titastory, Ambon – Komisi II DPRD Maluku mendesak penghentian sementara aktivitas pemuatan dan pengiriman material pyrite ore milik PT Bumi Trinitas Resources (BTR) di Pulau Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya. Desakan ini menyusul insiden patahnya tongkang pada 26 Agustus 2025, yang mengakibatkan 10.126 ton material tumpah ke laut dari total rencana muatan 10.500 ton.
Ketua Komisi II DPRD Maluku, Irawadi, menegaskan tumpahan tersebut membahayakan biota laut, termasuk ikan dan terumbu karang.
“Kandungan tembaga dan asam sulfat dalam material jelas berisiko tinggi terhadap ekosistem laut dan kesehatan manusia,” ujarnya dalam rapat bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas ESDM Maluku di Ambon, Jumat (26/9/2025).

Komisi II meminta pemerintah provinsi menggunakan kewenangannya sesuai UU Minerba untuk menghentikan sementara operasi PT BTR hingga seluruh material yang tercecer dievakuasi dan kondisi perairan kembali aman. DPRD juga menekankan perlunya uji laboratorium independen dan terakreditasi, sebagai pembanding hasil uji yang dilakukan pihak perusahaan.
DPRD Panggil Manajemen PT BTR dan Inspektur Tambang
Komisi II DPRD Maluku juga akan memanggil manajemen PT BTR dan inspektur tambang yang merupakan perpanjangan tangan Kementerian ESDM di provinsi.
“Jika terbukti melanggar aturan lingkungan, tidak hanya sanksi administratif yang diberikan. Penutupan permanen hingga pidana bisa dijatuhkan bila peringatan diabaikan,” tegas Irawadi.
DPRD turut menyoroti keterbatasan anggaran Dinas Lingkungan Hidup Maluku, yang hanya Rp45 juta per tahun, sehingga pengawasan terhadap aktivitas tambang kerap terkendala.
“Tahun 2026 kami akan mengawal penambahan anggaran DLH. Masalah lingkungan tidak bisa dipandang sebelah mata karena dampaknya langsung dirasakan masyarakat dan alam,” imbuhnya.
Pencemaran Terbukti Lampaui Baku Mutu
Kepala DLH Maluku, Roy Syuta, menjelaskan pihaknya mengonfirmasi adanya pencemaran berdasarkan uji laboratorium. Meski hasil awal tidak menunjukkan indikasi pencemaran, uji lanjutan menemukan parameter pH, tembaga (Cu), dan seng (Zn) melampaui baku mutu.
“Kami tidak bisa 100 persen percaya hasil uji perusahaan karena hanya menggunakan 8 parameter dari 37 yang diwajibkan. Kami rekomendasikan penggunaan laboratorium independen di Ambon,” kata Roy.
DLH Kabupaten Maluku Barat Daya memperluas titik pengambilan sampel dari 4 menjadi 26 titik. Hasil terbaru menunjukkan pH perairan sudah normal, tetapi kadar tembaga dan seng masih mencemari laut di sekitar Pulau Wetar.
Menurut Roy, kelebihan kadar tembaga dan seng tidak hanya berbahaya bagi ekosistem laut—dapat merusak organisme, mengganggu pertumbuhan biota, dan menyebabkan toksisitas lingkungan—tetapi juga berisiko bagi kesehatan manusia seperti memicu mual, muntah, dan kerusakan organ, terutama hati (tembaga) dan pankreas (seng).
Material yang tumpah ke laut disebut sebagai sisa pengolahan tembaga (pyrite ore). Meski kandungan tembaga relatif kecil, dampaknya terhadap ekosistem laut di Pulau Wetar tetap signifikan.