titastory.id, jakarta – Koalisi Pemuda Kepulauan menggelar aksi menolak kebijakan ekspor pasir laut yang baru saja dikeluarkan pemerintah. Kebijakan ini menuai kontroversi, terutama di kalangan masyarakat pesisir dan pemuda kepulauan.
Aksi berlangsung di dua lokasi strategis, yakni di depan Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta . Para peserta aksi terdiri dari perwakilan pemuda berbagai pulau di Indonesia, termasuk Maluku, Maluku Utara, Sulawesi, Papua, Sumatra, dan Jawa.
Dalam orasinya, peserta aksi menyoroti sejumlah poin kritis terkait bahaya ekspor pasir laut. Mereka menganggap pemerintah telah mengambil keputusan tanpa memperhitungkan dampak sosial dan ekologis yang akan ditimbulkan bagi masyarakat pesisir.
“Pemerintah menggunakan kekuasaannya tanpa memikirkan efek jangka panjang terhadap Indonesia,” kata Wahida, Koordinator Aksi Aliansi Pemuda Kepulauan. Ia juga menegaskan pentingnya memperhatikan kerusakan ekologis dan hilangnya ruang hidup bagi masyarakat pesisir.
Wahida juga mengingatkan tentang pengalaman di Riau, di mana ekspor pasir laut ke Singapura menyebabkan tenggelamnya beberapa pulau serta hilangnya ruang tangkap nelayan. “Konflik sosial meningkat, dan negara justru mengalami kerugian dari ekspor tersebut,” tambahnya.
Koalisi Pemuda Kepulauan dengan tegas menuntut agar kebijakan ekspor pasir laut segera dibatalkan, karena dianggap merugikan masyarakat dan negara. Mereka berkomitmen untuk terus melakukan aksi jika tuntutan ini tidak dipenuhi.
Sikap pemerintah yang dianggap tidak transparan dan mengabaikan masukan dari masyarakat pesisir menjadi sorotan dalam aksi tersebut. Para peserta mendesak adanya dialog antara pemerintah dan masyarakat yang terdampak langsung oleh kebijakan ini.
“Aksi ini adalah bentuk solidaritas kami untuk melindungi ruang hidup dan hak masyarakat pesisir,” tegas Wahida. Ia berharap agar suara pemuda dan masyarakat pesisir didengar oleh pengambil kebijakan.
Koalisi Pemuda Kepulauan menyatakan akan terus berjuang demi kepentingan masyarakat dan lingkungan, serta berharap aksi ini dapat menggerakkan lebih banyak pihak untuk menolak kebijakan yang merugikan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.
Aturan Ekspor Pasir Laut Dikecam
Diketahui, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. PP ini membuka kembali keran ekspor pasir laut yang sebelumnya dilarang sejak era Presiden Megawati melalui Surat Keputusan Menperindag No. 117/MPP/Kep/2/2003, dengan alasan merusak lingkungan.
Aturan baru ini memicu kontroversi. Selain mengizinkan ekspor, PP tersebut juga mengganti istilah “pasir laut” dengan “pengelolaan hasil sedimentasi di laut”. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan, perubahan istilah ini berbahaya bagi keberlanjutan lingkungan.
Pengamat kelautan menduga, kebijakan ini ada kaitannya dengan tahun politik jelang Pemilu 2024. Mereka mengingatkan bahwa kerusakan lingkungan akibat ekspor pasir laut sudah terbukti di masa lalu, dengan tenggelamnya pulau-pulau kecil di Kepulauan Riau.
Sebelumnya, penghentian ekspor pasir laut pada 2003 bertujuan untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas, khususnya di wilayah perbatasan Indonesia. Menteri Perindustrian dan Perdagangan kala itu, Rini M Sumarno Soewandi, menekankan pentingnya perlindungan lingkungan dalam kebijakan tersebut. (TS-01)
Discussion about this post