Mahasiswa Buru Akan Duduki Mabes Polri dan Kementrian Kehutanan, Desak Penangkapan Fery Tanaya Atas Dugaan Perusakan Hutan Adat

05/01/2025
Mahasiswa Buru yang tergabung dalam dalam Jaringan Advokasi Tanah Adat Indonesia (JATAI) berencana menggelar aksi demonstrasi di Markas Besar Polri dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Senin, 6 Januari 2025. (Foto: titastory/Fero)

titastory, Jakarta – Mahasiswa asal Buru yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Tanah Adat Indonesia (JAGAD) berencana menggelar aksi demonstrasi di Markas Besar Polri dan Kementrian Kehutanan  pada Senin, 6 Januari 2025. Aksi ini bertujuan mendesak aparat penegak hukum untuk menangkap Fery Tanaya, pemilik PT HTI WWI, atas dugaan penyerobotan lahan adat dan pengambilan hasil hutan tanpa izin di Desa Waehata, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru.

Fery Tanaya diduga melakukan eksploitasi sumber daya alam secara ilegal, termasuk penebangan kayu meranti, pengambilan getah damar, dan bahkan pohon damar itu sendiri, tanpa izin dari masyarakat adat setempat. Praktik ini disebut telah merusak ekosistem hutan serta mengancam mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada hasil hutan tersebut.

Kondisi pepohonan yang ditebang di lahan masyarakat adat marga Nurlatu di Desa Waehata, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru. Lokasi ini diduga diserobot oleh perusahaan PT HTI WWI milik Fery Tanaya. (Foto: Ist)

 

Feronika Nurlatu/Latbual, salah satu perwakilan JAGAD, menyatakan aksi ini merupakan bentuk solidaritas untuk mempertahankan hak-hak masyarakat adat di Desa Waehata. Menurutnya, tindakan perusahaan tersebut tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga merampas hak masyarakat adat atas tanah dan sumber penghidupan mereka.

“Berdasarkan laporan masyarakat adat, perusahaan telah membabat habis pohon meranti, pohon damar, dan tanaman lainnya yang menjadi sumber kehidupan mereka. Bahkan, lokasi-lokasi yang dianggap keramat pun tidak luput dari perusakan,” ujar Feronika kepada titastory.id pada Sabtu, (4/1/).

Ia menegaskan bahwa sebagai mahasiswa yang berasal dari Pulau Buru, dirinya dan JAGAD menuntut tanggung jawab dari Fery Tanaya dan evaluasi serius terhadap izin usaha PT HTI WWI oleh Kementrian Kehutanan maupun Kementrian Lingkungan Hidup.

“Masuknya perusahaan ke kawasan adat tanpa sepengetahuan masyarakat jelas merupakan tindakan penyerobotan dan pencurian. Ini tidak hanya melanggar hukum tetapi juga mengabaikan hak-hak dasar masyarakat adat,” tambahnya.

Pengambilan getah damar, dan bahkan pohon damar termasuk penebangan kayu meranti kondisi saat ini terancam akibat pembabatan hutan oleh PT HTI WWI. Praktik ini disebut telah merusak ekosistem hutan serta mengancam mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada hasil hutan tersebut. (Foto: Ist)

Dalam aksi tersebut, JAGAD mengusung tiga tuntutan utama antara lain:

  1. Mendesak Bareskrim Polri untuk menangkap dan memenjarakan Fery Tanaya atas dugaan penyerobotan lahan adat dan lahan keramat di Desa Waehata.
  2. Mendesak Kementrian Kehutanan dan Kementrian Lingkungan Hidup untuk segera mencabut izin operasional PT HTI WWI karena telah melanggar konstitusi dan merampas hak-hak masyarakat adat.
  3. Mendesak PT HTI WWI untuk membayar ganti rugi kepada masyarakat adat atas kerusakan lingkungan dan hilangnya sumber penghidupan akibat penebangan ilegal kayu meranti dan pohon damar.

Feronika berharap aksi ini dapat mengetuk nurani aparat penegak hukum dan pemerintah untuk bertindak tegas terhadap perusahaan yang dianggap telah melanggar hak masyarakat adat. Ia juga menekankan pentingnya perlindungan hukum bagi masyarakat adat agar kejadian serupa tidak terus berulang di masa depan.

“Gerakan ini adalah bentuk perjuangan kami untuk keadilan masyarakat adat Waehata. Kami berharap pemerintah dan penegak hukum dapat mendengar suara kami dan bertindak sesuai dengan amanat konstitusi,” pungkasnya.

 

Penulis: Edison Waas

Editor: Christ Belseran

 

error: Content is protected !!