titaStory.id,ambon – Proses hukum yang dijalani terdakwa Elvis Lahallo di Pengadilan Tipikor pada PN Ambon saat ini diduga sebagai bentuk kriminalisasi yang dilakukan Kepala Kejaksaan Negeri Buru.
Pernyataan ini disampaikan salah satu Kuasa Hukum (KH) terdakwa, Semuel Waileruny dalam eksepsi atau keberatan atas dakwaan JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Ambon, yang juga diterima media belum lama ini.
Salah satu wartawan di Maluku ini didakwa melakukan dugaan tindak pidana korupsi Dana Hibah Pemerintah Kabupaten Buru Selatan tahun 2015 sebesar Rp.200 juta.
Menurut Waileruny dana hibah sebesar Rp 200 juta adalah untuk kegiatan Musyawarah Pimpinan Paripurna Daerah (MPPD) Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (GPM) Daerah Buru Selatan tahun 2015, yang menjadi tanggung jawab Panitia, di mana terdakwa selaku sekretaris.
Dalam menjalani proses hukum, Kejari Buru telah menahan terdakwa sejak 26 Juni 2023 dan terus diperpanjang masa penahanan hingga 24 Januari untuk kepentingan persidangan yang berlangsung 29 Januari 2024 lalu.
Terdakwa diancam pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Subsidair, terdakwa diancam pidana pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, dan dakwaan kedua, diancam pidana Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Wileruny menyebutkan, JPU juga menyatakan, perbuatan terdakwa menyebabkan Negara mengalami kerugian sebesar Rp.200 juta sebagaimana Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Negara/Daerah Nomor B-01/Q.1/H.III.3/01/2024 tanggal 03 Januari 2024 oleh Tim Pemeriksa dari Kejaksaan Tinggi Maluku. Waileruny membeberkan, sesuai dakwaan Jaksa, ‘dana hibah yang diberikan oleh Pemkab Bursel kepada Panitia MPPD tahun 2015 dicairkan sebanyak 2 termin.
Termin pertama sebesar Rp.125.000.000.- dan termin ke dua sebesar Rp.75.000.000.
Sesuai pasal 16 ayat (1) Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang ‘Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, untuk memperoleh dana hibah termin ke dua, harus ada pertanggungjawaban dana yang telah diterima pada termin pertama.
Pertanggungjawaban tersebut telah dibuat oleh Panitia MPPD, dan diterima Pemda Bursel, barulah dana termin ke dua dicairkan. Bukan hanya itu, dana hibah dan penggunaan dana lainnya oleh Pemda Bursel, juga telah diaudit oleh BPK dan tidak ada temuan. Hasil pemeriksaan juga telah diserahkan terdakwa kepada penyidik Kejari Buru, namun anehnya tidak dimunculkan dalam dakwaan.
“Para pejabat di Pemda Bursel khususnya di Bagian Keuangan, bukanlah orang-orang gila atau yang punya kualitas berpikir rendah sehingga mencairkan dana termin ke dua tanpa ada laporan pertanggungjawaban penggunaan dana yang telah diterima pada termin pertama. Para pejabat BPK juga memiliki kredibilitas untuk melakukan pemeriksaan terhadap keuangan Negara/Daerah, ”tegasnya.
Waileruny juga mengungkapkan, kewenangan untuk menentukan kerugian negara secara hukum juga ada pada lembaga audit BPK, bukan oleh kejaksaan Tinggi. Dirinya tidak memahami landasan hukum apa yang dipakai Kajari Buru untuk menggunakan hasil audit internal demi menjerat terdakwa.
Hal ini mengacu pada Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2006, ‘BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara’. Juga Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016.
Dengan demikian, proses hukum terhadap diri Terdakwa berdasarkan hasil pemeriksaan Kejaksaan Tinggi Maluku menurut Waileruny, adalah tidak sah, karena bertentangan dengan UU dan Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016, dan putusan Mahkamah Konstitusi.
Salah satu pengacara senior di Maluku ini juga menemukan, penyidik tidak memeriksa saksi meringankan sesuai permintaan terdakwa.
Mengacu pada Pasal 116 KUHAP, bahwa ‘Dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki didengarnya saksi yang dapat menguntungkan baginya dan bilamana ada, maka hal itu dicatat dalam berita acara’ (ayat 3). Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut’ (ayat 4).
Namun ternyata, Penyidik Kejari Buru tidak melakukan pemeriksaan terhadap saksi yang menguntungkan Terdakwa/Tersangka, sebagai bentuk ketidaktaatan Kejaksaan Negeri Buru terhadap Hukum Acara.
Saksi yang menguntungkan terdakwa lanjut Waileruny adalah dari BPK yang dianggap sangat penting. Pasalnya, setelah BPK melakukan audit terhadap dana hibah Pemda Bursel kepada Panitia MPPD, bukti-bukti kwitansi pengeluaran tahun 2015, sudah tidak ada lagi pada panitia yang telah dibubarkan.
Selain itu, untuk menjelaskan mengapa sampai audit BPK terhadap keuangan Pemda Bursel yang di dalamnya terdapat dana hibah kepada Panitia MPPD Angkatan Muda GPM Tahun 2015 tidak ada temuan kerugian Negara/Daerah.
“Dapat dibayangkan, terdakwa telah ditahan sejak tanggal 26 Juni 2023, dan tanggal 3 Januari 2024, barulah ada dasar seakan akan Terdakwa melakukan kesalahan berdasarkan hasil audit Nomor B-01/Q.1/H.III.3/01/2024 tanggal 03 Januari 2024 oleh Tim Pemeriksa dari Kejaksaan Tinggi Maluku. Jadi terdakwa telah ditahan selama 6 bulan, tanpa ada kesalahan,”tegasnya.
“Dengan bukti-bukti tersebut, Kuasa Hukum Terdakwa menyerahkannya kepada masyarakat khususnya kepada pemerhati hukum untuk dapat menilai, apakah terdapat kriminalisasi yang dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Buru terhadap diri Terdakwa ataukah tidak, ”sambungnya.
Tim Kuasa Hukum juga meminta Jaksa Agung untuk menilai kinerja Kajari Buru, berkaitan dengan pelayanan hukum yang dilakukannya kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Kalau perlu, yang bersangkutan dimutasikan dari Buru secepatnya
“Apakah proses hukum yang dijalani Terdakwa oleh Kepala Kejaksaan Negeri Buru berkaitan dengan berita-berita yang diangkat oleh Terdakwa dalam kapasitasnya sebagai wartawan?. Mesti dicari benang merah untuk menentukan jawabannya secara pasti,”pungkasnya.(TS 02)
Discussion about this post