Kuasa Hukum Ajukan Eksepsi, Terdakwa Satria Ardi Tuahan Disebut Pejuang Lingkungan

07/08/2025
Sidang pejuang lingkungan di PN Ambon. Ist

titastory, Ambon – Sidang lanjutan perkara pidana atas nama Satria Ardi Tuahan digelar di Pengadilan Negeri Ambon, Kamis, 7 Agustus 2025. Dalam sidang dengan nomor perkara 166/Pid.B/2025/PN Amb itu, penasihat hukum terdakwa mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Fadli Panne, kuasa hukum Satria, menyebut dakwaan JPU cacat secara hukum karena bertentangan dengan prinsip kompetensi relatif pengadilan. Ia menilai Pengadilan Negeri Ambon tidak berwenang mengadili perkara yang locus delicti-nya berada di Negeri Haya, Maluku Tengah, yang masuk wilayah hukum Pengadilan Negeri Masohi.

“JPU tidak menjelaskan alasan pemindahan lokasi sidang ke PN Ambon, padahal Pasal 85 KUHAP menegaskan bahwa persidangan harus digelar di wilayah tempat tindak pidana terjadi,” ujar Panne kepada titastory.id.

Kuasa Hukum. Foto : Ist

Ia juga menyoroti tidak adanya dokumen resmi dari Ketua PN Masohi atau Kepala Kejaksaan Negeri Masohi yang menjadi dasar pemindahan persidangan. Menurutnya, hal ini membuat proses hukum kehilangan legitimasi formal.

Dakwaan Dinilai Kabur dan Keliru

Dalam eksepsi yang dibacakan di persidangan, Panne juga menyebut JPU keliru mencantumkan status terdakwa sebagai saksi dalam surat dakwaan. Kekeliruan ini, katanya, membuat dakwaan menjadi tidak jelas (obscuur libel) dan bertentangan dengan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.

“Status Satria dicantumkan sebagai saksi dalam narasi yang menuduhnya melakukan penghasutan. Ini membingungkan dan tidak sah menurut hukum,” ujarnya.

Panne menambahkan, dakwaan JPU juga tidak menguraikan secara lengkap peristiwa hukum pada 16 Februari 2025. Tindakan yang dituduhkan kepada terdakwa, seperti penghasutan, tidak dijelaskan secara rinci dan kronologis dari pukul 14.00 hingga 21.00 WIT.

Satria Disebut Pejuang Lingkungan

Lebih lanjut, kuasa hukum menyatakan bahwa Satria Ardi Tuahan adalah pejuang lingkungan yang memperjuangkan hak atas ruang hidup masyarakat pesisir Negeri Haya dari dampak eksploitasi pasir garnet oleh PT Waragonda Mineral Pratama.

“Sebagai pejuang lingkungan, terdakwa tidak bisa dipidana. Penuntutan ini melanggar Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” kata Panne.

Ia juga merujuk pada Pasal 76 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023, yang menyebutkan bahwa gugatan terhadap pejuang lingkungan harus ditolak tanpa memeriksa pokok perkara.

Tuntutan Kuasa Hukum

Dalam eksepsi yang dibacakan di persidangan, penasihat hukum terdakwa meminta majelis hakim:

1. Menerima dan mengabulkan eksepsi terdakwa untuk seluruhnya.
2. Menyatakan PN Ambon tidak berwenang mengadili perkara ini.
3. Menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum atau tidak dapat diterima.
4. Menyatakan terdakwa sebagai pejuang lingkungan hidup.
5. Menyatakan penuntutan tidak dapat diterima tanpa memeriksa pokok perkara.
6. Memerintahkan penghentian proses perkara.
7. Memerintahkan agar terdakwa segera dibebaskan dari tahanan.

Hingga sidang ditutup, majelis hakim belum memutuskan eksepsi yang diajukan. Agenda lanjutan sidang akan diumumkan dalam waktu dekat.

Penulis: Edison Waas

 

error: Content is protected !!