titastory.id, ambon – Kasus tambang galian C tanpa izin di Rohomoni, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, sampai saat ini belum naik tahap sidang di Pengadilan Negeri Ambon. Padahal berkas perkara tersangka Raja Rohomoni M. Daud Sangadji (MDS) sudah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Tinggi Maluku.
Korps adhyaksa ini diduga enggan menerina pelimpahan tahap dua, karena barang bukti eksavator sulit di bawa ke Kota Ambon untuk dititipkan di Rupbasan. Eksavator tersebut dalam kondisi rusak.
Menurut Ketua Tim Bantuan Hukum dan Advokasi Rohomoni, Abdul Gafur Sangadji, lambatnya persidangan karena belum dilakukan tahap dua dari penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku ke Kejaksaan Tinggi Maluku.
“Berdasarkan Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP, seharusnya sudah dilakukan tahap dua yaitu penyidik menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada kejaksaan agar perkara tersebut dapat dilimpahkan ke pengadilan. Namun sampai saat ini, belum dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti karena masih terkendala pengangkutan barang bukti eksavator yang ada di TKP”, ujar Abdul Gafur Sangadji, Jumat (19/7/2024).
Menurut pengacara dari kantor Hukum AGS Selakawa Law Firm Jakarta tersebut, kendala ini tidak boleh menghambat tahap dua, karena penyidik sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengangkut barang bukti dan sudah menyerahkan barang bukti mobil dump truck kepada jaksa yang dititpkan di Kejaksan Negeri Namlea.
“Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku sudah melaksanakan ketentuan penyerahan barang bukti dengan berupaya mengangkut barang bukti eksavator menggunakan kapal pada hari Rabu, 17 Juli 2024. Namun pengangkutan barang bukti tidak bisa dilakukan karena barang bukti eksavator mengalami kerusakan berat, tidak bisa dioperasikan untuk diangkut sehingga barang bukti tidak bisa dititipkan di Rupbasan (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara) di Kota Ambon”, lanjut Abdul Gafur Sangadji.
“Kami dari Tim Bantuan Hukum dan Advokasi Rohomoni meminta jaksa pada Kejaksaan Tinggi Maluku untuk segera melakukan tahap dua yaitu menerima tersangka dan barang bukti dari penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku. Karena kondisi barang bukti yang tidak bisa dioperasikan lagi untuk diangkut menggunakan kapal. Dengan kondisi tersebut, maka solusinya hanya satu yaitu penyerahan barang bukti dilakukan di TKP Rohomoni”, tegas Abdul Gafur Sangadji.
Menurutnya, perkara galian C ini harus segera dilakukan tahap dua dan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Ambon, karena ada batas waktu penyerahan tersangka dan barang bukti yang tidak boleh melebihi tenggang waktu tiga bulan setelah berkas perkara dinyatakan P-21 oleh Kejaksaan.
“Perkara ini sudah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Tinggi Maluku pada tanggal 24 April 2024 dan disusul dengan P-21A pada tanggal 4 Juni 2024. Kejaksaan harus segera menerima tersangka dan barang bukti karena ada batas waktu setelah keluarnya P-21 sebagaimana diatur dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 13 Tahun 2019 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum. Dan berdasarkan Pasal 137 KUHAP setelah penyerahan tersangka nanti, jaksa penuntut umum berwenang melakukan penuntutan atas perkara galian C ke Pengadilan Negeri Ambon untuk disidangkan,” ukas Abdul Gafur Sangadji.
Sebelumnya, Raja Rohomoni Daud Sangadji dilaporkan warganya sendiri karena melakukan penggalian material galian C di sungai setempat. Material galian C ilegal dijual kepada salah satu perusahan.
Warga yang khawatir terjadinya kerusakan lingkungan, langsung melaporkan MDS ke pihak kepolisian. (TS-02)
Discussion about this post