Komunikasi: Esensi yang Menyatukan Manusia dalam Kehidupan Sosial

by
31/01/2025
Foto Ilustrasi Masyarakat Multikultur. Sumber: Laman website: retizen.republika.co.id
Oleh: Gunawan Prasetyo, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Sahid, Jakarta

Jakarta – Dalam kehidupan sehari-hari, kita terus-menerus berkomunikasi—baik secara lisan, tulisan, maupun melalui gestur dan simbol. Namun, apakah kita benar-benar memahami esensi komunikasi? Lebih dari sekadar pertukaran informasi, komunikasi adalah fondasi yang membangun hubungan manusia, membentuk komunitas, dan menciptakan pemahaman bersama.

Sejarah panjang ilmu komunikasi telah melahirkan berbagai definisi yang menyoroti aspek berbeda dari proses ini. Misalnya, menurut Hovland, Janis, dan Kelley (1953), komunikasi adalah cara seseorang menyampaikan stimulus dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lain. Sementara itu, Harold Lasswell (1960) merumuskannya dalam formula terkenal: “Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect?”—yang menunjukkan bahwa komunikasi bukan hanya soal isi pesan, tetapi juga siapa yang menyampaikannya, melalui media apa, dan dampaknya bagi penerima.

Lebih jauh, Berelson dan Steiner (1964) menekankan bahwa komunikasi adalah proses menyampaikan informasi, gagasan, dan emosi melalui simbol seperti kata-kata, gambar, atau angka. Pandangan ini sejalan dengan teori Claude Shannon dan Warren Weaver (1949), yang melihat komunikasi sebagai sistem yang memungkinkan pikiran seseorang memengaruhi pikiran orang lain.

Namun, komunikasi tidak hanya terbatas pada individu. Ia juga menjadi perekat komunitas. Tanpa komunikasi, komunitas tidak dapat terbentuk, karena kebersamaan didasarkan pada pengalaman dan makna yang dibagikan. Dalam konteks ini, komunikasi berperan dalam membangun identitas kolektif melalui seni, agama, bahasa, dan sejarah bersama.

Gunawan Prasetyo, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Sahid, Jakarta

Sayangnya, di era digital saat ini, makna komunikasi sering kali terdistorsi oleh arus informasi yang berlebihan dan fragmentasi media sosial. Alih-alih mempererat hubungan sosial, komunikasi justru sering kali menimbulkan disinformasi dan polarisasi. Oleh karena itu, tantangan terbesar kita bukan hanya memahami komunikasi secara akademis, tetapi juga menggunakannya secara bijak untuk memperkuat pemahaman, bukan memperdalam perpecahan.

Jika komunikasi adalah seni untuk berbagi dan menciptakan kebersamaan, maka pertanyaannya adalah: sudahkah kita menggunakannya dengan baik?

Esai ini akan membahas bagaimana media menjadi agen perubahan budaya, bagaimana teknologi mempengaruhi konsumsi dan produksi media, serta dampaknya terhadap norma, nilai sosial, dan identitas budaya. Dengan pendekatan kohesif dan koheren, esai ini akan menganalisis keterkaitan antara media dan budaya dalam masyarakat modern.

 

1. Sejarah Komunikasi Manusia

Menurut Everett M. Rogers dalam Communication Technology: The New Media in Society (1986), sejarah komunikasi diperkirakan telah dimulai sejak 35.000 tahun sebelum Masehi. Pada masa Cro-Magnon, bahasa mulai berkembang sebagai alat komunikasi. Sekitar 22.000 tahun sebelum Masehi, manusia purba mulai menggunakan lukisan gua sebagai bentuk komunikasi simbolik.

Lebih lanjut, sejarah perkembangan komunikasi dapat dibagi menjadi empat era utama:

  1. Era komunikasi tulisan – Dimulai sekitar 4.000 SM ketika bangsa Sumeria mengembangkan sistem tulisan pada lempengan tanah liat.
  2. Era komunikasi cetak – Dimulai setelah Johannes Gutenberg menemukan mesin cetak hand press pada 1456, yang merevolusi penyebaran informasi.
  3. Era telekomunikasi – Diawali dengan penemuan telegraf oleh Samuel Morse pada abad ke-19, diikuti oleh telepon, radio, dan televisi.
  4. Era komunikasi interaktif – Berkembang sejak pertengahan abad ke-20 dengan munculnya komputer, internet, dan media sosial yang memungkinkan komunikasi dua arah secara instan.

Keempat era ini menunjukkan bagaimana komunikasi terus berkembang dan beradaptasi dengan kemajuan teknologi.

 

2. Sejarah Perkembangan Ilmu Komunikasi

Ilmu komunikasi berkembang sebagai disiplin akademik yang berakar dari kajian retorika di zaman Yunani kuno. Sejarah perkembangannya dapat dibagi menjadi empat periode utama:

  1. Tradisi retorika (sebelum abad ke-20) – Ditandai dengan studi tentang persuasi dan pidato publik, seperti yang dikembangkan oleh Aristoteles dan Cicero.
  2. Periode pertumbuhan (1900–1945) – Ilmu komunikasi mulai berkembang sebagai bidang studi independen, dipengaruhi oleh perkembangan media massa dan propaganda.
  3. Periode konsolidasi (1945–1960-an) – Teori komunikasi semakin terstruktur, dipelopori oleh Harold Lasswell, Claude Shannon, dan Wilbur Schramm.
  4. Periode teknologi komunikasi (1960-an–sekarang) – Didorong oleh kemajuan teknologi digital yang mengubah pola komunikasi secara fundamental.

Perkembangan ini menunjukkan bagaimana komunikasi tidak hanya dipahami sebagai proses penyampaian pesan, tetapi juga sebagai mekanisme sosial yang membentuk masyarakat.

 

3. Prinsip Dasar Proses Komunikasi

Komunikasi adalah proses pembentukan, penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan yang melibatkan simbol, transaksi, dan tujuan tertentu. Proses ini melibatkan empat elemen utama yang dikenal sebagai model S-M-C-R (Source-Message-Channel-Receiver):

  1. Sumber (Source) – Individu, kelompok, atau organisasi yang menginisiasi komunikasi.
  2. Pesan (Message) – Informasi yang dikodekan dalam bentuk teks, suara, gambar, atau simbol lainnya.
  3. Saluran (Channel) – Media atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan, seperti surat, televisi, atau media digital.
  4. Penerima (Receiver) – Individu atau kelompok yang menerima dan menginterpretasikan pesan.

Selain itu, terdapat beberapa faktor penting dalam proses komunikasi:

  • Dampak (Effect) – Pengaruh komunikasi terhadap penerima, baik dalam bentuk perubahan sikap, pemahaman, maupun tindakan.
  • Umpan balik (Feedback) – Respon dari penerima yang membantu komunikasi menjadi lebih efektif.
  • Gangguan (Noise) – Hambatan yang dapat mengganggu komunikasi, baik secara fisik, psikologis, maupun teknis.

 

Gambar 1.1 Prose’s Komunikasi.

 

Pada gambar 1.2 proses komunikasi dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama, pihak sumber membentuk (encoding) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran terte.ntu (misalnya melalui surat, telepon atau bentuk percakapan langsung secara tatap muka, maka yang menjadi salurannya adalah gelombang udara). Pihak penerima kemudian mengartikan dan menginterpretasikan pesan tersebut. Apabila penerima punya tanggapan, maka akan membentuk pesan dan menyampaikan kembali kepada sumber/source. Tanggapan yang disampaikan penerima pesan kepada sumber tersebut disebut sebagai umpan balik. Pihak sumber kemudian akan mengartikan dan menginterpretasikan tanggapan dan kembali akan melakukan pembentukan dan penyampaian pesan baru. Demikian proses komunikasi sirkular, dimana kedudukan sebagai sumber dan penerima berlaku secara bergantian.

 

Gambar 1.2 Proses Komunikasi sirkular

 

Kemajuan teknologi informasi menjadikan sebuah perubahan pada kehidupan masyarakat. Dalam kemajuan teknologi dan globalisasi saat ini, media dan budaya telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Indonesia memiliki jumlah populasi masyarakat yang besar dan memiliki berbagai macam budaya, adat istiadat, suku, ras dan keyakinan yang berbeda-beda. Dengan beragam budaya, adat istiadat, suku, ras dan keyakinan tersebut menjadikan Indonesia mempunyai banyak kemungkinan untuk mengalami perubahan sosial budaya dalam kehidupan masyarakat. Mereka membentuk pandangan dunia kita, mempengaruhi identitas kita, dan menjadi cerminan masyarakat kita. Namun, kompleksitas hubungan antara media dan budaya serta dampaknya yang besar memerlukan pemahaman yang lebih luas dan mendalam.

Kajian media dan budaya me.manfaatkan beberapa disiplin ilmu untuk mengungkapkan bagaimana media memengaruhi budaya ataupun sebaliknya. Antropologi, sosiologi, dan ilmu komunikasi, misalnya, menyediakan indera dan konsep untuk menganalisis hubungan interaksi menggunakan media beserta dampaknya terhadap masyarakat. Integrasi disiplin ilmu merupakan pendekatan dan pemahaman yang menggabungkan konsep, metode, teori, dan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu yang tidak selaras untuk mengungkapkan atau suatu fenomena atau kasus yang kompleks (Ang:1996).

Dalam kajian media dan budaya mengacu pada pendekatan yang mengkategorikan fenomena media dan budaya ke dalam konteks sosial, politik, e.konomi, dan budaya yang  lebih luas. Hal ini be.rarti memahami tidak hanya individu, namun se.bagai bagian terpadu dari masyarakat yang lebih besar. Studi kontekstual membantu kita memahami bagaimana media mempengaruhi dan mencerminkan masyarakat dan bagaimana dinamika sosial dan budaya mempengaruhi produksi dan konsumsi media (Frode.man, e.t.al.: 2017).

Pe.rubahan budaya dalam kajian media dan budaya adalah pendekatan yang berfokus pada upaya dalam memahami, menganalisis dan menjelaskan bagaimana media dan budaya bersinggungan dan berinteraksi dalam dinamika yang kompleks. Hal ini melibatkan pengamatan bagaimana media mencerminkan, membentuk, dan menciptakan norma, nilai-nilai, praktik-praktik serta identitas budaya dalam masyarakat. Selain itu, mencakup juga bagaimana perubahan dalam teknologi media dan komunikasi berdampak pada budaya dengan cara yang sering kali mengubah cara masyarakat berinteraksi, mengkonsumsi informasi dan menciptakan media (Be.rge.r, 2018).

Dalam kajian media dan budaya, terdapat sebuah aspek yang sangat penting untuk dipahami, yaitu perubahan budaya. Budaya merupakan entitas yang dinamis, senantiasa bergerak dan berubah seiring dengan perkembangan teknologi, pergeseran dalam tatanan sosial, serta pengaruh berbagai faktor lainnya. Perubahan budaya komunikasi dapat mengarah kepada kemudahan masyarakat dalam memperoleh dan menyampaikan informasi. Dari informasi yang diperoleh tersebut, masyarakat mendapatkan keuntungan, baik keuntungan sosial maupun keuntungan dalam materi atau keuangan masyarakat. Sementara pengaruh jaringan sosial yang bersifat merugikan masyarakat yaitu hadirnya berbagai macam kelompok sosial yang yang menyesatkan masyarakat dengan membawa nama keyakinan tertentu, suku dan cara berperilaku tertentu yang menyimpang dari nilai-nilai yang ada dalam kebiasaan hidup yang dilakukan masyarakat.

 

Media sebagai Agen Perubahan Budaya

Media memiliki kekuatan untuk membentuk persepsi dan opini publik. Melalui representasi dalam film, berita, dan media sosial, masyarakat terpapar pada berbagai narasi yang mempengaruhi cara mereka melihat dunia. Sebagai contoh, fenomena K-Pop dari Korea Selatan telah meluas ke seluruh dunia, mempengaruhi selera musik, mode, dan gaya hidup di berbagai negara. Fenomena ini menunjukkan bagaimana media massa dapat menjadi sarana utama dalam difusi budaya dan globalisasi.

Namun, media juga dapat memperkuat stereotip dan bias sosial. Representasi yang tidak seimbang dalam pemberitaan atau hiburan dapat memperkuat stigma terhadap kelompok tertentu. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana media membentuk realitas sosial serta bagaimana masyarakat dapat bersikap kritis terhadap informasi yang dikonsumsi.

 

Perubahan Teknologi dan Media

Kemajuan teknologi telah mengubah cara masyarakat mengonsumsi informasi dan hiburan. Munculnya platform digital seperti YouTube, Netflix, dan TikTok telah menggantikan media tradisional seperti televisi dan radio. Perubahan ini menciptakan akses yang lebih luas terhadap konten global dan memungkinkan individu menjadi produsen media sendiri.

Media sosial juga telah mengubah cara kita berinteraksi dengan informasi. Kini, masyarakat tidak hanya menjadi konsumen pasif, tetapi juga dapat berpartisipasi aktif melalui komentar, berbagi, dan berinteraksi secara langsung dengan pembuat konten. Ini menciptakan pengalaman media yang lebih interaktif dan dinamis. Namun, tantangan utama dari perubahan ini adalah meningkatnya penyebaran disinformasi dan polarisasi opini di media sosial.

Perubahan Norma dan Nilai dalam Masyarakat

 Media tidak hanya mempengaruhi cara kita mengonsumsi informasi tetapi juga membentuk norma dan nilai sosial. Isu-isu sosial yang diangkat dalam media sering kali menjadi pemicu perubahan dalam pandangan masyarakat. Misalnya, representasi LGBTQ+ dalam film dan serial televisi telah membantu meningkatkan kesadaran dan penerimaan terhadap komunitas tersebut.

Namun, tidak semua perubahan yang didorong oleh media bersifat positif. Beberapa media dapat memperkuat norma yang merugikan, seperti standar kecantikan yang tidak realistis atau glorifikasi gaya hidup konsumtif. Oleh karena itu, pemahaman kritis terhadap konten media menjadi penting dalam menavigasi perubahan sosial yang terjadi.

Perubahan Identitas Budaya

 Identitas budaya individu dan kelompok sangat dipengaruhi oleh media. Melalui film, musik, dan media sosial, seseorang dapat mengembangkan identitas yang lebih luas atau bahkan mengalami perubahan dalam cara mereka melihat budaya mereka sendiri.

Dalam era digital, media sosial memungkinkan individu untuk mengekspresikan identitas budaya mereka secara lebih terbuka. Namun, hal ini juga dapat memicu konflik identitas, terutama ketika seseorang harus menyeimbangkan budaya lokal dengan pengaruh budaya global.

Media dapat menjadi alat yang memperkuat kesadaran budaya, tetapi juga dapat menciptakan homogenisasi budaya di mana nilai-nilai lokal tergeser oleh budaya dominan yang lebih kuat. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana media membentuk dan mengubah identitas budaya dalam masyarakat yang terus berkembang.

Perkembangan media dan teknologi telah membawa perubahan signifikan dalam kehidupan sosial dan budaya. Media massa berfungsi sebagai agen perubahan budaya yang dapat membentuk pola pikir, perilaku, dan identitas masyarakat. Dengan munculnya platform digital, masyarakat memiliki lebih banyak akses untuk berpartisipasi dalam produksi dan konsumsi media, yang pada gilirannya mempengaruhi norma dan nilai sosial.

Namun, perubahan ini juga membawa tantangan, seperti penyebaran disinformasi, polarisasi sosial, dan homogenisasi budaya. Oleh karena itu, penting bagi individu dan masyarakat untuk mengembangkan pemahaman kritis terhadap media serta menavigasi dampak perubahan teknologi dengan bijak. Dengan demikian, media dapat digunakan sebagai alat untuk memperkaya pengalaman sosial dan budaya, bukan sebagai sarana yang memperdalam kesenjangan dan perpecahan.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Mulyana, D. (2004). Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya.

Craib, I. (1992). Teori-teori Sosial Modern; dari parsons sampai Habermas. Jakarta. Rajawali Press.

Effendi, U, O. (1993). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. PT. Citra Aditiya Bakti. Bandung.

Effendi, U, O. (2005). Komunikasi dan Modernisasi. Mandar Maju. Bandung.

Werner J, Severin-James W. Tankard, Jr. (2005). Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan di Dalam Media Massa. Prenada Media. Jakarta.

Frodeman, R, Klein, J. T, & Pacheco, R. C. (eds.). (2017). The. Oxford Handbook of Interdisciplinarity. Oxford University Press.

Berger, A. A. (2018). Media and Communication Research Methods: An Introduction to Qualitative. and Quantitative Approaches Sage. Publications.

Firman, Mariana, H, & Riska, A. (2021). Penggunaan Social Media dan Perubahan Sosial Budaya Masyarakat. Jurnal Ilmu Pendidikan. Vol. 3 (135-143).

Fajry, S, Emah, W, & Agung, D. (2021). Pendidikan Seni, dan Budaya: Entitas Lokal dalam Peradaban Manusia Masa Kini. Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Musik. Vol. 4. No. 2

Mahdayeni, Roihan, A. & Ahmad, S, (2019). Manusia dan Kebudayaan (Manusia dan Sejarah Kebudayaan, Manusia dalam Keanekaragaman Budaya dan Peradaban, Manusia dan Sumber Penghidupan. Jurnal Manajmen Pendidikan Islam. Vol. 7. No. 2.

Morissan, Ph.D. (2022). Kajian Media dan Budaya.

error: Content is protected !!