TITASTORY.ID – Perwakilan masyarakat adat Bati kembali mendatangi Gedung Rakyat DPRD Provinsi Maluku, di Karang Panjang Ambon, selasa (17/1/2022) siang. Kedatangan Perwakilan masyarakat adat Bati selain untuk menghadiri undangan yang dilayangkan pihak DPRD Provinsi Maluk. Kedatangan ini juga ada keterkaitan dengan upaya menagih janji pimpinan DPRD Maluku soal pencabutan izin dua perusahaan Migas yang saat ini melakukan aktivitas eksplorasi di hutan adat Bati Kelusi, Seram Bagian Timur.
Jika sebelumnya gerakan dari keterwakilan dari masyarakat adat Bati menagih janji dari pertemuan sebelumnya dengan pimpinan DPRD Maluku dengan adanya tiga point tuntutan yang telah sampaikan secara tertulis antara lain, Pertama, Masyarakat Adat Bati meminta dengan hormat kepada Gubernur Maluku Murad Ismail untuk segera mencabut izin PT Balam Energy LTD dan PT Bureu Goephysical Prospekting (BGP) Indonesia dari wilayah adat Bati. Karena bagi kami tanah adat Bati bukan tempat eksplorasi, namun tanah adat yang harus dilindungi dan dihormati;
Kedua, Mendesak Gubernur Maluku untuk meminta maaf secara langsung kepada seluruh masyarakat adat Bati, terkait izin yang telah diberikan, dimana perusahaan yang beraktivitas telah merusak alam, lingkungan hidup dan mencederai harkat dan martabat masyarakat adat Bati.
Ketiga, Mendesak Gubernur Maluku untuk memanggil dan mengevaluasi Kepala Dinas ESDM Provinsi Maluku terkait dengan persyaratan resmi yang disampaikan bahwa aktivitas perusahaan di Gunung Bati harus tetap berjalan dan apabila ada yang harus dibayarkan maka akan ditunaikan, dimana pernyataan tersebut dinilai telah menghina dan merendahkan harga diri kami selaku masyarakat adat Bati sebab tidak ada tawar menawar nilai yang tertinggi untuk tanah Bati.
Aspirasi dan tuntutan tersebut kemudian diserahkan oleh Koordinator Aksi Gerakan Save Bati, M Yani Kella.
Penyerahan tuntutan itu diserahkan secara terbuka kepada Ketua DPRD Maluku dalam rapat terbatas dan disaksikan oleh salah satu Wakil Ketua Komisi II DPRD Maluku, Temy Hursepuny yang merupakan komisi yang melakukan mitra kerja dengan Satuan Kerja Khusus (SKK-Migas).
Dalam rapat ini juga Watubun langsung menginstruksikan sekretariat dewan untuk mengagendakan pertemuan Komisi II dengan pihak-pihak terkait, seperti Bupati Seram Bagian Timur, Kadis ESDM Provinsi Maluku dan pihak PT Balam Energy.
Agenda dengar pendapat itu nantinya digelar guna mendengar penjelasan seputar kegiatan seismik dan eksplorasi yang dilakukan PT Balam Energy Limited di petuanan Gunung Bati, namun soal waktunya belum ditetapkan.
Dalam pertemuan tersebut terungkap, Pihak perusahaan diketahui hanya mengiming-iming masyarakat dengan adanya aktivitas kedua perusahaan yang beroperasi di wilayah adat Bati akan menyerap tenaga kerja lokal dan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat. Bahwa perusahaan tidak menjelaskan secara rinci dampaknya terhadap lingkungan hidup dan posisi masyarakat adat dalam rencana strategis.
Pihak perusahaan pun secara langsung membicarakan rencana kontrak rumah warga untuk dijadikan sebagai basecamp, serta melakukan peninjauan fisik dan tindakan seismik seperti pengeboran awal di tiga titik lokasi di Gunung Bati, tepatnya di Dusun bati Kelusi.
Dalam kondisi yang ada setelah dilakukan aktivitas penambangan, tanggal 26 Juli 2022 dengan melihat dampak negatif yang mulai terjadi, masyarakat adat Bati melakukan penolakan terhadap kedua perusahaan.
Hal ini ditandai dengan pemasangan sasi adat atau larangan adat oleh tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat Bati, tepatnya di Dusun Bati Tabalen.
Namun ternyata pihak perusahaan sama sekali tidak mengindahkan sasi adat yang dipasang oleh masyarakat, bahkan pihak perusahaan menggunakan kekuatan aparat kepolisian bersenjata untuk menghadang aksi penolakan masyarakat adat.
Ditegaskan, secara yuridis kedua perusahaan tersebut dianggap telah melanggar undang-undang 1945 tentang pengakuan masyarakat hukum adat pasal 16 ayat 2, sebagai hasil amandemen kedua yang menyatakan bahwa, negara mengakui dan menghormati masyarakat adat, beserta hak-hak tradisional sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Indonesia yang diatur dalam undang-undang.
Menyikapi apa yang diungkapkan perwakilan pemuda bati, Ketua DPRD Provinsi Maluku, Benhur Watubun berjanji akan memperjuangkan aspirasi dan tuntutan mereka.
Dijelaskan sebagai wakil rakyat apa yang disampaikan akan menjadi atensi untuk mendapatkan win-win solution karena kehadiran pemuda Bati adalah bentuk pemberian tanggung jawab kepada para wakil rakyat.
Ditegaskan pula berkaitan dengan keinginan dan tuntutan maka akan diperoleh hingga tuntas.
“Kewajiban kami adalah menyalurkan aspirasi masyarakat hingga tuntas termasuk masyarakat Bati yang menyampaikan tuntutan tertulis disertai dengan cap dara.” ungkapnya.
Dalam kaitan dengan itu, Watubun pun meminta Ketua Komisi II DPRD Maluku untuk segera memanggil Kepala Dinas SDM Provinsi Maluku dan Bupati Kabupaten Seram Bagian Timur.
Sebelumnya pemuda dari suku Bati ini sempat melakukan aksi di Depan Kantor DPRD Maluku hingga akhirnya mereka di terima di ruang Ketua DPRD Maluku.
Menyikapi akan persoalan di Tanah Adat Masyarakat Bati yang sebelumnya mendapat respons serius oleh Ketua DPRD Provinsi Maluku, Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku menggelar pertemuan di ruang rapat diruang rapat paripurna bersama Dinas ESDM, Dinas Lingkungan Hidup beserta kelompok anak muda Save Bati terkait masalah PT Balan dan PT Berau yang dianggap melanggar hak-hak tanah adat Bati oleh masyarakat setempat, Selasa (17/1/2023).
Pertemuan yang didasarkan pada undangan bernomor : 005/15 dengan agenda Permasalahan Pengaduan Masyarakat terkait aktivitas pertambangan dari PT Balan dan PT Berau dan PT Balam dan Geo Fisik di wilayah adat masyarakat Bati.
Usai menggelar rapat di ruang Komisi II DPRD Maluku, Ketua Komisi II Johan J Lewerissa kepada wartawan menyampaikan pihak DPRD belum dapat memberikan rekomendasi karena pihaknya belum mendapat keterangan dengan pihak perusahaan.
Namun demikian Lewerissa pun mengungkapkan tentang adanya laporan dari masyarakat Bati dalam hal ini organisasi save Bati terkait persoalan di daerah mereka atas dua perusahaan tersebut.
Kepada wartawan dirinya mengatakan dalam hal dilakukan survei oleh perusahaan, pihak masyarakat merasa dan menganggap bahwa perusahaan tidak serius melakukan apa yang mereka inginkan atau ada dugaan ingkar janji.
Dalam kaitan dengan itu, mengungkapkan juga tentang regulasi terkait izin pertambangan, dimana sesuai hasil yang didapat dari penjelasan pihak Dinas SDM Maluku bahwa dinas ini tidak mengeluarkan izin, tetapi izinnya dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Provinsi Maluku hanya berada pada posisi koordinasi.
Atas pertemuan tersebut, Lewerissa pun menegaskan bahwa pihak DPRD belum dapat mengambil Inti sari pada persoalan ini karena dan tentunya apa yang disampaikan masyarakat Bati ini perlu juga dikonfrontir dengan pihak perusahaan sehingga DPRD belum bisa memberikan rekomendasi atas apa yang terjadi.
” DPRD Belum bisa mengambil inti sari dari persoalan ini, karena tidak bisa mendengarkan satu pihak lalu menyimpulkan, “ucapnya.
Ditegaskan pula, dinamika penolakan bermuara karena masyarakat merasa hak -hak adat mereka tidak di hormati oleh perusahaan yang beroperasi di sana.
” Tentunya mereka merasa bahwa hak – hak adat mereka tidak dihormati,” tutupnya. ( TIM)
Discussion about this post