titastory, Aru– Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Aru menilai, laporan terhadap advokat merupakan nasihat (advis) hukum yang menyesatkan. Kondisi ini dikhawatirkan akan merusak sistem hukum di Indonesia untuk mencari keadilan dan membuka kebenaran. Pasalnya, secara hukum advokat punya hak impunitas yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Sebelumnya, Bupati Kepulauan Aru terpilih, Timotius Kaidei melayangkan gugatan kepada salah seorang advokat, Welmince Arloy dengan tuduhan pencemaran nama baik. Pasal yang digunakan adalah Pasal 45 Ayat (4) Juncto Pasal 27A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 310 Ayat (1) KUHPidana atau Pasal 335 KUHPidana.

Diduga persoalan ini berawal dari status Welmince selaku penggugat yang mengajukan perkara perbuatan melawan hukum (PMH) pada Pengadilan Negeri Dobo dengan Nomor Perkara : 2/Pdt.G.S/2024/ PN Dobo tanggal 16 Desember 2024 secara E-Court, melawan Timotius Kaidel selaku pihak tergugat.
Direktur LBH Aru, Gusty Teluwun mengatakan, jika pengaduan yang disampaikan kepada Polres Aru, merupakan advis hukum seorang pengacara atau penasihat hukum dari Bupati terpilih, Timotius Kaidel, ini merupakan penyesatan yang merusak sistem hukum di Indonesia.
“Menurut hemat kami, ini menyesatkan Pelapor sendiri dan merusak sistem hukum yang berlaku di negara hukum Indonesia ini,” kata Gusty dalam siaran pers yang diterima titastory, Rabu (12/2).
Dikatakan, Undang-Undang nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Lampiran SK/KAI Nomor: 08/KAI-I/V/2008. Pasal 5 Ayat (1) Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 Ayat (7) advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya, Pasal 4 Ayat (2) Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.
Lebih lanjut Gusty menegaskan, Pasal 3 Ayat 2 advokat dalam melakukan tugasnya bertujuan lebih mengutamakan tegaknya hukum, kebenaran dan keadilan.
Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasal 5 Ayat (1), berbunyi advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan ini dan Pasal 16 Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien.

Dia menjelaskan, hal tersebut adalah bentuk hak Impunitas yang melekat pada seorang advokat dalam menjalankan tugas profesinya, sebagai salah satu pilar dari ke empat pilar penegakan hukum di negara hukum Indonesia yaitu ; hakim, jaksa, kepolisian dan advokat.
“Apabila sistem hukum yang salah dan menyesatkan ini terus terjadi maka kami sangat menguatirkan kedepannya,” ungkapnya.
Menurutnya, bisa saja penyidik Polres Aru yang sementara menjalankan tugas yang diatur di dalam Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dilaporkan oleh Advokat yang diberikan kuasa khusus dari seorang warga masyarakat, sebagaimana yang telah terjadi pada Welmince Arloy.
Anehnya, kata Gusty, peristiwa dan perkara ini benar-benar sudah terjadi nyata, hal ini tidak bisa dibenarkan secara hukum. Sebab, telah menyesatkan serta melanggar kaidah-kaidah hukum itu sendiri.
Gusty menegaskan, yang dibutuhkan oleh seorang advokat adalah kejujuran, intergitas dan moral serta etika. Berbeda jikalau Welmince sebagai seorang advokat dalam menjalankan profesinya tertangkap tangan dan melakukan penyuapan kepada seorang jaksa atau kepada seorang hakim atau melakukan dugaan tindak pidana lainnya.
“Advokat itu bertalian dengan integritas, moral dan etika karena organisasi advokat bukanlah ormas, atau partai politik. Melainkan profesi yang mulia (oficium nobile). Yang berdiri di garis paling depan membela keadilan dan kebenaran, bukan perpanjangan tangan dari penguasa atau menjadi makelar kasus,” pungkasnya.
Penulis: Johan Djamanmona Editor : Khairiyah