LBH Pers: Indikasi Amran Sulaiman Ingin Bungkam Pers Makin Kuat

Pernyataan Pengacara Amran Diaggap “Asbun dan Cacat Logika”
08/11/2025
Keterangan gambar: Judul Poster ‘Main Serap Gabah Rusak’ ini diganti sesuai rekomendasi Dewan Pers, dari judul poster sebelumnya ‘Poles-poles Beras Busuk’. Foto: Tangkapan layar sosial media Instagram tempo.co.

Jakarta, — Gugatan perdata Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap Tempo senilai Rp200 miliar terus menuai kritik tajam. Setelah Kementerian Pertanian melalui pengacaranya, Chandra Muliawan, menyebarkan rilis yang menyebut hasil gugatan akan dipakai membiayai program kementerian, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menilai langkah tersebut kian menegaskan niat Amran untuk membungkam media yang kritis terhadap pemerintah.

“Rilis itu justru memperkuat indikasi bahwa Amran menggunakan jabatan publik untuk kepentingan pribadi,” kata Direktur Eksekutif LBH Pers, Mustafa Layong, di Jakarta, Jumat (7/11/2025). “Dia memakai posisi menteri untuk menggugat media yang menjalankan fungsi kontrol sosial. Itu bentuk penyalahgunaan kekuasaan.”

Puluhan jurnalis dan aktivis masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan koalisi kebebasan pers menggelar aksi solidaritas di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (3/11). Foto: AJI Jakarta

Menurut Mustafa, pernyataan kuasa hukum Amran yang menyebut uang gugatan akan masuk ke kas negara adalah kekeliruan fatal. “Kerugian negara hanya bisa dibuktikan lewat audit resmi. Tidak ada kerugian negara akibat pemberitaan Tempo, apalagi auditnya,” ujarnya.

Ia menilai Amran tidak memiliki dasar hukum untuk menggugat media atas nama negara. “Undang-undang Pers tak mengenal ganti rugi perdata. Pasal 18 UU Pers hanya mengatur pidana denda maksimal Rp500 juta untuk pelanggaran Pasal 5 tentang hak jawab. Jadi angka Rp200 miliar itu tidak berdasar, mengada-ada, dan berlebihan,” kata Mustafa.

LBH Pers juga menuding Amran tak beritikad baik dalam penyelesaian sengketa pers. Ia lima kali mangkir dari mediasi yang difasilitasi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Mediator akhirnya menyatakan mediasi gagal. Tempo sudah menjalankan seluruh rekomendasi Dewan Pers, tapi Amran justru membawa perkara ini ke pengadilan,” tegas Mustafa.

Keterangan gambar: Judul Poster ‘Main Serap Gabah Rusak’ ini diganti sesuai rekomendasi Dewan Pers, dari judul poster sebelumnya ‘Poles-poles Beras Busuk’. Foto: Tangkapan layar sosial media Instagram tempo.co.

Dalam rilisnya, kuasa hukum Amran menuding Tempo tidak menjalankan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers. Namun Mustafa membantah klaim tersebut.

“Tempo sudah mengganti judul poster dari ‘Poles-poles Beras Busuk’ menjadi ‘Main Serap Gabah Rusak’ sesuai rekomendasi Dewan Pers,” katanya.

Ia juga menilai tuduhan bahwa Tempo merugikan petani sebagai bentuk manipulasi fakta. “Dalam dokumen gugatan, tidak ada bukti petani dirugikan. Yang ada justru temuan DPR dan data Bulog yang menunjukkan kebijakan serapan gabah any quality merugikan petani karena menyebabkan beras rusak di gudang,” ujarnya.

Keterangan gambar: Ketua Komisi IV DPR RI Titiek Soeharto memimpin inspeksi mendadak (sidak) ke Gudang Perum Bulog Tabahawa, Maluku Utara. Dalam sidak tersebut, Tim Komisi IV menemukan sekitar 1.200 ton beras yang sudah berubah warna menjadi abu-abu ternyata tersimpan sejak Mei 2024. Sumber foto: Tangkapan layar video NusantaraTV dan TikTok titiek.soeharto

Menurut Mustafa, berita Tempo edisi 16 Mei 2025 justru mengungkap persoalan kebijakan pemerintah dalam penyerapan gabah yang tidak berpihak kepada petani.

“Alih-alih membela petani, gugatan ini hanya menunjukkan sikap anti kritik dan upaya membungkam media. Itu pelanggaran serius terhadap konstitusi dan demokrasi,” tegasnya.

error: Content is protected !!