Masyarakat Manusela Maluku Desak DPR Segera Sahkan RUU Perlindungan Masyarakat Adat

24/08/2025
Masyarakat Manusela dalam upacara HUT RI ke 80, 17 Agustus 2025. Foto : Ist

titastory, Maluku Tengah – Dalam momentum peringatan HUT ke-80 RI, masyarakat adat Manusela di Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, mendesak pemerintah dan DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Masyarakat Adat.

Yossi Lilihata, pemuda adat Manusela, menilai pemerintah lamban merespons kebutuhan mendesak masyarakat adat. Ia menegaskan, pengesahan RUU tersebut menjadi penting agar perlindungan terhadap masyarakat adat memiliki dasar hukum yang kuat dan permanen.

“Seharusnya pemerintah mempercepat pengesahan RUU Perlindungan Masyarakat Adat. Draft itu sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional, tapi hingga kini belum ada kepastian,” kata Yossi dalam rilisnya kepada titastory.id, Kamis, 21 Agustus 2025.

Upacaca Peringatan Hari PROKLAMASI RI ke 80 di Negeri Manusla, Maluku. Foto : Ist

Pengakuan Konstitusional yang Mandek

Yossi mengingatkan, konstitusi sebenarnya telah memberikan landasan pengakuan bagi masyarakat hukum adat melalui Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945. Namun, pengakuan itu belum terimplementasi utuh dalam bentuk undang-undang khusus.

“Pasal-pasal itu sudah mengakui keberadaan masyarakat hukum adat. Tapi tanpa regulasi paten, perlindungan terhadap masyarakat adat tetap lemah,” ujarnya.

Eksistensi Terancam

Menurut Yossi, ketiadaan undang-undang khusus membuat hak-hak masyarakat adat semakin rentan. Eksistensi mereka, yang erat dengan hutan, air, dan pesisir, kerap terganggu oleh kebijakan negara maupun ekspansi korporasi.

“Banyak masyarakat adat yang justru dikriminalisasi karena mempertahankan hutan dan sumber daya alamnya. Regulasi yang ada masih sektoral dan tumpang tindih, sehingga perisai perlindungan bagi masyarakat adat tidak kuat,” tegasnya.

Mengurangi Konflik Agraria

Yossi menilai, pengesahan RUU Perlindungan Masyarakat Adat juga akan berkontribusi mengurangi konflik agraria yang selama ini sering melibatkan masyarakat adat dan perusahaan.

“Kalau pengakuan itu diberikan, masyarakat adat akan menjadi subjek pembangunan, bukan sekadar objek. Setiap keputusan pembangunan, baik oleh pemerintah maupun swasta, harus mempertimbangkan keberadaan dan suara masyarakat adat,” katanya.

Penulis: Edison Waas

 

error: Content is protected !!