Laut Subaim Jadi Kolam Limbah Nikel: Lumbung Pangan Halmahera Timur yang Hancur Perlahan

25/11/2025
Keterangan gambar: Seorang Warga Desa Subaim Terlihat memegang material tanah yang menjadi bak lumpur di sepanjang pesisir pantai Desa Subaim. Foto: @Nurkholis Lamau, aktivis lingkungan asal Halmahera Timur.

Wasile, Halmahera Timur, – Laut di pesisir Subaim, Kecamatan Wasile, Halmahera Timur, berubah warna menjadi merah kecoklatan. Lumpur pekat mengendap di sepanjang garis pantai. Air yang dahulu jernih—tempat warga menangkap ikan dan bertani—kini berubah seperti kolam pembuangan limbah industri.

Wilayah yang dulu dikenal sebagai lumbung pangan Halmahera Timur kini perlahan mati. Sawah-sawah tak lagi produktif. Sungai dan laut tercemar. Dan warga menghadapi kenyataan bahwa ruang hidup mereka telah digeser oleh ekspansi industri nikel.

Kondisi ini kembali mencuat setelah Nurkholis Lamau, aktivis lingkungan asal Halmahera Timur, mengunggahfoto dan video kerusakan di akun Facebooknya.

“Subaim adalah wilayah penting, basis lumbung pangan di Halmahera Timur, tapi dihantam limbah tambang secara berulang tanpa ada penyelesaian serius. Cabut IUP,” tulis Nurkholis.

Keterangan gambar: Potret Laut di pesisir Subaim, Kecamatan Wasile, Halmahera Timur, berubah warna menjadi merah kecoklatan. Foto: @Nurkholis Lamau, aktivis lingkungan asal Halmahera Timur.

Dalam unggahannya terlihat jelas air laut berubah merah kecoklatan—warna khas sedimentasi limbah tambang—disertai lumpur tebal yang menyelimuti pesisir.

“Ini Pesan dari Alam, Tapi Kita Tutup Mata”. Nurkholis menyebut kerusakan Subaim bukan sekadar insiden, tetapi peringatan yang terus diabaikan.

“Ini adalah pesan bahwa ada yang tidak beres dalam cara kita memperlakukan ruang hidup,” tulisnya lagi.

Ia menilai narasi pembangunan, transisi energi, hingga slogan-slogan seperti “Malut Bahagia” hanya menutupi fakta bahwa industri nikel menghancurkan ruang hidup warga.

“Kerusakan ekologis bukan dampak sampingan. Ini konsekuensi langsung dari sistem yang dibangun. Dan sistem ini tidak akan berubah jika kita terus memelihara narasi palsu,” kritiknya.

Nurkholis memperingatkan bahwa jika kerusakan ini terus dibiarkan, generasi mendatang akan menanggung dampak yang tak terbalikkan: hilangnya sumber pangan, krisis air, dan kerusakan ekosistem laut.

Lumpur pekat mengendap di sepanjang garis pantai. Air yang dahulu jernih—tempat warga menangkap ikan dan bertani—kini berubah seperti kolam pembuangan limbah industri. Foto: @Nurkholis Lamau, aktivis lingkungan asal Halmahera Timur.

Empat Perusahaan Nikel Beroperasi di Wasile

Subaim dan Wasile adalah kawasan yang dikepung industri nikel. Tercatat ada empat Izin Usaha Pertambangan (IUP)nikel di wilayah Wasile:

  • PT Jaya Abadi Semesta
  • PT Alam Raya Abadi
  • PT Indonesia Bumi Nickel
  • PT Forward Matrix Indonesia

Aktivitas pertambangan di bukit dan hulu sungai, serta pembangunan jalan tambang dan jetty, disinyalir menjadi sumber utama sedimentasi dan limpasan material yang masuk ke laut.

Dalam banyak kasus di Halmahera Timur dan Maluku Utara, pencemaran semacam ini terjadi berulang, namun tak berujung pada penindakan tegas. Pemerintah daerah kerap berdalih tidak memiliki kewenangan penuh atas izin tambang.

Keterangan gambar: Lumpur pekat mengendap di sepanjang garis pantai Subaim. Foto: @Nurkholis Lamau, aktivis lingkungan asal Halmahera Timur.

Lumbung Pangan yang Hilang

Sebelum tambang masuk, Subaim adalah kawasan subur yang menjadi sumber: padi ladang, kelapa, pala, cengkih, hortikultura, sumber perikanan pesisir

Kini banyak lahan pertanian tergerus sedimentasi dan banjir lumpur. Nelayan sulit menangkap ikan karena air sudah bercampur partikel limbah. Warga menghadapi perubahan yang drastis dan berbagai masalah melanda seperti Air keruh dan tak layak konsumsi, Hasil kebun menurun, Ekosistem pesisir rusak serta Konflik lahan meningkat.

Keterangan gambar: Lumpur pekat mengendap di sepanjang garis pantai Subaim. Foto: @Nurkholis Lamau, aktivis lingkungan asal Halmahera Timur.

Alarm Ekologis Maluku Utara: Dari Weda, Sagea, hingga Subaim

Subaim hanyalah satu fragmen dari krisis ekologis yang melanda Maluku Utara:

  • Teluk Weda: air berubah merah, sedimentasi dari smelter nikel.
  • Sungai Sagea dan Perairan Lelilef: terkontaminasi logam berat arsenik & merkuri.
  • Obi: limbah industri masuk ke laut dan sungai, warga kehilangan sumber pangan.

Kini Subaim—ikon pertanian Halmahera Timur—ikut runtuh.

Peringatan Nurkholis menggema sebagai seruan lebih besar: Bahwa kerusakan ekologis di Maluku Utara bukan lagi isu teknis. Ini adalah kegagalan negara melindungi ruang hidup rakyat.

“Kalau kita terus mengabaikan pesan alam seperti ini, kita sedang menggali kuburan bagi generasi mendatang dengan tangan kita sendiri,” ujarnya.

error: Content is protected !!