titastory, Ambon – Blok Migas Masela dijadwalkan mulai beroperasi pada akhir tahun 2029. Proyek kilang gas alam cair (LNG) yang berlokasi di Pulau Nustual, Desa Lermatang, Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, akan mulai dibahas kembali tahun ini sesuai penjelasan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani.
Proyek Strategis Nasional (PSN) bernilai 19,8 miliar dolar AS (sekitar Rp285 triliun) ini digadang-gadang dapat mendukung ketahanan energi nasional.
Namun sayangnya, masyarakat Lermatang yang berada dikawasan pembangunan kilang Blok Masela terancam menjadi korban dan dirugikan.
Mereka harus menjual tanah dengan harga yang sangat murah. Penetapan harga jual tanah di kawasan tersebut hanya sebesar Rp 14.000 per meter persegi , untuk lahan yang dibutuhkan seluas 28,9 hektar. Bagi masyarakat di Desa Lermatang, harga yang ditetapkan sangat tidak masuk akal, dan lebih murah dari semangkuk bakso.
DPRD Rencanakan Gelar Rapat
DPRD Maluku telah merencanakan untuk menggelar rapat membahas jeritan hati masyarakat terdampak pembangunan proyek LNG Blok Masela.
Rapat akan melibatkan pemerintah kabupaten setempat, Sekda Maluku didampingi Biro Hukum, Badan Pertanahan dan pihak Blok Masela.
“Kami sudah mendapat surat masuk, keluhan dari masyarakat setempat terkait harga tanah yang ditetapkan oleh pihak Blok Masela. Oleh karena itu aspirasi dari masyarakat kita, komisi I akan memanggil pihak-pihak yang mempunyai kewenangan, untuk kita bicara aspirasi dari masyarakat terkait harga tanah, “ungkap Ketua Komisi I DPRD Maluku, Solichin Buton kepada wartawan dii Ambon, Kamis (30/01/2025).
Sesuai rencana, DPRD akan rapat bersama mitra usai berlangsungnya pelantikan Gubernur-Wakil Gubernur Maluku terpilih pada 6 Februari mendatang.
Rapat tersebut untuk mencari solusi, atas keluhan masyarakat.
“Pastinya rapat dalam waktu dekat. Kita akan rapat secepatnya setelah pelantikan Gubernur, “ucapnya.
Solichin juga berpendapat, penetapan harga tanah untuk proyek yang menelan anggaran ratusan ribu triliun terbilang kecil, sehingga harus dibahas agar dapat disesuaikan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
“Tentunya harapan kami, kita memanggil untuk dibicarakan agar ada jalan keluar solusi, terkait harga tanah yang dikeluhkan masyarakat, bahwa harganya murah, “ujarnya
Ia berharap rapat nantinya dapat menghasilkan kesimpulan yang dapat menguntungkan masyarakat terdampak proyek mendukung ketahanan energi nasional tersebut.
Sistem Sewa Tanah
Sosiolog dari Maluku, Dr. Paulus Koritelu di Ambon, beberapa waktu lalu menyarakan, masyarakat yang berada di lokasi pembangunan Kilang Blok Masela sebaiknya tidak menjual tanah, tetapi cukup disewakan atau diikutkan sebagai modal. Dengan pola seperti itu warga tidak akan kehilangan hak atas tanah.
“Pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus berada pada posisi yang melindungi hak atas tanah. Kalau tanah dijual, maka sampai anak cucu akan kehilangan hak. Ini tidak boleh terjadi. Bisa dicarikan solusi, sehingga masyarakat tidak dipaksa untuk melepaskan haknya,” jelasnya.
Koritelu menyebutkan, Investor memiliki modal uang, tetapi masyarakat juga memiliki modal berupa tanah, sehingga bisa dicarikan cara kerjasama yang tidak merugikan masyarakat di masa depan.
“Dengan harga berapapun saat ini, tentu tidak akan sebanding dengan kehilangan hak seumur hidup. Di kemudian hari, Ketika masa operasi kilang selesai, kan tanah bisa kembali kepada pemilik,” tegasnya.
Secara pribadi, Ia berharap agar masyarakat menyadari hal ini, sehingga tidak mudah untuk melepaskan hak atas tanah. Di satu sisi, pemerintah juga harus memastikan masyarakat tidak akan kehilangan hak atas tanah.
“Pemerintah ada untuk mengatur hal-hal yang begini, sehingga masyarakat tidak kehilangan hak dan operasi kilang bisa berjalan. Sekecil apapun, jadikan tanah rakyat itu sebagai saham, misalnya. Jangan sampai modal hanya dilihat sebatas uang,” ujarnya.
Tanah Identitas Masyarakat Adat
Koritelu mengingatkan, agar jangan menyederhanakan persoalan tanah yang memiliki arti tersendiri bagi orang Maluku Tenggara. Pertama, tanah sebagai tempat mencari rejeki (ekonomi). Jadi, kalau ada ganti rugi 10 kali lipat sekalipun, tidak akan menyelesaikan masalah, karena hal itu berarti masyarakat harus melepaskan hak atas tanah.
Kedua, tanah merupakan identitas kolektif dari komunitas. Ketika hak atas tanah dilepaskan, maka itu berarti melepaskan identitas kolektif. Hal ini akan menjadi masalah, karena masyarakat berpotensi kehilangan identitas. “Kuatnya identitas kolektif itu bisa kita lihat, kalau ada anggota komunitas yang meninggal di luar daerah, akan diusahakan jenazah dipulangkan ke tanah leluhurnya. Ini karena tanah itu merupakan identitas,” kata Koritelu.
Ketiga, tanah merupakan sumber kekuasaan kolektif. Persoalan tanah ini akan dengan mudah menimbulkan konflik, karena tanah menjadi sumber kekuasaan kolektif. “Kalau membuat pagar ada kelebihan satu meter saja, bisa menjadi masalah besar karena tanah itu memiliki arti penting,” tuturnya.
Sebaiknya, investor dan pemerintah tidak membeli tanah rakyat dengan system ganti rugi, karena identitas rakyat akan tercabut. “Kehilangan hak atas tanah itu sama dengan kematian jangka Panjang. Kalau mau hadirkan kesejahteraan rakyat, ya baiknya menggunakan sistem sewa atau kontrak,” ungkapnya.
Maluku kata Dia, kaya sumber daya, tetapi tidak ada kesejahteraan. Jangan sampai, sumber daya alam ini dimanfaatkan, tapi tidak ada yang memastikan nasib rakyatnya seperti apa di masa depan. “Pemerintah harus pastikan hak rakyat atas tanah tidak hilang, tetapi tetap lestari,” pungkasnya.
Tokoh Masyarakat Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Zeth Songupnuan, yang dihubungi terpisah mengatakan, telah memperoleh informasi kalau Nustual (Pulau Tual) menjadi lokasi kilang gas Masela. Menurutnya, Pulau itu merupakan tanah adat yang dimiliki oleh banyak orang.
“Ada keinginan warga agar Inpex atau pemerintah menggunakan dengan cara kontrak atau sewa, sehingga tidak harus menghilangkan hak. Saya bicara dengan beberapa saudara, saudara kami ingin dengan sistem kontrak,” katanya.
Dia mengatakan, ketika berkomunikasi dengan beberapa keluarga, memang ada keinginan agar tanah dikontrak atau disewa saja.
Penulis : Christian.R Editor : Martha Dianti