titastory.id, jakarta – Akhir-akhir ini, kota-kota dunia dilihat sebagai zona strategis jaringan kerja ekonomi, lingkungan, politik global. Maka label the most powerful cities atau kota-kota sangat berpengaruh abad 21, bukan lagi kota-kota lokasi kantor pusat perusahan-perusahan raksasa dunia, tetapi kota-kota penyedia jasa-jasa (advanced producer services/APS) jaringan kerja skala dunia (global-network) seperti Kota Singapura di Asia Tenggara. (Zachary P. Neal, 2012: 151). Antara lain karena 2,84 miliar penduduk dunia tinggal dan hidup di kota-kota tahun 2000 dan sekitar 4,9 miliar penduduk dunia bakal tinggal di kota-kota tahun 2030. (Journal Ambio, 31/10/2012)
Jaringan kerja dunia (global-network) mula-mula dirintis East India Company (EIC) asal Inggris tahun 1600 dan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) (1602-1798), serikat dagang Hindia Timur asal Belanda dengan komoditi utama rempah-rempah asal Maluku. Tahun 1602, VOC menjadi perusahan multinasional pertama dan perusahan penerbit saham pertama di dunia. VOC dapat melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain, menerbitkan mata uang, menyatakan perang, dan membentuk koloni. (Glenn J. Ames, 2008: 102-103)
Abad 16-18 Masehi, VOC dan EIC membangun depot-depot, kamar dagang (trading house) dan produksi komoditi utama khususnya rempah-rempah, tekstil, teh, porselin, dan logam mulia di sepanjang Kota Afrika Asia seperti Surat, Kalkuta, Madras, Bombai di India (Furber, 1976:191-201; Philip Lawson, 2014: 68-69); Canton, Macao, Shanghai di Tiongkok; Hong Kong, Batavia di Hindia Timur.
Tahun 1610-1619, VOC membangun markas besarnya di Ambon. Sekilas kota ini sangat strategis di dekat pusat produksi rempah dunia, Maluku. Namun, letaknya jauh dari rute perdagangan Afrika-India-Tiongkok-Jepang (Om Prakash, 1985:20; William De Lange, 2006:21). Maka VOC memilih Batavia yang berada di bawah kendali kekuatan lokal dan jauh dari pengaruh Tiongkok dan armada Inggris atau Portugal (M.C. Ricklefs, 1991: 25-28).
Kini awal abad 21, kondisi Maluku dan Kota Ambon pada usia 441 tahun tanggal 7 September 2016, seperti memperkuat tesis resource curse selama ini. Bahwa zona-zona kaya sumber alam, seperti emas, minyak, gas, dan sumber alam lainnya, sering terperangkap dalam paradoks : kaya sumber alam namun rakyatnya miskin dan terjebak konflik (Auty, 1993; Sachs and Warner, 1997; Humphreys, Sachs and Stiglitz, 2007:1) Tulisan singkat ini hendak melihat peluang dan tantangan Kota Ambon dan Maluku keluar dari paradoks ini dan menjadi “kota model” penyedia jasa, infrastruktur, dan jaringan kerja skala dunia.
Nagasaki-Ambon
Kota Nagasaki di Jepang, tidak kaya sumber alam dan hanya desa nelayan hingga tahun 1543 ketika kapal navigator Portugal, Fernao Mendes Pinto, merapat ke dekat Tanegashima, Nagasaki. Tahun 1569-1571, Daimyo Omura Sumitada mengizinkan armada dagang Portugal membangun pelabuhan kapal-kapal Portugal di Nagasaki (C.R. Boxer, 1993:100-101). Ketika itu, tahun 1575, Portugal juga membangun benteng di Ambon (M.C. Ricklefs, 1991:25).
Nagasaksi menyediakan perdagangan komoditi tembakau, roti, tekstil asal Tiongkok, sutera asal Jepang, dan kastela asal Portugal. Selama Restorasi Meiji (1868-1912) di Jepang, Nagasaki dijadikan pusat produksi kapal Mitsubishi (kontraktor Angkatan Laut Jepang), Mitsubishi Steel and Arms Works, Akunoura Engine Works, Mitsubishi Arms Plant, Mitsubishi Electric Shipyards, Mitsubishi Steel and Arms Works, dan Mitsubishi-Urakami Ordnance Works. Akibatnya, Nagasaki menjadi sasaran bom Sekutu pada Perang Dunia II. (US GPO, 1946.
Meskipun sama-sama kota pelabuhan dibangun oleh Portugal, selama ini hingga awal abad 21, Ambon belum berkembang seperti Nagasaki. Alasannya, sejak akhir abad 20, kota-kota diakui sebagai zona-zona penting bagi jaringan kerja ekonomi-politik dan lingkungan global. Perusahan-perusahan raksasa bukan lagi faktor utama mata-rantai produksi, konsumsi, dan bisnis komoditi global seperti abad 14-19 Masehi. Kini kemampuan kota menyediakan jasa dan komoditi pasar dunia menjadi faktor utama daya saing, pengaruh dan keunggulan kota. (Zachary P. Neal, 2012; Augusto Cusinato, et al, 2015; Phil Hubbard, 2006:174).
Penyediaan jasa-jasa, fasilitas, infrastruktur dan SDM jaringan-kerja global membuat Nagasaki menjadi kota global awal abad 21. Kota Ambon bisa mengambil inspirasi dari sana. Keberadaan Blok Masela yang ditetapkan pembangunan kilangnya di darat akan memberikan kesempatan besar. Universitas Pattimura dan sejumlah perguruan tinggi di Maluku bisa mengambil peran untuk menyediakan SDM bidang gas, minyak dan kelautan. Bahkan, Universitas Pattimura cukup aktif untuk mengantisipasi kebutuhan SDM.
Kota Ambon juga memiliki peluang dan potensi untuk menjadi mata rantai komersial, bukan hanya untuk Maluku, tetapi juga bisa mengambil peran penting di kawasan timur, termasuk mengantisipasi pengembangan kawasan pasifik, jika melihat posisi strategis Ambon (Maluku) dengan wilayah laut.
Para ahli seperti Wang dan Olivier misalnya, memperkirakan pada awal abad 21, sekitar 90 persen komoditi dunia dikirim melalui pelabuhan seperti minyak, gas, bijih besi, batu-bara, buah, sayur, beras, gandum, teh, cengkeh, dan lain-lain. Peluang Ambon sangat besar, jika mengingat keberadaan aneka sumber daya alam, terutama sejumlah Blok Migas di Bumi Maluku.
Apalagi kenyataannya ada blok Bula dan blok Non Bula di Seram Timur yang eksploitasinya sudah sejak tahun 1925. Politeknik Ambon dan Universitas Pattimura dan sejumlah Perguruan tinggi di Maluku bisa mengambil peran untuk menyediakan sumber daya manusia di bidang gas, minyak dan kelautan.
Diharapkan ada kerjasama yang baik nantinya antara Kabupaten Kepulauan Tanimbar, MBD, dan juga Kabupaten Seram Timur, sebagai wilayah daerah penghasil.
Untuk itu, Ambon perlu mempertimbangkan berbagai peluang untuk memiliki satu gagasan besar (visi) mengenai impian akan Ambon pada mendatang. Tindakan pada hari ini akan menjadi penentu masa depan Ambon dan sekaligus menyelamat generasi mendatang.
Kota Ambon: Peluang dan Tantangan Abad 21
Kini, jaringan kerja bisnis global dapat pula menentukan kerjasama ekonomi di Pasifik (Trans-Pacific Strategic Economic Partnership Agreement/TPSEP). Tahun 2005, Brunei, Cile, Selandia Baru, dan Singapura merintis TPSEP. Sejak 2008, Amerika Serikat, Australia, Jepang, Kanada, Malaysia, Peru dan Vietnam bergabung ke TPSEP. Pada 5 Oktober 2015, 11 negara anggota TPSEP menyepakati standardisasi perdagangan, tarif, dan cara penyelesaian sangketa investasi. (Executive Office US President, 2015).
Penerapan TPSEP mempengaruhi standardisasi perlindungan hak cipta, hak tenaga kerja, debirokratisasi, dan penghapusan pembatasan ekspor dan impor (Reuters, 26/10/ 2015). Dalam proyek gas Blok Masela, misalnya, investor dapat mendesak kelonggaran persyaratan local content dan local packaging.
Oleh karena itu, dalam rangka membangun jasa, infrastruktur dan SDM jaringan kerja global, kota Ambon dapat menggunakan pendekatan seperti Norwegia dalam mensejahterakan rakyat dengan memanfaatkan sumber daya alam, tetapi tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Sejauh ini, model Norwegia tersebut di atas dapat menghasilkan 985 miliar dollar AS kekayaan Norwegia yang hanya berpenduduk 5.213.985 jiwa Mei tahun 2016 di zona seluas 385.252 kilometer persegi (Statistics Norway, 2016). Konservasi jasa-jasa ekosistem yang tidak dapat diperjualbelikan, sangat penting guna melahirkan kota sehat-lestari dan ekosistem sehat lestari.
Pola pembangunan Norwegia yang apik menyebabkan Norwegia mendominasi sebagai negara dengan peringkat pertama dari sisi Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia dari UNDP selama beberapa tahun terakhir ini. HDI merupakan ukuran statistik soal angka harapan hidup, pendidikan dan indikator pendapatan per kapita. Norwegia juga menjadi contoh yang menarik bagaimana memperlakukan lingkungan hidup, yang bukan saja nyaman tetapi juga menjadi kota yang sangat layak huni.
Kearifan Lokal
Tentu, semua bermimpi menjadikan Kota Ambon sebagai kota yang layak huni, sejahtera, lestari dan berkeadilan sosial, dari satu generasi ke generasi mendatang. Pembangunan yang ramah lingkungan, bukan saja sekadar slogan tetapi itu harus nyata. Mengeksploitasi alam tanpa mempertimbangan sisi keberlanjutan, sesungguhnya hanya mewariskan masalah pelik bagi generasi mendatang.
Kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup, bukan saja merupakan satu trend global, tetapi juga merupakan salah satu gaya hidup, yang sekaligus sangat berpengaruh dalam perbaikan kualitas hidup. Yang jelas, ada banyak referensi mengenai relasi alam dan manusia, tetapi sesungguhnya masyarakat Maluku memiliki beragam kearifan lokal yang menjadi referensi sahih yang merupakan warisan turun-temurun. Menjaga lingkungan berarti menjaga masa depan Maluku, termasuk Ambon di dalamnya.
Studi ilmiah Meredith Reba (M. Reba et al., 2016) dari The Yale School of Forestry and Environmental Sciences, misalnya, menemukan bahwa sehat-lestarinya kota-kota dunia selama 5.700 tahun terakhir sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas interaksi manusia dan lingkungannya yang berdampak pada rute-rute dagang, transportasi, batas-batas wilayah, dan lain-lain. Maka kini tiba saatnya, masyarakat dan pemerintah daerah Kota Ambon dan Maluku umumnya meningkatkan tata kelola kapitalisasi teknologi, inovasi, keahlian, pengetahuan, dan pendidikan SDM Maluku bidang gas, minyak, mineral strategis, perikanan, lingkungan dan jaringan-kerja jasa dan nilai skala global. ***
Penulis adalah Alumni Universitas Bremen Jerman
Sumber: Maluku Post, 17 September 2016
Sumber: Maluku Post, 12 September 2016
Discussion about this post