titaStory.id,ambon – Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh Eks Walikota Ambon, Richard Louhenapessy masih terus diseriusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dan dalam upaya pembuktian dugaan TPPU tersebut ratusan saksi pun telah diperiksa. Bahkan di antara ratusan saki tersebut sejumlah ASN pun ikut diperiksa.
Lansiran sejumlah media, mereka yang diperiksa adalah orang orang dekat mantan Walikota dua periode ini. Dimana dalam kedudukan pemeriksaan, mereka diduga melakukan tindakan pemberian yang mengarah pada penyuapan yang berimplikasi pada hasil pemberian tersebut kemudian di samarkan sehingga disebut pencucian uang.
Diketahui, selasa 14 Februari 2023, KPK telah memanggil dua orang saksi terkait kasus ini yakni Suminsen sebagai wiraswasta dan Grimaldy Louhenapessy, karyawan Swasta dan enam saksi lain, yakni Erlen Louhenapessy dan William Pieter Mairuhu. Keduanya merupakan pengusaha. Ada juga Nolly Stevie Bernard Sahumena, karyawan salah satu bank, Abigael Agnes Serworwora dan Roy Prabowo Lenggono. Mereka adalah merupakan notaris, pemeriksaan juga terhadap Romelos Alfons, (petani). Pemeriksaan dilakukan di kantor BPKP Maluku.
Pemeriksaan juga dilakukan pada tanggal 1 Mei 2023, dan terperiksa adalah Sekretaris Kota Ambon, Agus Ririmase. Ririmasse yang dimintai keterangan sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan TPPU. Selain Ririmasse, lima saksi lain yang dihadirkan adalah, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Ambon di tanggal 31 Mei 2021 atas nama Ivonny Alexandria W. Latuputty. Sedangkan pihak swasta yang juga diperiksa adalah Noviana Pattiranne. Tidak hanya itu, Anthony.G. Latuheru mantan Sekretaris Kota Ambon tahun 2011-2021 turut diperiksa KPK.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Ahli Hukum Pidana Universitas Pattmura, Dr. Reymond Supusepa,SH.,MH yang diwawancarai titastory.id, menerangkan, dalam pengusutan kasus TPPU Penyidik KPK tentunya sudah
dipermudah dengan putusan awal atau predicate crime. \
Katanya, indikasi dari proses money laundering atau TPPU tentunya terdapat beberapa tahapan. Tahapan yang dimaksud adalah Placemernt (penempatan-re) di mana pada tahap ini penempatan dana yang dihasilkan
dari suatu aktivitas kriminal/hasil kejahatan, seperti mendepositokan uang hasil
kejahatan tersebut di suatu bank, atau sebagai saham. Atau merupakan upaya menempatkan uang tunai
yang berasal dari Tindak Pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya penempatan uang giral (check, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain) ke dalam sistem keuangan/ sistem perbankan.
Tahap ke dua adalah Tahap Layering (Transfer). Pada tahap ini sebagai Layering (Transfer) sebagai
upaya untuk mentransfer harta kekayaan yang berasal dari Tindak Pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada bank sebagai jasa keuangan.
“Si pemilik dana tersebut bebas membuat transaksi dan mentransfer dana dari beberapa
rekening dengan cara memecah-mecah jumlah dana di bank yang tujuannya
menghilangkan jejak asal-usul uang tersebut, biasanya oleh pemilik uang kotor ini
digunakan untuk membiayai suatu kegiatan usaha, secara legal seolah-olah kelihatannya
kegiatan usaha itu dibiayai atas perolehan kredit dari Bank,” jelasnya.
Semetara tahap yang berikut ini adalah Tahap Integration (Penyatuan Harta Kekayaan-red). Yang menurutnya,
bagian tahap ini mengarah pada penyatuan kembali uang kotor tersebut setelah melalui tahap placement dan tahap layering di yang selanjutnya uang/harta kekayaan tersebut digunakan dalam berbagai kegiatan-kegiatan legal sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean money).
Menerangkan tentang dugaan TPPU Richard Louhenapessy, ahli hukum pidana ini pun menegaskan, Jaksa KPK sudah sangat mudah menentukan dalam dakwaan baik formyl pun materill dalam dakwaan, karena delik intinya sudah terbukti.
Dalam posisi Richard Louhenapessy, sesuai Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sesuai pasal 5. Bahwa setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
Ungkapnya, jika terbukti, tentunya pasal 3 dan 4 UU TPPU juga akan melekat pada dirinya, apa lagi jika pada kasus awal telah terbukti. Ketika ditanya soal adanya pemberian dari pejabat pemkot, Supusepa pun menjelaskan, pemberian sejumlah uang kepada Richard Louhenapessy berkaitan dengan tindak pidana suap, bukan TPPU. Dan jika uang hasil suap itu digunakan diedarkan Richard Louhenapessy sang terpidana pada
kasus awal yang kini ditersangkakan pada kasus baru, praktik mengalirkan atau
menyamarkan menjadi harta kekayaan, itu adalah TPPU dan tentunya akan dirampas
oleh negara.
“Tentunya pada fakta persidangan kasus awal, ada sejumlah pejabat eselon Il yang
memberikan sejumlah uang, maka itu adalah tindak pidana suap, bukan TPPU. Dan jika
disinkronkan dengan kasus dugaan TPPU bakal terjawab jika hasil suap tersebut
kemudian dialirkan atau diedarkan atau disamarkan sebagai harta, yang tentunya akan disita oleh negara.
Dilansir dari salah satu media online di Kota Ambon, saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Ambon atas dugaan TPPU, eks Wali Kota Richard Louhenapessy pun didakwa menerima suap senilai Rp 11.259.960.000,00. Dimana dana milyaran rupiah itu disebutkan JPU berasal dari sejumlah sumber yakni sejumlah Pimpinan OPD lingkup Pemerintah Kota Ambon hingga politisi. Diuraikan, pemberian uang ke pada mantan Walikota Ambon oleh Pimpinan OPD (Kadis) adalah :
- Plt Direktur PDAM Kota Ambon, Alfonsus Tetelepta senilai Rp260 juta.
- Kepala Dinas PUPR Kota Ambon Enrico Matitaputty senilai Rp150 juta.
- Mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Ambon Fahmy senilai Salatalohy Rp240 juta.
- Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Ambon Roberth Silooy senilai Rp 50,2 juta.
- Juga Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Ambon Izaac Said senliai Rp 116 juta.
- Kadis Perhubungan Ambon Robby Sapulette senilai Rp 8 juta.
(*TS 02)
Discussion about this post