Komnas HAM Desak TNI dan TPNPB-OPM Tahan Diri, Khawatir Korban Sipil di Papua Terus Bertambah

28/10/2025
Keterangan: Ketua Komnas HAM,Ahmad Taufan Damanik, Foto: medcom.id

Jakarta, – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak semua pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata di Papua, baik Tentara Nasional Indonesia (TNI) maupun Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat–Organisasi Papua Merdeka (TPNPB–OPM), untuk segera menahan diri dan menghentikan aksi kekerasan yang mengorbankan warga sipil.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyampaikan imbauan itu melalui akun media sosial resmi tiga hari lalu. Ia menegaskan, eskalasi kekerasan belakangan ini telah menimbulkan penderitaan besar bagi masyarakat.

“Kekerasan yang terjadi sangat merugikan warga sipil. Kami mengimbau semua pihak menahan diri demi menghindari eskalasi yang lebih luas,” ujar Taufan Damanik.

Keterangan : Dampak Operasi militer, warga sipil di Papua memilih mengungsi ke kampung tetangga dan masuk ke hutan, Foto : Ist

Imbauan itu muncul setelah rentetan bentrokan di sejumlah wilayah pegunungan tengah, termasuk di Puncak Jaya, di mana aparat TNI dilaporkan menangkap anggota OPM dan dibalas dengan serangan bersenjata yang menewaskan beberapa prajurit.

Lonjakan Korban Sipil Sejak 2023

Data internal Komnas HAM menunjukkan peningkatan signifikan jumlah korban sipil sejak 2023. Lembaga tersebut mencatat pola pelanggaran HAM yang berulang, mulai dari penahanan sewenang-wenang, pembunuhan di luar hukum, hingga kekerasan yang melibatkan aparat keamanan dan kelompok bersenjata.

“Situasi HAM di Papua semakin mengkhawatirkan. Operasi keamanan tidak boleh dilakukan tanpa akuntabilitas dan penghormatan terhadap hukum humaniter,” tulis Komnas HAM dalam keterangan resminya.

Keterangan : Warga Asli Papua saat meninggalkan kampung halaman ke tempat aman, dampak operasi militer di Kawasan Kampung Jalai : Foto : Ist

Dua Narasi Bertolak Belakang

TNI melalui Operasi Damai Cartenz menegaskan bahwa aktivitas mereka difokuskan pada upaya penegakan hukum terhadap kelompok yang disebut sebagai “kelompok kriminal bersenjata”.

Sementara itu, OPM menuding pemerintah Indonesia melakukan “genosida budaya” terhadap masyarakat adat Papua melalui pendekatan militer yang terus mempersempit ruang hidup mereka.

Konflik narasi ini memperpanjang ketegangan di wilayah yang selama dua dekade terakhir menjadi episentrum kekerasan bersenjata di Indonesia timur.

Desakan Dialog dan Mediasi Damai

Komnas HAM menilai satu-satunya jalan keluar dari spiral kekerasan di Papua adalah dialog inklusif dan bermartabatyang melibatkan seluruh pihak, termasuk tokoh adat, pemuka gereja, masyarakat sipil, serta pemerintah pusat dan daerah.

“Dialog harus menjadi jembatan untuk menghentikan kekerasan dan membuka jalan bagi perdamaian yang berkelanjutan,” tegas Damanik.

Komnas HAM juga menyatakan kesiapannya bertindak sebagai mediator independen dalam upaya membangun kepercayaan antar pihak yang berkonflik.

Lembaga itu mendesak negara untuk menjamin perlindungan maksimal terhadap warga sipil, menegakkan hukum secara berkeadilan, serta menghentikan semua bentuk operasi militer yang berisiko menimbulkan korban di luar sasaran.

Krisis Kemanusiaan yang Mengintai

Eskalasi kekerasan di Papua bukan hanya mengancam stabilitas keamanan dan memperlambat pembangunan, tetapi juga menimbulkan risiko krisis kemanusiaan yang lebih luas. Sejak pertengahan 2025, berbagai lembaga kemanusiaan mencatat lebih dari 100 ribu warga mengungsi dari wilayah konflik seperti Intan Jaya, Yahukimo, dan Puncak.

Komnas HAM berharap, dengan menahan diri dan membuka ruang dialog, pemerintah dan seluruh pihak dapat menghentikan lingkar kekerasan yang telah menelan banyak korban, serta membangun kembali kepercayaan rakyat Papua terhadap negara.

error: Content is protected !!