Ambon, — Lambannya pengungkapan kasus pembacokan terhadap Hawa Bahta (54), pedagang kecil asal Ambalau, memantik kemarahan publik. Puluhan mahasiswa dan pemuda Keluarga Besar Ambalau mengepung Markas Polda Maluku, Rabu (17/12/2025), menuntut aparat kepolisian segera menangkap pelaku yang hingga kini masih bebas berkeliaran.
Aksi ini menjadi potret telanjang lemahnya respons aparat terhadap kekerasan jalanan di Ambon. Sepekan setelah insiden brutal itu terjadi di kawasan Mangga Dua, polisi belum juga mengumumkan satu pun tersangka. Bagi massa aksi, keterlambatan ini bukan sekadar soal teknis penyidikan, melainkan cermin krisis kehadiran negara bagi warga kecil.

“Beta pung mama cuma bajual par cari makan,” kata Hafist Hatumena, anak korban, dengan suara bergetar di hadapan barikade polisi. Ia menegaskan ibunya bukan pelaku kriminal, bukan bagian dari konflik apa pun, melainkan korban kekerasan murni. “Katong cuma minta keadilan. Tangkap pelaku sekarang.”
Polisi Dinilai Hanya Hadir untuk Formalitas
Koordinator aksi, Abas Souwakil, menyebut penanganan polisi terkesan seremonial. Menurutnya, aparat datang ke lokasi kejadian hanya untuk mendokumentasikan, tanpa langkah serius memburu pelaku.
“Datang foto-foto, ambil gambar, naik TikTok, lalu selesai. Satu minggu lewat, pelaku seng ada,” ujar Souwakil. Ia bahkan mendesak Kapolres Pulau Ambon mencopot Kapolsek Nusaniwe karena dianggap gagal menjalankan fungsi dasar penegakan hukum.
Kritik ini menambah daftar panjang keluhan publik terhadap kinerja kepolisian di Maluku, yang belakangan dinilai tumpul ke atas dan lamban ketika korban berasal dari kalangan rentan: pedagang kecil, warga pinggiran, dan perantau.
Ancaman Aksi Lebih Besar
Situasi di depan Mapolda sempat memanas ketika massa membakar ban sebagai simbol kemarahan. Aparat meredam ketegangan dengan pendekatan persuasif. Namun, mahasiswa memperingatkan aksi lanjutan akan digelar jika polisi terus membisu.
“Kalau pelaku tidak ditangkap, katong datang lagi. Jilid dua, di TKP,” kata salah satu orator.
Aksi ditutup dengan penyerahan tuntutan tertulis kepada Polda Maluku. Isinya tegas: tangkap pelaku, evaluasi Kapolsek Nusaniwe, dan buka informasi penyidikan secara transparan.
Kasus Hawa Bahta kini bukan lagi semata perkara pidana. Ia telah menjelma menjadi ujian publik: apakah hukum benar-benar bekerja untuk melindungi warga kecil, atau hanya bergerak cepat ketika kepentingan elite yang terusik.
Penulis: Christin Pesiwarissa
