titaStory.id,ambon – Dugaan adanya pungutan uang sampah dan perparkiran atau yang sering disebut retribusi oleh sejumlah oknum yang mengatasnamakan pihak PT Bumi Perkasa Timur (BPT) ke Pedagang Pasar Mardika diduga kuat tidak sesuai regulasi. Pasalnya acuan ikatan kontrak pihak BPT dengan Pemerintah Provinsi Maluku diduga kuat adalah terkait bangunan.
Hal ini disampaikan, agar persoalan atas adanya indikasi penagihan sejumlah pihak, termasuk pihak PT BPT harus didudukkan apakah sesuai dengan regulasi hukum dibenarkan atau tidak.
Ketegasan ini kembali disampaikan, Ketua DPW Maluku, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI). Muhammad Marasabessy saat diwawancarai titaStory.id, kamis (20/07/2023) di Ambon.
Jelasnya, perlu ada sikap tegas dan jelas dari Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kota Ambon untuk menyelesaikan persoalan di Pasar Mardika untuk menyelesaikan masalah yang ada karena pedagang di Pasar Mardika butuh kenyamanan dalam melakukan aktivitas jual beli.
” IKAPPI dalam analisa hukum mengetahui, bahwa hubungan antara PT BPT dengan Pemerintah Provinsi Maluku adalah hubungan atau kontrak Kerjasama dalam hal bangunan, sementara untuk penagihan retribusi kepada objek para pedagang atau PKP soal retribusi itu yang masih kabur dan belum diketahui pasti oleh pedagang.” ungkap Marasabessy.
Dia menegaskan, hubungan kerja sama dalam bentuk ikatan hukum berupa kontrak atas penagihan retribusi sampah dan perparkiran antara pihak PT BPT, baik hubungan dengan Pemerintah Provinsi Maluku, atau dengan Pemerintah Kota Ambon mestilah diungkapkan ke publik point -point per point, dan redaksional bunyinya sehingga bisa dipahami pedagang dan warga Kota Ambon.
” Sederhana saja, apakah ada kontrak soal penagihan retribusi baik sampah dan perpakiran antara BP BPT dengan Pemerintah Provinsi Maluku atau dengan Pemerintah Kota Ambon,?, jika ada bisa ditunjukkan.” tegasnya.
Dalam kaitan dengan itu, dirinya pun meminta agar pihak yang berkompeten dalam hal ini pihak Kepolisian dan Kejaksaan harus segera melakukan intervensi terkait persoalan di Pasar Mardika, lantaran dia menduga adanya konspirasi, kejahatan yang mengakibatkan pedagang pasar Mardika tidak merasakan kenyamanan.
” Jujur saja pedagang pasar Mardika pada umumnya tidak merasa nyaman. Nah jika Pemerintah Kota Ambon dan Pemerintah Provinsi Maluku harus duduk bersama dan menyelesaikan masalah ini, yang pertama harus mendudukkan regulasi hukum soal kewenangan penagihan retribusi dan kewenangan pengelolaan pasar tradisional. ” ucapnya.
Untuk itu Marasabessy meminta adanya regulasi hukum yang bisa memberikan kepastian kepada pedagang. Jika memang hak itu ada di PT BPT ya silakan, tunjukan kontraknya. Namun jika tidak apa yang harus dilakukan.
” Saya tegaskan lagi IKPPI Maluku butuh kepastian hukum terkait kewenangan dalam hal penagihan retribusi. Dan tentunya pemerintah pun tahu apa yang harus dilakukan dalam kaitan dengan kerja sama. Hal ini penting sehingga pedagang paham, dan tidak menjadi korban,” tekannya
Sebelumnya diberitakan, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional dimana pada BAB III soal pengelolaan, bagian ke satu menekankan, perencanaan (Pasal 5 point 1 ), Bupati/walikota melalui kepala SKPD melakukan perencanaan pasar tradisional, sementara point ke dua Perencanaan pasar tradisional meliputi perencanaan fisik dan perencanaan non fisik. (Pasal 6 point 1) Perencanaan fisik meliputi, penentuan lokasi; penyediaan fasilitas bangunan dan tata letak pasar dan sarana pendukung. (TS 02)
Discussion about this post