titastory.id, ambon – Ketenangan warga OSM, Kelurahan Wainitu, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Maluku, kembali terusik dengan kehadiran sejumlah anggota TNI Kodam XV/Pattimura ke kawasan tersebut, Kamis (30/5/2024) pagi.
Kedatangan mereka bersama petugas yang membawa alat ukur tanah yang diduga kuat petugas dari Badan pertanahan membuat warga bersiaga. Mereka langsung berkumpul mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi, mengingat ada sengketa lahan antara warga dan pihak Kodam XV/Pattimura.
Warga yang menduga kedatangan rombongan adalah untuk melakukan pengukuran, langsung melakukan penolakan, sehingga pengukuran batal dilakukan. Tim yang akan melakukan pengukuran yang mendapat aksi penolakan akhirnya naik ke mobil meninggalkan lokasi setelah tidak dapat menunjukkan surat tugas maupun bukti-bukti yang diminta warga.
Koordinator warga OSM, Ella Reawaru yang ditemui di lokasi mengaku kaget dengan kehadiran sejumlah personil Kodam XV/Pattimura yang akan kembali melakukan pengukuran tanah. Ia mengatakan, upaya pengukuran tanah yang dilakukan terus menerus ini sangat meresahkan warga setempat.
‘’Sudah beberapa kali mereka telah berusaha untuk mengukur tanah di OSM. Ini diduga dilakukan secara ilegal, sehingga saya perlu mempertanyakan tentang putusan yang dimiliki Kodam XV/Pattimura yang sudah punya kekuatan hukum tetap, yang menerangkan tentang hak memiliki tanah di OSM ini. Sedangkan dalam putusan pengadilan nomor 54 tahun 2013, Kodam saja tidak bisa menunjukkan bukti-bukti,’’ujarnya.
Reawaru menjelaskan, dalam putusan 42 di Pengadilan Tinggi Maluku, pihak Kodam Pattimura telah mencabut berkas mereka dan mengundurkan diri dalam perkara itu, karena tidak bisa menunjukkan bukti-bukti kepemilikan atas lahan tesebut.
Warga OSM sejak awal sudah memiliki hak pakai dan pelepasan tanah dari pemilik tanah, Evans Reynold Alfons. Kepemilikan Evans Alfons atas lahan tersebut berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap ditingkat Mahkamah Agung, putusan nomor 62, putusan nomor 11 dan putusan nomor 340.
“Jadi dalam hal ini beta juga heran bahwa dong (mereka) bisa turun mengukur tanah dengan dasarnya apa, yang beta pertanyakan tadi, lalu beta buru dorang supaya beta tanya kodam ukur itu dasarnya apa dulu,’tegasnya.
Ia juga menambahkan, tidak pernah ada pemberitahuan tentang adanya rencana pengukuran tanah di OSM.
“Tidak ada sama sekali, masyarakat pun tidak tahu, tadi kalau masyarakat tahu pasti mereka lari ikut karena mereka sudah tahu persis bahwa Kodam tidak punya bukti,”tukasnya.
Reawaru juga tidak menyangka ada sejumlah anggota TNI yang ikut turun ke lokasi. Mereka yang datang mengenakan pakaian olahraga dan pakaian dinas, termasuk kehadiran para Babinsa.
“Selama ini tidak pernah ada kawalan-kewalan dari TNI, yaitu Babinsa dan anggota yang lain untuk kegiatan seperti yang dilakukan Kamis 30 Mei 2024 ini,’’cetusnya.
Warga juga resah dengan kehadiran sejumlah Intel yang menggunakan alat komunikasi berupa HT, dan yang lainnya menggunakan handphone untuk merekam aktifitas warga dilokasi.
Reawaru berharap, Pangdam XV/Pattimura yang baru menjabat di Maluku, tidak menimbulkan keresahan di masyarakat, karena masyarakat OSN sudah hidup tenang.
‘’Tindakan yang dilakukan seperti ini akhirnya mengakibatkan masyarakat tidak tenang dan resah. Sebaliknya jika Pangdam membutuhkan data dan informasi dari lokasi di OSM, maka sebaiknya meminta kepada Aslog dan bagian hukum yang ada di Kodam XV/Pattimura, karena di kedua bidang tersebut tentu saja sudah tersedia data dan fakta hukum menyangkut tanah di OSM. Kan Kumdam itu tahu status hukum tanah yang bermasalah dan yang tidak bermasalah kan mereka tahu.”tukasnya.
Klaim Tanah Asmil OSM Aset Milik Negara
Kapendam XV/Pattimura Kolonel Arh Agung Sinaring M melalui rilisnya menyebutkan, status tanah Asmil yang di diakui kepemilikannya oleh warga sipil dan Purnawirawan, adalah tanah negara bekas hak barat (eigendom Verponding) Nomor: 984. Tanah tersebut terdaftar atas nama Governemen Nederland Indie, sesuai akta tanggal 13 Februari 1925 Nomor 15, awalnya digunakan untuk Sekolah Pelatihan Maritim Belanda.
Sedangkan warga mengakui sebagai pemilik tanah tersebut berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Ambon No. 54 Tahun 2013 dan Pengadilan Tinggi Maluku No. 42 yang menegaskan bahwa Kodam tidak memiliki hak atas tanah tersebut.
Dijelaskan, sejak tahun 1958, sebagian obyek tanah OSM seluas 60.000 M2 dikuasai oleh Kodam XV/Pattimura dan digunakan sebagai Asrama Militer, terdaftar dalam IKN TNI AD Noreg. 31504035 , dan saat ini telah teregister dalam SIMAK BMN. Namun sampai saat ini masih dikuasai oleh Para Purnawirawan padahal sebelumnya mendiami berdasarkan surat ijin penghunian dari Kodam XV/Patimura.
Dalam perkembangannya, sejumlah 97 orang (penghuni Komplek OSM) mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Ambon teregister Nomor 54/PDT.G/2013/PN. AB , menuntut sebagai pihak yang berhak memiliki obyek sengketa seluas 101.360 M2 yang ditempati masing-masing.
Dalam perkara tersebut, Kodam XV/Ptm adalah selaku Tergugat, mengklaim lebih berhak atas tanah seluas 60.000 M2 yang digunakan sebagai Asrama Militer OSM sejak tahun 1958
Dalam perkara ini juga masuk sebagai Pihak Penggugat Intervensi I, melalui Kuasa Hukum Lois Hendro Waas dan Ronaldo A Manusiwa bertindak untuk dan atas nama Jacobus Abner Alfons (dalam kedudukannya sebagai Raja Negeri Urimesing) berdalih bahwa obyek sengketa merupakan eigendom Verponding Nomor: 984, terdaftar atas nama Governemen Nederland Indie sesuai akta tanggal 13 Februari 1925 Nomor 15, seluas 101.360 M2 merupakan hak milik Pemerintah Negeri Urimesing.
Kemudian juga masuk Pihak Penggugat Intervensi II melalui kuasa hukum Rycko Weynner Alfons dan Evan Reynold Alfons bertindak untuk dan atas nama Jacobus Abner Alfons, yang mengklaim obyek sengketa merupakan eigendom Verponding Nomor: 984, terdaftar atas nama Governemen Nederland Indie sesuai akta tanggal 13 Februari 1925 Nomor 15, seluas 101.360 M2 merupakan areal Dusun Dati Kudamaty dan merupakan salah satu Dusun Dati dari 20 Dusun Dati lainnya dalam wilayah petuanan Negeri Urimesing diklaim sebagai milik pemohon intervensi II sebagai ahli waris Jozias Alfons (yg pernah mengajukan permohonan dan dikabulkan Residen Amboina dan diberikan hak kepada Jozias Alfons/Kepala Soa)
Pengadilan Negeri Ambon kemudian memutuskan menolak gugatan 97 orang Para Penggugat untuk seluruhnya, dan putusan ini telah BHT/in cracht (karena tidak mengajukan upaya hukum lagi). Dengan demikian akibat hukumnya adalah, tanah obyek sengketa tidak menjadi hak milik dari Para Penggugat dan tidak menerima gugatan intervensi dari Sdr. Jacobus Abner Alfons dan selanjutnya dalam upaya hukum banding juga diputus menguatkan putusan PN Ambon Nomor 54/PDT.G/2013/PN.AB tanggal 8 April 2014 sebagaimana Putusan Nomer 42/PDT/2014/PT.AMB tanggal 12 November 2014.
Dengan demikian karena putusan gugatan yang sedemikian itu, maka status tanah saat ini adalah tanah negara dalam penguasaan Kodam XV/Patimura seperti awal.
Selanjutnya merujuk pada hasil rapat yang dilaksanakan pada tanggal 27 November 2012 sebelumnya bertempat di Kantor Gubernur Maluku yang dihadiri perwakilan dari instansi Kodam XV/Ptm, Pemda Maluku, BPN Ambon dan Komnas HAM, bahwa atas tanah seluas 60.000 M2 di Jl. Nn. Saar Sopacua yang merupakan tanah negara bekas hak barat (eigendom Verponding Nomor: 984, terdaftar atas nama Governemen Nederland Indie sesuai akta tanggal 13 Februari 1925 Nomor 15 milik Perusahaan Belanda (Sekolah Pelatihan Maritim Belanda) teregister IKN TNI AD noreg. 31504035 dapat diajukan hak berdasarkan Keppres Nomor 32 Tahun 1979 dan dikonversikan menjadi hak pakai untuk kepentingan negara/Pemerintah Negara Repulik Indonesia
Dikatakan, pengukuran dilakukan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara, dalam rangka pengamanan aset BMN.
“Kami mohon pengertiannya kepada para penghuni untuk memahami tentang hal ini. Tindakan mereka telah melanggar hak para prajurit dan PNS aktif Kodam XV/Pattimura , karena mereka masih banyak Kos, ngontrak dan sewa dengan biaya pribadi di luar” tegasnya.
BPN Abaikan Putusan Pengadilan
Evans Reynold Alfons, pemilik sah lahan OSM mengatakan, tindakan Pertanahan Kota Ambon yang melakukan pengukuran tanah di kawasan OSM tanpa mempertimbangkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, sebagai bentuk pengabaian terhadap supremasi hukum dan hak-hak masyarakat setempat.
Evans sendiri diketahui adalah pemilik sah, berdasarkan kutipan Register Dati 25 April 1923 yang diperkuat dengan putusan Pengadilan nomor 62 dan sejumlah produk pengadilan lainnya .
“Ini adalah pelanggaran serius terhadap keputusan hukum yang seharusnya dihormati dan dijalankan. Putusan Pengadilan Negeri No. 54 Tahun 2013 dan Pengadilan Tinggi Maluku No. 42 dengan jelas menyatakan bahwa pihak Kodam XVI/Pattimura kala itu, sekarang Kodam XV/Pattimura , tidak memiliki bukti kepemilikan atas tanah tersebut. Namun, mereka tetap melanjutkan pengukuran tanpa dasar yang sah,” ujar Evans Reynold Alfonsmelalui pesan WhatsApp, Senin (30/5/2024.)
Evans, yang telah memberikan pelepasan hak tanah kepada masyarakat OSM dan Gereja Imanuel, menegaskan, tindakan sepihak seperti ini merugikan banyak pihak.
“Masyarakat sudah menerima hak pakai dari saya, dan Gereja Imanuel juga mendapat hibah tanah. Langkah ini tidak hanya melukai hak-hak warga tetapi juga mengabaikan proses hukum yang telah ditempuh,” tambahnya.
Sementara itu, masyarakat OSM mendukung penuh pernyataan Evans dan menyuarakan protes mereka. “Kami akan mempertahankan hak kami sesuai dengan hukum yang berlaku. Putusan pengadilan sudah jelas, dan kami meminta agar pihak pertanahan menghormati itu,” kata John Latuheru, salah satu perwakilan warga.
Mengutip pendapat pengamat hukum tanah, Dr. Anton Rumambi, yang menilai bahwa tindakan pertanahan yang tidak mempertimbangkan putusan pengadilan adalah pelanggaran serius.
“Keputusan pengadilan adalah final dan mengikat. Jika tidak diindahkan, hal ini bisa merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan menimbulkan konflik yang lebih besar,” ujarnya.
Sementara itu, pihak Pertanahan Kota Ambon belum memberikan tanggapan resmi mengenai protes dan kekecewaan yang disampaikan oleh Evans Reynold Alfons dan masyarakat OSM. Kasus ini menarik perhatian publik yang berharap adanya solusi yang adil dan penghormatan terhadap keputusan hukum.
Menurut Evans, Kasus ini menegaskan pentingnya menghormati supremasi hukum dan memastikan bahwa setiap tindakan pemerintah dan instansi terkait didasarkan pada legalitas yang jelas dan sah. Hanya dengan demikian, keadilan dan ketertiban dapat terwujud di tengah masyarakat.(TS-02)
Discussion about this post