Konflik Lahan Asrama Militer di Kawasan OSM Ambon, Ahli Waris Laporkan Danramil Nusaniwe

Danramil Nusaniwe Dilaporkan ke Pomdam, Diduga Cemarkan Nama Baik Warga
04/11/2025
Keterangan gambar: Stella Reawaruw, terduga korban pencemaran nama baik saat melayangkan laporan ke POM Kodam XV Pattimura. Foto: Ist

Ambon, —Komandan Rayon Militer (Danramil) 1504-06 Nusaniwe, Kapten Infanteri Vicodey Andreas, dilaporkan ke Polisi Militer Kodam (Pomdam) XV/Pattimura atas dugaan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. Laporan itu diajukan oleh Stella Reawaruw, warga sekaligus Koordinator Purnawirawan Warakawuri, pada Sabtu, 1 November 2025, menyusul insiden pembongkaran papan pengumuman di lokasi sengketa lahan Asrama Militer (Asmil) OSM, kawasan Kudamati, Kota Ambon.

Kejadian yang memicu laporan itu berlangsung sehari sebelumnya, Jumat (31/10), ketika sejumlah oknum TNI mencabut papan informasi milik ahli waris lahan dati yang terpasang di area OSM. Stella, yang juga pemegang kuasa ahli waris, merasa dipermalukan dan dilecehkan secara pribadi saat mencoba meminta penjelasan dari aparat di lapangan.

“Saya tanya kenapa papan itu dicabut, tapi dia malah menanyakan marga saya. Begitu saya jawab Reawaruw, dia bilang, ‘pulang saja ke Waai, galojo, rakus’ dengan suara keras di depan banyak orang,” tutur Stella kepada wartawan. “Ucapan itu bukan hanya merendahkan saya, tapi juga membawa nama marga dan negeri saya. Karena itu saya laporkan agar diproses secara hukum.”

Tindakan itu dianggapnya mencoreng citra TNI di mata masyarakat dan memperkeruh konflik lama antara warga, ahli waris adat, dan Kodam Pattimura terkait status lahan asrama militer di OSM.

Konflik tanah yang melibatkan lahan seluas lebih dari 100 ribu meter persegi itu sudah berlangsung bertahun-tahun. Warga adat dan ahli waris dari keluarga Jacobus Abener Alfons Cs mengklaim tanah tersebut merupakan tanah adat Dati Kudamati, bagian dari 20 dusun di Urimessing. Mereka menegaskan bahwa lahan itu tidak pernah dilepaskan secara sah kepada negara, dan putusan pengadilan perdata Nomor 54/PDT.G/2023/PN.AB beserta tingkat banding disebut telah menolak klaim kepemilikan Kodam.

Ahli waris juga menunjukkan bahwa pada 2014 pihak Kodam sempat mencabut permohonan banding, yang mereka nilai sebagai pengakuan diam-diam bahwa institusi militer tak memiliki dasar kuat atas lahan tersebut.

“Kami tidak menolak keberadaan TNI, tapi kalau lahan itu milik adat, ya harus diakui. Jangan sampai sejarah dan hak adat dihapus begitu saja,” kata salah satu ahli waris, Evans Reynold Alfons, kepada redaksi.

Keterangan gambar: Kapten Inf Vicodey Andreas saat berada di lokasi OSM, Jln Nona SAR Sopacua, Nusaniwe, Kota Ambon. Foto: Ist

Berbeda dengan klaim warga, pihak Kodam XVI/Pattimura berpegang bahwa tanah tersebut adalah aset negara, bekas hak barat atau Eigendom Verponding Nomor 984, yang telah digunakan untuk asrama militer sejak 1958.

Kepala Penerangan Kodam XVI/Pattimura, Kolonel Inf. Heri Krisdianto, menjelaskan bahwa lahan itu sudah masuk dalam inventaris resmi aset TNI Angkatan Darat dan digunakan secara sah untuk kepentingan pertahanan.

“Putusan pengadilan sudah jelas menolak gugatan warga dan memperkuat bahwa lahan itu merupakan aset negara. Namun kami tetap mengedepankan pendekatan humanis dan dialogis untuk menjaga kondusifitas di lapangan,” ujar Heri, dikutip dari laman media online CahayaNusantara.

Penguasaan TNI AD Disebut Cacat Yuridis

Meski demikian, beberapa dokumen internal TNI justru menunjukkan kerancuan administratif dalam penguasaan lahan. Sebuah laporan Zidam XVI/Pattimura mencatat tidak adanya akta pelepasan hak yang sah dari ahli waris adat kepada TNI. Surat pelepasan hak yang dipegang Kodam sejak 1987 disebut cacat hukum karena tidak mendapat pengesahan Saniri Negeri Urimessing dan tanpa persetujuan para ahli waris. Bahkan, pernyataan resmi Danrem 174/Pattimura Nomor SP/60/VII/1989 justru menyebut bahwa lahan tersebut adalah tanah negara, bukan milik institusi TNI AD.

Secara hukum, posisi ahli waris diperkuat oleh Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, yang menegaskan pengakuan terhadap hak ulayat masyarakat adat. Beberapa putusan pengadilan, termasuk di tingkat Mahkamah Agung, juga menegaskan bahwa tanah-tanah Dati Urimessing merupakan milik sah keluarga Jozias Alfons.

“Dengan tidak adanya akta pelepasan hak, maka kepemilikan adat masih sah secara hukum. Penguasaan TNI AD di lahan OSM bersifat faktual saja, belum legal secara yuridis,” kata Evans Reynold Alfons, Senin (4/11).

Kasus dugaan pencemaran nama baik oleh Danramil Nusaniwe kini menjadi titik baru dalam konflik panjang ini. Laporan Stella ke Pomdam bukan semata menuntut permintaan maaf pribadi, tetapi juga meminta evaluasi dari Pangdam XVI/Pattimura terhadap perilaku bawahannya, serta mendorong penyelesaian hukum yang berkeadilan atas sengketa tanah OSM.

Bagi warga Kudamati, perkara ini bukan hanya soal sengketa lahan, melainkan soal penghormatan terhadap hak adat dan martabat orang Ambon.

“Kalau tanah adat bisa diambil tanpa izin, lalu adat itu sendiri mau ditaruh di mana?” ujar Stella singkat, menatap lautan dari balik pagar sengketa yang kini kembali sunyi.

error: Content is protected !!