Jejak Kapak di Hutan, Gelombang Air Laut di Kampung
titastory, Dobo – Persoalan lingkungan hidup menjadi bahasan utama dalam kuliah tamu bertajuk Dampak Deforestasi Terhadap Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Perbatasan yang digelar Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU) Kepulauan Aru, Sabtu, 14 Juni 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari pemenuhan mata kuliah Pendidikan Kepulauan dan Ilmu Alamiah Dasar.
Frans Selfanay, dosen pengampu mata kuliah, menyebut bahwa pembahasan lingkungan hidup penting diangkat agar mahasiswa mampu membangun kesadaran dan sikap kritis terhadap berbagai ancaman ekologis. “Lingkungan itu seksi. Saking seksinya, manusia tergoda untuk melukainya. Dampaknya adalah rasa tidak nyaman akibat kerusakan yang tercipta,” ujarnya membuka diskusi.

Kuliah tamu ini menghadirkan Pelaksana Tugas Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappelitbang) Kepulauan Aru, Williem D.F. Gainaugasiray. Ia memaparkan bahwa kondisi hutan di Aru hingga saat ini masih relatif stabil dan belum mengalami deforestasi dalam skala besar.
“Data Bappelitbang tahun 2022 menunjukkan bahwa belum ada aktivitas pembukaan hutan secara masif di Aru,” ungkap Williem. Ia menyebut, setidaknya terdapat enam tipe hutan di Kepulauan Aru, masing-masing dengan karakter dan fungsi ekologis yang berbeda.

Meski belum dalam tahap kritis, Williem mengingatkan bahwa sejumlah ancaman tetap mengintai wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Menurunnya kualitas udara, gangguan siklus hidrologi, serta naiknya permukaan air laut menjadi risiko nyata jika deforestasi tidak ditangani secara serius.
Karena terbatasnya kewenangan daerah dalam penilaian izin lingkungan, Williem mendorong adanya sinergi antara pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil. “Pemerintah daerah harus menjalin kerja sama dengan LSM untuk menilai dokumen Amdal dari izin yang diterbitkan pemerintah pusat. Evaluasi tersebut harus dilakukan secara terbuka dan akuntabel,” jelasnya.
Wakil Koordinator Bidang Akademik PSDKU Aru, Wenssy Nussy, menyebut topik yang diangkat sangat relevan dengan kondisi kekinian. Menurutnya, kasus-kasus deforestasi yang masif, terutama di wilayah Papua, menunjukkan betapa pentingnya diskusi ini untuk generasi muda.
Frans Selfanay menambahkan, selain meningkatkan pemahaman teoretis, kuliah ini bertujuan mendorong rasa cinta terhadap lingkungan hidup di kalangan mahasiswa. Ia berharap ke depan kampus dapat menambahkan mata kuliah khusus yang fokus pada Ilmu Pengetahuan Lingkungan.
“Persoalan lingkungan tidak akan berhenti hari ini. Eksploitasi akan terus berlanjut, dan generasi muda harus dibekali pengetahuan agar mampu menjadi penjaga alam,” ucap Frans.
Senada dengan itu, Wenssy menegaskan pentingnya pencegahan sebelum kerusakan terjadi. “Lingkungan adalah tempat kita bertani, menanam kasbi, dan makan sehari-hari. Kalau tidak kita jaga dari sekarang, anak cucu yang akan merasakan dampaknya,” pungkasnya.
Penulis: Johan Djamanmona
