untuk pembangunan 6 buah Puskesmas bukan untuk pembangunan Rumah Sakit.
” Diduga ada penyalagunaan wewenang , penyalagunaan kesempatan karena jabatan dan menguntungkan diri sendiri dan orang lain dimana indikasinya terjadi pengalokasikan anggaran tidak sesuai peruntukan sebesar Rp. 22.338.610.275 untuk Pembangunan RS. Pratama Letwurung, ” ungkapnya.
Dia pun menekankan, sebagai daerah kepulauan, Kabupaten MBD hingga kini masih diperhadapkan dengan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan masyarakat pada sejumlah aspek, baik menyangkut keterbatasan sarana dan prasarana maupun kualitas sumber daya manusia. Dia mengakui berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Barat Daya termasuk mendorong pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan.
Katanya, ditahun 2016, Pemerintah MBD telah mengajukan usulan Program Pembangunan Kesehatan kepada Pemerintah Pusat melalui Mekanisme Dana Alokasi Khusus Affirmasi bidang kesehatan guna memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana kesehatan pada 6 Puskesmas di Pulau Terluar yakni Puskesmas Serwaru, Ustutun (P. Lirang), Puskesmas Marsela, Puskesmas Wonreli, Puskesmas Ilwaki dan Puskesmas Lelang.
Dia juga menerangkan, anggaran DAK Affirmasi merupakan Anggaran yang dialokasikan Pemerintah Pusat dengan skema affirmatif atau pendekatan khusus bagi daerah-daerah 3T(terdepan, terluar dan tertinggal) yang memerlukan akselerasi pembangunan secara cepat.Sadar akan kondisi tersebut Pemerintah Kabupaten MBD pun melayangkan pengusulan resmi melalui Instrumen Proposal ke Kementerian Kesehatan dengan usulan anggaran kurang lebih sebesar Rp 40 milyar rupiah. Usulan ini kemudian diverifikasi oleh Kementerian Kesehatan lewat beberapa tahapan dan pada akhir Tahun 2016 dilakukan Desk DAK oleh Kementerian Kesehatan untuk melakukan finalisasi usulan dari setiap Kabupaten/Kota. Dalam Desk DAK di akhir tahun 2016 tersebut dilakukan kesepakatan antara Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Barat Daya untuk menganggarkan Anggaran DAK Afirmasi bagi 6 Puskesmas dimaksud sebesar Rp. 43.093.749.470.
” Kesepakatan ini dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan Bersama dan Daerah wajib menganggarkan sesuai dengan kesepakatan dimaksud pada Anggaran DAK Daerah T.A. 2017, namun sayangnya di tahun anggaran 2017 kesepakatan itu tidak dimasukan sebagai bagian dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Kesehatan Kabupaten MBD. Kenyataanya Bupati Maluku Barat Daya saat itu justru melakukan realokasi anggaran sebesar Rp. 22.338.610.275 untuk Pembangunan RS Pratama Letwurung dan mengabaikan atau tidak mengindahkan kesepakatan Desk DAK yang sudah disepakati dengan Kementerian Kesehatan. ” terangnya.
Ulemlem juga menerangkan, akibat dari pengalihan anggaran dengan mengabaikan kesepakatan tersebut, Pemerintah Kabupaten MBD mendapat sangsi tidak lagi menerima bantuan Anggaran sejenis untuk 6 Puskemas di Pulau Terluar dalam batas waktu yang tidak ditentukan. Sanksi tersebut ” selahnya,” bakal dicabut apabila Pemda Kabupaten MBD mengalokasikan anggaran untuk menggantikan kesalahan penganggaran . Namun sampai hari ini tidak dilakukan walaupun Pemda pernah membuat Surat Pernyataan tertulis kepada Kementerian Kesehatan.
Hal yang cukup mencegangkan, bahwa dalam kenyataan RS Pratama Letwurung sampai hari ini tidak dapat difungsikan karena memang tidak pernah tercatat dalam Data Base Kementerian Kesehatan sebagai RS yang diakui. Akibatnya anggaran yang dikucurkan menjadi mubazir karena fungsi layanan kesehatan tidak pernah dilaksanakan.
Dalam kaitan dengan itu, Ulemlem pun mengakui telah melayangkan laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam kaitan dengan penyalahgunaan jabatan dan kesempatan yang mengakibatkan kerugian negara, karena Kaepala Daerah saat itu tidak cermat dan terindikasi melakukan hal hal yang bertentangan dengan aturan.
” Maslah ini sudah dilaporkan ke KPK, dan sudah ada respons. Kita tunggu saja langkah KPK, ” ujarnya.
Menyangkut dengan proses yang dilakukan KPK, informasi yang diterima, Kepala Sub Bagian Perencanaan Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Barat Daya HS telah dimintai keterangan oleh KPK melalui Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi tahun 2023 lalu.
Dimana kehadiran pejabat HS kala saat itu untuk dimintai keterangan terkait Dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pembangunan RS Pratama Letwurung, Kabupaten Maluku Barat Daya.
Tak hanya itu, dilansir dari pemberitaan Tiakur-news.malukubaratdayakab.go.id tanggal 23 Januari 2023 menjelaskan tentang Keberadaan Rumah Sakit (RS) Pratama Letwurung Kecamatan Babar Timur yang dibangun pada Tahun 2017 silam hingga saat ini belum dapat digunakan karena saat ini RS tersebut belum terdaftar di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Hal mana yang ditegaskan Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), Marthen Rahakbauw, AMK. (TS 02)
Discussion about this post