titastory, Masohi –Novianty Ilelapotoa, salah satu perempuan adat dari Negeri Maraina, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) Maluku, kini terbaring lemah tak berdaya di ruang anggrek Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Masohi, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.
Ditemui tim titastory.id Selasa, 13 Agustus 2025 siang, pergelangan tangan perempuan muda yang baru menginjak usia 30 tahun ini, terpasang selang infus. Wajahnya pucat dan perutnya terlihat agak membesar, tidak seimbang dengan kondisi tubuhnya yang kurus. Ia tidur terlentang dan hanya bisa tersenyum lemah saat melihat kedatangan kami. Namun sorot matanya menunjukkan semangat untuk bertahan hidup. Ditemani saudara perempuannya, dan sang suami, Michael Silooy, dengan suara lemah Novianty menceritakan tentang penyakit yang sudah dideritanya sejak dua tahun lalu.
Novianty dirawat di RSUD Masohi, dan divonis mengidap kanker serviks stadium empat sejak tahun 2024, setelah mengalami pendarahan selama dua tahun. Ia dilarikan ke Rumah Sakit karena kondisi tubuhnya melemah, akibat pendarahan yang tidak berhenti.

Dokter telah menganjurkan ibu dua anak ini untuk melanjutkan pengobatan di Rumah Sakit yang berada di Makasar atau Jakarta, karena keterbatasan fasilitas kesehatan.
Diagnosa dokter membuat Novi dan suaminya hanya bisa tertunduk menahan tangis.
Sebagai ibu muda yang sehari-hari hanya membantu suaminya berkebun, Novi tidak memiliki uang yang cukup untuk berobat. Ia terpaksa memilih pulang ke kampungnya yang berada di kaki Gunung Murkele, setelah diberikan obat oleh dokter. Ia hanya berharap penyakitnya bisa sembuh, karena dua buah hatinya yang masih kecil, sangat membutuhkan kasih sayangnya.
Sayangnya, perempuan yang memiliki semangat hidup ini, terpaksa harus kembali dilarikan ke Rumah Sakit, setelah kondisinya semakin memburuk, Sabtu, 9 Agustus 2025 lalu.
Tiga Hari Berjalan Kaki Untuk Berobat
Michael mengisahkan, tanpa memiliki uang yang cukup hanya mengandalkan doa, Ia nekat membawa istrinya berjalan kaki menempuh perjalanan selama tiga hari untuk mencapai Negeri Hatumete, Kecamatan Tehoru.
“Katong (Red-kami) berjalan kaki pelan-pelan dari kampung Maraina. Kalau sudah malam, katong tidur cari tempat yang aman di gua. Kalau bisa berjalan cepat, katong tidur di rumah kebun milik orang,”ujarnya.
Dibantu oleh Raja Negeri Hatumete, Bernard Lilihata, mereka akhirnya bisa kembali melanjutkan perjalanan selama 2, 5 jam menggunakan mobil dari Negeri Hatumete menuju Kota Masohi.
Baginya, saat istrinya bisa terbaring di tempat tidur rumah sakit adalah mujizat, karena bukan hal yang mudah menempuh perjalanan melalui hutan belantara, dengan medan yang sulit. Ia harus melewati jalanan menanjak dan turunan yang terjal bersama istrinya yang sedang sakit.
“ Dia bertahan karena semangat untuk hidup,” kata Michael.
Menempuh perjalanan panjang yang melelahkan, membuat tubuh istrinya semakin melemah.
Michael menceritakan istrinya harus mendapat transfusi darah karena mengalami penurunan hemoglobin darah (HB) saat masuk RSUD Masohi.
“Beruntung Tuhan mengirimkan orang-orang baik yang membantu untuk mendonorkan darah, sehingga bisa tertolong,”ujarnya sambil mengusap matanya yang basah.
Butuh Uluran Tangan
Novianty kini berjuang melawan sakit. Dia butuh uluran tangan agar bisa menjalani perawatan di rumah sakit yang menyediakan peralatan canggih di Wilayah Barat Indonesia
Dirujuk untuk berobat ke Makasar atau ke Jakarta, bagi mereka merupakan hal yang mustahil karena keterbatasan biaya.
“ Katong (kami) ini orang kurang, bagaimana mau ke Makasar atau ke Jakarta, dokter sudah menyiapkan rujukan,” kata Michael sambil kembali mengusap matanya sembari menghela nafas panjang.
Novianty menerangkan ia sempat merahasiakan penyakitnya. Dia memilih diam bukan karena aib, namun tak ingin anggota keluarga tahu sehingga bisa menimbulkan kecemasan. Ia juga sadar tidak memiliki uang yang cukup untuk berobat.
“ Dua tahun alami pendarahan, kini tidak lagi, namun bagian bawah perut telah mengeras,” ucapnya sambil mengelus pelan perutnya.
Novianty mengatakan sangat ingin sembuh, agar bisa merawat kedua anaknya hingga tumbuh dewasa.
“ Ya beta (saya) ingin sembuh, beta (saya) sayang beta (saya) punya anak dua (dua orang anak). Beta percaya ada mujizat Tuhan,”ujarnya lirih.
Perjuangan Novianty berjalan kaki selama tiga hari sambil menahan sakit di tengah hutan belantara ditemani suaminya untuk berobat, menunjukkan perempuan adat dari negeri tua Maraina ini tidak menyerah dan pasrah.
Kisah yang dialami Novianty Ilelapotoa menjadi salah satu potret suram, minimnya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat adat yang berada di pelosok terpencil.
Minimnya infrastruktur dan akses transportasi menyebabkan masyarakat adat Maraina masih belum mendapat pelayanan kesehatan yang seharusnya disediakan oleh negara.
Novianty kini masih harus berjuang untuk memperoleh kesembuhan. Di tengah ketidakberadayaannya, Perempuan Adat dari Maraina ini berharap bantuan dan uluran tangan dari pihak-pihak yang terketuk hatinya untuk ikut membantu membiayai pengobatannya di Makasar, agar bisa sembuh.
Penulis : Edison Waas Editor : Dianti Martha
Bagi mereka yang ingin membantu Novianty Ilelapotoa, dapat menghubungi
No Kontak :
082229067596 (Tam)
082210248930 (Beny)
082298520219 (Meki)
No Rekening BRI : 0260-01-096880-50-7 an/Rustam