titastory, Maluku Tengah – Ratusan warga Negeri Haya, Kecamatan Tehoru, Maluku Tengah, menggelar sasi adat untuk menutup operasional PT Waragonda Minerals Pratama (WMP), Sabtu (15/2/2025). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap aktivitas tambang pasir garnet yang dinilai merusak lingkungan dan mengancam kelestarian adat.
“Katong masyarakat Negeri Haya bersama saniri, pemuda, dan tokoh agama menyatakan perusahaan harus ditutup!”teriak Satria Ardi Tuahan, pemimpin aksi, di tengah massa yang mengepalkan tangan dan meneriakkan seruan penutupan tambang.
Sebagai simbol penolakan, masyarakat membentangkan janur kuning di gerbang masuk perusahaan. Pelepah nyiur diikat pada tiga tiang penyangga dengan potongan berang di berbagai sisi—tanda larangan adat atau sasi, yang berarti kawasan tersebut tidak boleh disentuh atau dimasuki sebelum keputusan adat dicabut.

Menurut salah satu tokoh pemuda yang tidak mau disebutkan namanya menyatakan mobilisasi massa dimulai dari rumah adat Tuan Tanah Yamanokuan di Kompleks Kampung Baru, Negeri Haya.
“Ada prosesi adat dan doa di sana, baru kemudian semua bergerak menuju lokasi perusahaan,” katanya.
Dari pantauan titastory, aksi ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk Lembaga Saniri Haya (tokoh adat), tokoh agama, dan pemuda.
Mantan Penjabat Kepala Desa Haya (2023), Farid Samalehu, menegaskan bahwa sasi adat ini juga menjadi tuntutan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI untuk mencabut izin operasional PT WMP.
“Izin harus dicabut karena masalah lingkungan sudah terjadi. Kami juga harus menjaga tatanan adat,” ujarnya.
Sejauh ini, belum ada tanggapan dari pihak perusahaan maupun pemerintah terkait aksi masyarakat Negeri Haya.
Penulis: Sofyan Hatapayo Editor : Christ Belseran