titastory, Ambon – Pemerintah Pusat telah menurunkan kuota Minyak Tanah untuk Provinsi Maluku, di tengah kondisi kelangkaan yang terjadi di beberapa wilayah.
Penurunan tersebut terlihat dari penetapan kuota di tahun 2025 sebesar 103.000 Kiloliter (kl), turun 3.000 kl dari 106.000 kl di tahun 2024.
Kebijakan Pemerintah ini tentunya tidak sesuai dengan kebutuhan penggunaan Mitan di negeri para raja-raja yang terus bertambah setiap tahunnya.
Ketua Komisi II DPRD Maluku, Irawadi, mengatakan, selain rumah tangga, pihak yang paling terdampak akibat penurunan kuota adalah nelayan, karena hampir 80 persen menggunakan Mitan. Selain itu, 90 persen pelaku usaha perhubungan antar pulau yang menggunakan mesin tempel (Speedboat).
Irawadi mengaku telah dihubungi masyarakat di Banda, Kabupaten Maluku Tengah, bahwa mesin tempel yang digunakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat, kini hanya menjadi pajangan, karena kesulitan mendapatkan Mitan.
“Mesin tempel masyarakat sudah digantung di rumah (dirumahkan) dikarenakan kelangkaan mitan. Alternatif memang ada pergantian komponen (mesin) dari Mitan ke Pertalite, tapi harganya mahal mencapai Rp7 juta, ini juga menjadi beban tambahan untuk masyarakat nelayan, apalagi sekarang kuota Mitan mengalami penurunan,”tutur Irawadi di kantor DPRD Maluku, Kamis (09/01).
Menurutnya, sebagai tindak lanjut, DPRD Maluku melalui Komisi II telah melakukan rapat bersama Pertamina, Dinas ESDM, Dinas Perikanan, dan Dinas Perhubungan, dalam rangka mengevaluasi kebijakan yang dianggap merugikan Maluku.
DPRD Maluku bersama instansi terkait juga
akan menyampaikan ke BPH Migas, Kementerian ESDM, termasuk Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perikanan, agar Kuota Mitan untuk Maluku tidak dikurangi, dan sebaliknya ditambahkan sesuai kebutuhan.
Revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014
DPRD akan menyentil Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014, yang mengatur tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM), karena tidak tertuang tentang penggunaan transportasi antar pulau.
Padahal Maluku sebagai Provinsi Kepulauan, memiliki luas lautan lebih besar dari daratan, dibandingkan daerah di pulau Jawa yang didominasi daratan. Untuk itu, Pepres tersebut perlu direvisi, sehingga menguntungkan Maluku dan provinsi Kepulauan lainnya.
“Jawa ini kan lebih luas daratan dari lautan, kalau kita lautan, lebih banyak hubungan antar pulau, dan kita lebih banyak menggunakan Mitan transportasi. Jadi selain kuuta, kita juga mengusulkan tambahan untuk penggunaan transportasi antar pulau, ini yang tidak terdaftar atau tidak terakomodir dalam Pepres,”ungkap Irawadi.
Ia berharap, apa yang menjadi catatan untuk disampaikan nantinya, dapat ditindaklanjuti Pemerintah Pusat, dalam upaya peningkatan perekonomian dan kesejahteraan nelayan maupun pelaku usaha perhubungan di Maluku.
Penulis : Ian S
Editor : Martha Dianthi