Koalisi Masyarakat Sipil Menuding Ada “Agenda Tersembunyi” Pemerintah–DPR di Balik Revisi KUHAP

18/11/2025
Gambar Ilustrasi
RKUHAP Dikebut, Reformasi Polri Diambang Kegagalan

Jakarta, — Wacana reformasi kepolisian yang belakangan diumumkan Presiden Prabowo Subianto terancam menjadi jargon kosong. Di saat pemerintah baru saja membentuk Komite Percepatan Reformasi Polri melalui Keppres 122/P/2025, Dewan Perwakilan Rakyat bergerak dalam arah sebaliknya: mempercepat pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang justru memperluas kekuasaan kepolisian tanpa kontrol memadai.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian, yang terdiri dari 13 organisasi, menyebut langkah percepatan pengesahan ini sebagai “agenda tersembunyi” yang justru mengokohkan monopoli kewenangan Polri. “Jika RKUHAP disahkan dalam bentuk sekarang, reformasi kepolisian berpotensi gugur sebelum dimulai,” demikian pernyataan koalisi, Senin 17 November 2025.

Gambar Ilustrasi

“Lembaga Superpower”

Dalam telaah Koalisi, sejumlah pasal dalam draf RKUHAP menggambarkan konsentrasi kekuasaan yang tak pernah sebesar ini sejak reformasi 1998. Penyidik kepolisian dalam pasal-pasal itu dapat melakukan penggeledahan, penyitaan, hingga pemblokiran tanpa izin hakim; melakukan penyadapan berdasarkan undang-undang yang belum dibentuk; dan menginisiasi teknik undercover buy dan controlled delivery tanpa batasan kasus maupun pengawasan peradilan.

Rancangan itu juga memperbolehkan penggunaan upaya paksa di tahap penyelidikan—fase yang secara hukum belum memastikan keberadaan tindak pidana. “Ini membuka ruang luas bagi abuse of power dan kriminalisasi,” ujar koalisi.

Ketentuan restitusi atau restorative justice dalam tahap penyelidikan juga dianggap berbahaya. “Pasal 74A memberi ruang damai paksa di ruang gelap penyelidikan, bukan pemulihan korban,” kata koalisi.

Masalah klasik sistem penegakan hukum Indonesia—mulai salah tangkap, penyiksaan, diskriminasi penanganan kasus, hingga penelantaran laporan—menurut koalisi justru berpotensi memburuk. RKUHAP tidak memberi batas waktu pemeriksaan laporan publik, tidak menyediakan mekanisme pengawasan independen, dan gagal memberi jaminan terhadap kasus-kasus rentan seperti kekerasan seksual.

“Polisi dapat mengabaikan laporan tanpa konsekuensi,” tulis koalisi.

Koalisi menilai rancangan ini tidak sekadar memperkuat kewenangan Polri, tetapi menutup pintu koreksi dan pembenahan. “RKUHAP ini mengabadikan model pemolisian yang gagal selama empat dekade,” ujar ICJR dalam rilis bersama.

Kontradiksi Reformasi

Percepatan pengesahan RKUHAP berlangsung hanya beberapa hari setelah pembentukan Komite Percepatan Reformasi Polri oleh Presiden. Namun komposisi komite itu pun dinilai banyak catatan: minimnya unsur independen, dominasi birokrasi, dan potensi konflik kepentingan.

“Pemerintah seolah berbicara dua bahasa: reformasi, tapi substansi undang-undang justru membuat Polri makin tak tersentuh,” kata Koalisi.

Draf RKUHAP yang beredar disebut tidak mengatasi akar persoalan yang selama ini dibawa ke meja Dewan Pers, Komnas HAM, Ombudsman, dan lembaga pengawas internal Polri. “Tanpa mekanisme pengawasan yang kuat, reformasi hanya menjadi proyek kebijakan, bukan praktik,” ujar KontraS.

Desakan Penarikan RKUHAP

Koalisi mendesak Presiden Prabowo dan DPR menarik RKUHAP dari pembahasan dan menunda proses pengesahan sampai diskursus reformasi kepolisian benar-benar dijalankan. “Kita menghadapi risiko lahirnya negara polisi,” tulis mereka.

Menurut mereka, rencana pengesahan RKUHAP yang berlangsung cepat menutup ruang deliberasi publik dan mengabaikan pengalaman buruk implementasi KUHAP sebelumnya. “Jika dipaksakan, ini bukan pembaruan hukum acara pidana, tapi konsolidasi kekuasaan kepolisian,” ujar YLBHI.

Pemerintah menempatkan revisi KUHAP sebagai salah satu prioritas legislasi nasional. Namun bagi kelompok masyarakat sipil, langkah ini justru menjadi indikator arah politik hukum pemerintahan baru: apakah menuju transparansi dan akuntabilitas, atau ke sentralisasi kekuasaan yang berpotensi melucuti mekanisme demokrasi.

Koalisi RFP berjanji akan terus mengawal proses ini. “Ini momen krusial. Jika RKUHAP disahkan, sejarah reformasi sektor keamanan akan memasuki fase paling gelap sejak 1998.”

error: Content is protected !!