Kepala Dinas Pendidikan SBT Diduga Minta Fee dari Anggaran Revitalisasi Sekolah Rp40 Miliar

10/09/2025
Keterangan : Gedung sekolah sasaran revitalisasi dan tumpukan material untuk mendukung program dari Pemerintah Pusat. Foto : titastory.id/Bang

titastory, Seram Timur – Anggaran revitalisasi sekolah di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) yang mencapai lebih dari Rp40 miliar menuai polemik. Kepala Dinas Pendidikan SBT, Afiudin Rumakway, diduga meminta fee dari sejumlah kepala sekolah penerima program tersebut.

Seorang mantan kepala sekolah mengungkapkan kepada titastory.id, dirinya diminta menyetor Rp150 juta sebagai syarat pencairan anggaran. Karena menolak, ia kemudian dicopot dari jabatannya.
“Katong (kami) diminta harus stor Rp150 juta ke dinas, tapi kami menolak,” ujarnya, meminta namanya dirahasiakan.

Menurut sumber yang sama, pergantian kepala sekolah dilakukan untuk memberi ruang kepada mereka yang bersedia mengikuti permintaan tersebut. Dari 14 sekolah penerima dana revitalisasi, sembilan kepala sekolah disebut dimintai fee, sementara tiga di antaranya sudah diganti.

“Sekitar tiga orang sudah diganti karena tidak mengikuti kemauan dinas,” katanya.

Keterangan : Pegiat antikorupsi SBT, Sahbandar Lisa Kelilauw, Foto : Babang/titastory.id

 

Kasus ini memicu kritik publik. Pegiat antikorupsi SBT, Sahbandar Lisa Kelilauw, menilai dugaan praktik tersebut harus segera direspons aparat penegak hukum.

“Jika benar, kejaksaan dan kepolisian mestinya sudah memanggil Kepala Dinas Pendidikan dan memeriksanya. Praktek seperti ini sering terjadi dan menjadi preseden buruk bagi birokrasi di SBT,” ujar Sahbandar.

Ia menduga praktik tersebut tidak hanya melibatkan kepala dinas, melainkan juga pihak lain di lingkungan dinas pendidikan.

 

Sekolah Rusak dan Proyek Terhambat

Polemik ini juga memicu keresahan masyarakat. Sejumlah sekolah penerima program revitalisasi dilaporkan mengalami kerusakan fasilitas dan bahkan disegel warga, menyusul pergantian kepala sekolah yang dianggap merugikan.

Program revitalisasi sekolah senilai Rp40 miliar itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, dugaan penyimpangan ini membuat pelaksanaannya menuai tanda tanya besar.

error: Content is protected !!